Berusaha menahan rasa pening di kepalanya, perlahan Shilla bangkit. Tamparan itu sangat keras, tidak hanya membuat pipinya bengkak namun bibirnya pun sobek. Sedikitpun Shilla gak mau melihat ekspresi wajah Elgar. Dia langsung berbalik, mengusap sisa air mata di pipinya lalu berjalan menuju tangga. Saat hendak menaiki tangga muncul Bik Saroh dengan berurai air mata. Wanita itu langsung memegangi Shilla, menuntunnya menaiki tangga. "Makasih Bik." Shilla menarik sedikit kedua susut bibirnya. Meski sakit dan sedih namun Shilla berusaha terlihat tegar. Tak ada lagi air mata di wajah cantiknya namun Bik Saroh bisa melihat dengan jelas gurat kekecewaan di wajah dan tatapan Shilla. "Non, izinkan saya kompres pipinya sebentar ya!" Ucap Bik Saroh tak tega melihat wajah yang biasanya putih mulus kini terlihat memerah dan bengkak. "Tidak udah Bik, sudah tidak ada waktu. Tapi terima kasih atas perhatian Bibik," tolak shilla lalu segera mengemasi barang-barangnya. Tak banyak yan
Sampai di mansion Rosa tak menemukan putranya. Menurut keterangan dari Art-nya, Elgar tidak. pulang sejak kemarin sore. setelah mengusir istrinya dari mansion. "Sepertinya Tuan Elgar salah faham. Dia menuduh Non Shilla selingkuh juga mengatakan jika ibunya Non Shilla sebagai selingkuhan Tuan Leonard." Ucapan Bik Saroh bak hantaman gada besar yang langsung membuat tubuh Rosa lemas. Wanita itu memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. "Telpon Putra, suruh dia bawa Elgar pulang." Perintahnya pada Bik Saroh. Segera, wanita paruh baya itu mengambil ponsel dari sakunya dan menghubungi Putra. "Tuan masih ada meeting. Satu jam lagi baru selesai." Beritahu Bik Saroh. Rosa menghela nafas panjang. "Bisa-bisanya dia lebih mementingkan bisnisnya," keluh Rosa tak habis pikir. "Sabar, Nyonya..." Bik Saroh mengelus lembut lengan Sang majikan. Wanita itu tahu betul, seperti apa bahagianya Rosa setelah mendengar Leonard berhasil menikahkan putranya itu dengan Shilla. Rosa bahkan
Sudah dua hari Rosa berada di ruang ICU. Kondisinya masih kritis meski sudah menjalani operasi karena serangan jantungnya. Kondisi wanita itu cukup mengkhawatirkan. Sedih, marah, sesal kini menjejali pikiran dan hati Elgar. Harusnya dirinya bisa menahan diri dan tidak membuat Mommy-nya terpancing emosi hingga mengalami serangan jantung. Parahnya lagi, sekarang kondisinya masih tak sadarkan diri. "Hehhh....." Untuk kesekian kalinya helaan nafas itu terdengar berat. Pria tampan dengan hidung bak perosotan anak TK itu tak pernah meninggalkan kursi tunggu di depan ruang ICU Mommy-nya. Nampak Putra yang setia menemani, duduk dipisahkan satu kursi antara keduanya. Sang asisten hanya diam menunggu perintah dari sang bos yang kini sedang diliputi kegelisahan. Dalam hati Elgar terus merutuki dirinya yang tak bisa menahan diri dan akhirnya memancing amarah sang Mommy. Padahal jika dipikir lagi semua yang dikatakan Mommy-nya itu benar adanya. Harusnya Elgar cukup diam mendengarkan tan
"..... Mommy lah yang merebut Papamu dari mamanya Shilla." Duar...... Ucapan Rosa bak petir yang menyambar tepat diatas kepala Elgar. Tubuhnya seketika oleng, pria itu mundur satu langkah. "Maksud Mommy, Papa tidak pernah selingkuh?" tanyanya dengan jantung yang berdegup kencang. Dan anggukan Rosa seperti panah yang menembus dadanya. Makjleb...... Elgar menutup matanya. Meresapi rasa yang belum diketahui namanya. Entah itu sesal, sedih, marah atau kecewa. Yang pasti dia tidak menyangka ternyata Mommy-nya wanita yang dianggapnya sebagai korban ternyata adalah sang pelaku. "Tolonglah Mommy, Elgar. Bantu Mommy menebus dosa-dosa Mommy. Carilah Shilla, mintakan pengampunan untuk Mommy......" Suara Rosa terdengar makin lemah. "Mommy.... Mommy..." panggil Elgar panik saat mata wanita yang telah melahirkannya itu Perlahan-lahan menutup. Tut................... Suara nyaring dari mesin pendeteksi jantung memenuhi ruangan itu. Dari arah belakang Elgar berlarian para medi
