Share

Bab 9. Berharap yang sama.

Gayatri membelalakkan matanya melihat penampakan tubuh Prayogi. "Ck,ck,ck,...seganas itukah istri mudamu, Yah,.. sampai sekujur badanmu dipenuhi hasil karya mulutnya?" sindir Gayatri walau hatinya teramat sakit dengan membayangkan betapa liarnya sentuhan yang dilakukan Prayogi dengan Sasmita.

Prayogi yang kepalang basah ketauan Gayatri, padahal dari tadi dia berusaha menutupinya, malah mendekati Gayatri. Terlebih saat dia melihat kedatangan Galuh tadi yang diantar seorang pria yang sikapnya menurut Prayogi berlebihan ke Gayatri.

:"Aku juga bisa membuatmu merasakan liarnya yang aku alami," katanya dengan mengunci Gayatri di tembok dengan kedua tangannya. Lalu mendaratkan ciumannya ke bibir dan leher Gayatri. Dia memang baru merasakan sensasi panas seperti yang ditunjukkan Sasmita kepadanya. Beda sekali dengan yang dia lakukan dengan Gayatri yang penuh dengan kelembutan.

"Lepasin aku, Yah. Kamu sudah gila!"

Namun Prayogi malah memperdalam ciumannya, membuat Gayatri sampai sesak bernafas. Didorongnya dengan kuat tubuh Prayogi hinggah laki-laki itu terjungkal ke ranjang di belakangnya.

"Kamu sudah dipuaskan oleh dia, kenapa kamu masih menggangguku? Kenapa kamu tidak di sana saja sekalian biar kamu tak perlu menutupi bekas mulutnya itu! " ujar Gayatri kesal.

"Satu hal lagi, jangan pernah anakmu melihat tanda itu. Kalau kamu kerepotan dengan seharian menutupnya, lebih baik kamu pergi pagi sekali," ucap Gayatri kesal. Dia tau betul kebiasaan suaminya yang kalau siang hanya bertelanjang dada mengusir hawa panas yang katanya kental di Gresik karena asap pabrik.

Prayogi yang bangkit dari ranjang melototkan tajam matanya. "Kamu mengusirku, Tri?"

"Aku tidak mengusirmu, Yah. Ini rumahmu, selama ini aku hanya numpang hidup ke kamu. Makanya kamu bisa semena-mena kepadaku. Aku hanya menjaga anak-anakku. Selama ini dia tak pernah melihat hal-hal seperti itu, bagaimana tanggapannya melihat bekasmu itu? Bagaimanapun mereka sudah remaja, dan hal-hal seperti itu bagi anak sekarang bukan hal yang tak mereka mengerti. Terlebih mereka kini telah tau kalau ayahnya memiliki wanita lain, tentu mereka bisa menerka, hasil siapa di badanmu itu. Dan itu tak baik untuk perkembangan jiwanya." Gayatri kemudian mengambil mukenanya dan keluar dari kamarnya, mengambil wudlu lagi ke belakang, dan sholat di ruang keluarga, di sisi Galing yang tengah tertidur pulas. Dalam sujudnya dia tergugu, memohon kekuatan untuk yang sedang terjadi di rumah tangganya.

"Bund!"

Gayatri terkejut dengan suara di dekatnya.

"Jangan terus menangis, Bund." kata Galing yang kini sudah terduduk lalu memeluk bundanya erat. "Kami akan selalu ada untuk bunda. Jangan menangis!' kata Galing yang suaranya kini terdengar parau. Matanya sudah memburam mengingat apa yang kini menimpa bundanya.

Gayatri mengerjapkan matanya, berusaha mengusir sedih yang selalu datang menyayat.

"Tidurlah kembali, Ling. Bunda sudah tidak apa-apa," kata Gayatri berusaha tegar. "Bunda juga mau tidur, Galing ingat kan, Bunda besuk ada kerja dengan Bu Ratna di gedung. Acaranya mulai pagi nikahan di rumah mempelai putri, lalu balik lagi sore sampai malam resepsi di gedung."

"Bunda yang tegar, ya!" Hibur Galing.

Gayatri mencium kening putranya lalu menyelimutinya agar tak digigit nyamuk. "Tadi sudah baca do'a tidur?" tanyanya yang kemudian dianggui oleh Galing karena dia tak lagi bisa bicara. Dalam hati dia menahan tangis yang sama untuk bundanya.

Gayatri tersenyum ke Galing sebelum beranjak pergi ke kamarnya.

