Rania duduk termenung seorang diri di ruang kerjanya, rasa bersalah membuatnya tak leluasa dalam bertindak. Ia memikirkan adiknya, Lio. Ia memikirkan bagaimana reaksinya saat tahu jika Lea kembali lagi dengan Lius.
“Bagaimana kalau dia tahu, aku yang ada di belakang Lius?”
Rania menjambak rambutnya frustasi, ia tak memiliki alasan dibalik tindakannya.
Raisa benar-benar merasa bersalah, ia telah mengkhianati kepercayaan Lio yang juga adalah adiknya. Sudah tiga hari ini Lio tak menghubunginya, ada rasa lega juga cemas datang secara bersamaan.
Raisa takut, alasan Lio tak menghubunginya adalah karena ia sudah tahu dengan apa yang diperbuatnya.
“Kenapa jadi rumit gini sih,” kesalnya.
-
Lio tengah menikmati suasana sore kota dari tempatnya menginap, begitu damai juga sejuk udara. Namun tiba-tiba bayangan wajah Lea menari-nari dalam ingatannya.
“Suasana disini cocok untuk ibu hamil,” gumamnya.
<“Dari mana kau tadi pagi sampai siang?” Lius panik, ia tak ingin seorangpun tahu apa yang sudah dilakukannya. Ia pun dibuat gelagapan ketika menjawab pertanyaan ibunya. “Ten-tu aja kerja, Mom.” Sekar menangis, ia menangis mendengar jawaban putranya. Lius terkejut, ia segera bangkit dan berusaha memeluk ibunya. Namun Sekar malah menghindar, ia menepis tangan Lius yang ingin merengkuhnya. “Mom?” Lius panik, ia menatap ibunya yang kini tengah memunggunginya. Ia mencoba mendekat namun selalu saja menghindar. “Katakan, apa salah istrimu? Mommy salah apa juga ?” Lius semakin tak mengerti dengan arah pembicaraan ibunya, ia hanya mendengarkan ibunya. Sekar marah besar, ia tak terima di bohongi di depan mata. Ia tak tahu harus bagaimana, ia takut Lea tahu dan kembali pergi seperti dulu. Namun ia terlanjut kecewa dengan sikap putranya. Sekar mengatakan semua yang mengganjal di hatinya sedari tadi, ia meluapkan semua emosi yang dipendamnya. Lius terkejut, ia tak menyangka ibunya akan
Rania menarik adiknya masuk ke dalam kamarnya, ia mendorong Lius hingga terjungkal. Rania marah, ia tidak terima dengan apa yang adiknya lakukan. “Bagaimana bisa kau sebodoh ini, Lius!” Rania mengusap kasar wajahnya, ia begitu kesal dengan tingkah adiknya. “Aku membantumu menemukan Lea bukan untuk kau siksa lagi.” “Aku tidak menyiksanya, aku hanya memberinya perlajaran.” “Pelajaran katamu, kau memukulnya barusan dan aku melihatnya dengan kedua mataku.” Teriaknya. “Aku memang memukulnya, tapi aku punya alasan.” “Katakan.” Lius menceritakan jika ia merasa marah ketika mengetahui istrinya memiliki teman laki-laki tanpa sepengetahuannya. Ia marah dan tak terima dengan hal itu. Rania benar-benar tak habis pikir dengan adiknya, bagaimana ia bisa berbuat kasar untuk suatu alasan yang tak masuk akal. Tak bisa berkata-kata, Rania memilih untuk duduk menenangkan dirinya. Namun sesaat ia teringat dengan cerita ibunya, tentang apa yang dilakukan Lius di belakang istrinya. “Kau masih be
Lio kembali, ia sudah tiba kembali di negaranya. Laki-laki itu begitu bahagia hingga senyum tak luntur dari wajah tampannya.Toni memandangi tuannya dengan begitu lega, pada akhirnya ia bisa membuktikan jika tuannya itu laki-laki normal.“Kita langsung ke rumah besar, atau mau ke suatu tempat dulu,Tuan?”“Tidak, kita langsung pulang dulu. Aku merindukan, Mommy.”Hening tak lagi ada percakapan, dalam sisa perjalanan itu semua nampak sibuk dengan pikirannya masing-masing.Hari sudah beranjak siang, sinar mentari begitu terik menyilaukan mata. Lio nampak begitu bersemangat kali ini, seakan semua berjalan dengan semestinya.“Kita sudah tiba, Tuan Muda.”Lio tersenyum, rumah itu nampak sepi. Dengan begitu riang, ia turun dan melangkah masuk ke dalam rumah.Seorang pelayan menyambutnya dengan begitu hangat, mengambil alih semua buah tangan yang ada di tangan Lio.“Dimana, Mommy?”