Dengan berbagai pertimbangan akhirnya Elgar memutuskan untuk memakamkan ibunya di tempat yang sama deng sang papa. Bagaimanapun Roda adalah jodoh yang diberikan Tuhan untuk Leonard. Terlepas bagaimana caranya mereka menikah. Sarah adalah jodoh Leonard. Lagi pula menurut cerita Bik Saroh yang mengetahui cerita sebenarnya, mengatakan jika kisah antara Leonard dan Muthia sudah berakhir. "Bik, apa Bik Saroh tahu seperti apa cerita sebenarnya?" tanya Elgar setelah selesai memakamkan ibundanya. Bik Saroh mengangguk. Sebelum ikut Roda ke Jerman, Bik saroh adalah pembantu di rumah orang tua Rosa. Keluarga Rosa adalah keluarga terpandang dan cukup kaya. Dalam keluarga Rosa perjodohan masih dilakukan. Dan Karena Rosa menolak dijodohkan orang tua Rosa pun mencoret Rosa dari kartu keluarga. "Tuan makanlah dulu, setelahnya saya akan ceritakan semuanya." Elgar menurut, pria itu pun menyantap hidangan yang disiapkan oleh Bibiknya itu. Bagaimanapun tubuhnya butuh asupan nutrisi. Dia masih m
"Kamu tega, Kak. Shilla itu teman aku." Kirana menatap kesal kakak sepupunya. Dia tidak menyangka jika sang Kakak sepupu yang sangat dia sayangi itu bisa menipunya sedemikian rupa. Entah apa yang Elgar janjikan sampai pria itu tega bekerja sama memanfaatkan rasa iba Kirana. "Ck..... jangan berlebihan. Elgar tidak sekejam yang kamu pikirkan. Dia hanya..... Ahh kamu gak akan ngerti." "Iya, aku nggak ngerti. Dulu Kak Derrick sendiri yang cerita tentang keburukan Elgar tapi sekarang malah membelanya." Derrick menghela nafas, pria itu berkacak pinggang sambil kepalanya menengadah, bingung harus berkata apa lagi. "Sudahlah tidak perlu dibahas lagi. Kamu istirahatlah aku akan pergi. Pasienku sudah menunggu." Derrick berbalik namun baru satu langkah ucapan Kirana kembali menahannya. " Shilla juga pasien Kakak, apa kakak tidak merasa bersalah sudah membahayakan nyawanya?" "Astaga....." Derrick meraup wajahnya frustasi. Sepertinya ini tidak akan mudah. Pria itu pun kembali me
"Brengs*k!!!!" Bugh..... "Mr, tolong tenang." Putra berusaha menarik mundur Elgar yang baru saja menghadiahiku bogem mentah pada Ario. "Lepas!!! Saya tidak akan tenang saat istriku dihina." Elgar berulang kali menepis tangan Putra. Hatinya makin kesal saat melihat senyum sinis Ario sesaat setelah dipikulnya. "Ck..... Shilla, kenapa kamu mesti bawa-bawa aku?" gerutu Ario mengusap sudut buburnya yang berdarah. . "Astaga.... kamu gak papa?" Sang wanita membantu Ario bangun. "Biar aku panggil polisi," ujar wanita itu hendak pergi namu ditahan oleh Ario. "Tidak perlu." Malas berurusan dengan kepolisian yang akhirnya hanya akan membuat masalah bertambah ruwet. "Kamu masuk saja." Ario meminta wanita berambut panjang itu masuk. "Dia benar, panggil polisi kesini! Sekalian aku akan melaporkan kamu atas kasus penculikan." "Penculikan? Memangnya siapa yang aku culik? Shilla?" Ario terkekeh. "Bertemu dengannya saja tidak pernah bagaimana aku menculiknya." Elgar memicingka
Disisi lain, di sebuah kota kecil Shilla berusaha menata kembali hidupnya yang sempat hancur. Di rumah peninggalan sang nenek, Shilla tinggal. Dia tak sendiri, tepat di samping rumahnya adalah rumah sepupu dari ibunya. Pov Shilla. "Shilla," Aku menoleh, Budhe Siti berdiri di teras rumahnya. "Ya, Budhe." Jawabku masih dengan memegang gayung yang aku gunakan untuk menyiram bunga-bunga dan tanaman hias yang berjajar di pinggir teras rumah. "Ada paket untuk kamu dari Raisa." Aku menyipitkan mata ke arah tangan Budhe yang memegang sebuah benda berwarna hitam. Aku pun meletakkan gayung ke dalam timba kemudian berjalan menuju rumah Budhe Siti yang berjarak lima meter. "Kemarin Rizal pulang dari Jakarta jam sepuluh malam. Mau ke rumahmu, takut kamu sudah tidur." Jelas Budhe sambil mengulurkan paket yang dia maksud. Aku pun mengikutinya duduk di kursi teras. "Terus tadi pagi keburu buka apotik soalnya ada barang yang datang." Lanjutnya. "Iya gak papa Budhe." Kupaksa bib