Setelah bertengkar dengan Rania, Lius memutuskan untuk segera pergi dari rumah. Ia tak bisa kembali ke kamarnya dan bertemu dengan Lea, ia tak ingin lepas kendali dan menyakitinya lagi. Namun selama di kantor, sama sekali ia tak bisa mengerjakan apapun. Pikirannya terus berputar pada Lea, istrinya. Lius memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan dan menemui Lea. Saat di tengah jalan, ia melihat toko bunga. “Sebaiknya aku beli bunga, hitung-hitung membayar kesalahanku pagi tadi.” Gumamnya. Lius pun segera menepikan mobil dan turun menemui penjualnya. Rangkaian mawar merah menjadi pilihan Lius, ia sudah begitu tak sabar memberikan bunga yang cantik itu pada istri cantiknya. “Lius?” Lisa tiba-tiba muncul dan mengejutkan Lius, wanita itu berdiri tepat di depan Lius. “Lisa? Kau dengan siapa kesini?” menatap kesekitarnya. Lisa tersenyum, matanya mengikuti arah pandang Lius. “Aku sendiri, entah kenapa aku ingin sekali membe
Sekar mendengar teriakan dari kamar putranya, itu adalah suara Lea. Ini kali pertama ia mendengar teriakan itu.“Apa aku egois kalau menginginkan Lea menjadi menantuku,” sendunya.Tak berapa lama ia kembali mendengar teriakan, namun kini bukan Lea melainkan Lius putranya. Lius berteriak meminta tolong, hal itu membuat Sekar teringat dengan kandungan menantunya.“Lea,” serunya, berlari menaiki anak tangga dengan begitu tergesa-gesa.Lio mendengar teriakan itu, kakinya ingin sekali berlari menghampiri namun logika menahannya untuk tetap diam.“AKh!” amuknya.Lea jatuh tak sadarkan diri, wajahnya tiba-tiba berubah pucat dengan air mata terus mengalir di pipi. Sekar masuk , ia terkejut melihat Lea sudah lemas tak sadarkan diri.“Apa yang kau lakukan padanya, Lius!” Sekar mendorong tubuh putranya dengan begitu kasar.Sekar menepuk pipi Lea dengan begitu pelan, ia menghapus jejak air ma
Lius merenung di dalam kamarnya, ia duduk di atas ranjang tempat dimana istrinya tak sadarkan diri. Lius menyesal dengan yang sudah terjadi pada Lea, ia menyalahkan dirinya yang tak bisa mengontrol diri. “Kenapa selalu lepas kendali kalau dengan Lea, kenapa?” Tiba-tiba pintu di buka dengan paksa dari luar, nampak Rania masuk dengan wajah marahnya. “Kau benar-benar keterlaluan! Bagaimana bisa kau membahayakan istri juga anakmu!” amuknya. Lius terdiam, ia kali ini tak berani menatap Rania yang tengah memarahinya. Rasanya ia begitu menyesal. “Bagaimana kau bisa menjadi ayah yang baik kalau menjadi suami saja kau tidak bisa!” “Aku tidak sengaja, aku hanya terbawa emosi saja.” “Kau gila, Lius! Pagi tadi kau memukulnya, sekarang kau membuatnya terkapar di rumah sakit! Dimana otak mu itu,” amuknya. Rania tak habis pikir dengan Lius, seharusnya ia bisa mengambil hati istrinya namun ini justru berbuat hal sebaliknya. Belum
Lio begitu cemas mendengar kabar tentang hilang nya Lea, ia meninggalkan semua pekerjaannya dan bergegas pulang. Begitu juga dengan Rania.“Mom?”Sekar berhabur memeluk putranya, ia menangis mengkhawatirkan keadaan Lea. Rania begitu marah, lagi-lagi ia melihat ibunya menangis hanya gara-gara, Lius.Rania mencoba menghubungi Lius, namun berkali-kali ia mencoba taka da satupun sahutan. Ia dibuat geram dengan tingkah egois adiknya itu.“Brengkek kau, Lio.” Gumamnya.Rania mendekat pada Lio juga ibunya, namun tiba-tiba Lio menarik tangannya pergi menjauh dari Sekar.Rania menegang saat berada satu ruang dengan Lio, hanya berdua. Hal yang biasa, namun dengan suasana yang sangat berbeda.Lio menatap dengan begitu dingin pada, Rania. “Ini yang kau inginkan, KAK!”Bentakan Lio membuat Rania semakin menundukkan kepalanya, ini adalah kali pertama ia merasa ketakutan dengan adiknya sendiri. Pertama kali juga, Lio membentaknya dengan begitu dingin.“Jangan hanya diam, katakan pembelaanmu! Kenapa
Lius membawa Lea berjalan-jalan di sekitar hotel tempatnya menginap, perempuan itu baru menyadari jika ia tak berada di negaranya.“Kau membawaku keluar negeri?”Lius tersenyum melihat raut wajah terkejut istrinya, ia dengan gemas mengecup bibir ranum Lea.“Banyak orang melihat, “ memukul lengan Lius.Keduanya tertawa bersama, melihat banyak orang yang malah menatap aneh pada keduanya.Dengan begitu posesif, Lius menggenggam tangan istrinya. Keduanya menikmati waktu berdua, mengelilingi setiap kota terkenal di negara yang terkenal dengan keromantisannya itu.“Berdirilah disana, aku akan menggambil gambarmu.”Dengan malu-malu Lea berdiri sesuai arahan suaminya, dengan cekatan Lius mengabadikan senyuman itu dengan kamera ponselnya.“Cantik,” pujinya.Lea tersipu, ia memeluk lengan Lius dan kembali melangkah bersama. Sesekali Lius mencium puncak kepala istrinya, menunjukkan be