Sementara Prayogi yang juga masih tak dapat memejamkan matanya, merutuki apa yang telah terjadi di pernikahannya. Kejadian yang baru saja dia lakukan terhadap Gayatri amat disesalinya. Bagaimana bisa dia kini selalu terpancing emosi dengan kata-kata yang dilontarkan Gayatri sampai dia berbuat kasar yang membuat Gayatri makin terluka.

Semuanya telah asing kini baginya. Terlebih anaknya yang bahkan dia sapa saja sudah tak menjawab. Di ajak ngobrol juga tak menyahut. Dia bahkan memendam kekhawatirannya sendiri untuk Galuh yang tadi sampai malam juga baru pulang. Inginnnya dia menunggu bersama Gayatri kepulangan anak yang selama ini akrab dengannya, dan kini juga menjahuinya. Namun sampai Galuh pulang tadi dia hanya bisa menunggunya dengan cemas di kamar, lalu mengintipnya lewat jendela yang dia buka sedikit.

Siapa lelaki yang mengantar Galuh itu? Kenapa dia seperti mengenal Gayatri? Prayogi memang tak mendengar percakapan mereka, namun dia dapat melihat sorot mata lelaki itu yang sering mencuri pandang untuk Gayatri. Rasa cemburu tentu saja bersarang di hatinya, apalagi saat melihat Gayatri yang dia rasa sering tertunduk malu, sama seperti sikapnya duluh terhadap Prayogi. Bagaimanapun juga Gayatri adalah miliknya walau kini dia telah memiliki wanita lain. Tak layak bagi lelaki itu seenaknya memandang istrinya. Hinggah saat Gayatri tiba di kamar tadi, dia ingin mengatakan bahwa dialah, hanya dialah yang berhak untuk Gayatr. Berhak atas segala yang dimiliki Gayatri, termasuk tatap matanya yang kini memang sudah tak mesra lagi untuknya.

Egois sekali memang, terlebih siang tadi dia sudah merasa terpuaskan oleh pelayanan Sasmita. Namun dia kini masih berharap diperlakukan yang sama oleh Gayatri.

Terdengar pintu kamar terbuka. Gayatri datang, duduk di meja riasnya untuk membersihkan wajah dan lehernya seperti yang sering dia lakukan jika mau tidur. Rambut yang dijepit ke atas, menampakkan leher putihnya, membuat Prayogi menelan salivanya. Walau dia telah merasa lelah dengan permainan yang diberikan Sasmita. Entah kenapa tiap melihat Gayatri, jiwa lelakinya terpancing. Selelah apapun, secapek apapun, dia bahkan merasa kehangatan Gaytri sering memberinya kesan relaksasi untuk keluar dari kelelahan.

Terakhir Gayatri memberikan krem di wajahnya. Biasanya setelah itu dia akan melulurkan handbody segar dan wangi ke seluruh tubuhnya. Namun kali ini dia tak melakukan itu. Selama ini dia melakukan hanya untuk menyegarkan rasa Prayogi terhadapnya. Dan sekarang dia tak ingin melakukannya lagi. Toh semua itu tak mengurungkan niat Prayogi untuk membagi diri dan jiwanya untuk orang lain. Percuma juga memberinya pelayanan maximal kalau hasilnya juga mencari yang lain.

Gayatri merebahkan dirinya di ranjang. Dengan meletakkan bantal guling di tengah dia lalu memunggungi suaminya. Dia tau Prayogi tidak tidur karena jika dia tidur, dia pasti sudah mendengar dengkurannya.

"Tri!"

Gayatri hanya terdiam mendengar suaminya memanggil namanya. Namun setelah dia tau bantal telah diambil dari punggungnya dan berganti dengan tubuh suaminya yang kini lekad dengannya, dia bergeser.

"Tri, apa kamu ingin jatuh dengan terus menepi seperti itu?"

Gayatri masih terdiam.

"Sampai kapan kamu menghukumku dengan sikap dinginmu itu? Aku masih suamimu, Tri. Aku berhak atas dirimu."

Gayatri mengubah posisi tidurnya dengan kini menghadap suaminya. Memandang suaminya denga tatapan membunuh. Bahkan andai tidak takut Tuhan, dia ingin mencekik pria yang kini di sampingnya.

"Kamu jangan bicara hak sementara kamu melalaikan tugasmu. Kamu pikir perkawinan kita dengan mengatakan kamu suamiku membuatmu bisa semena-mena kepadaku? Menyuruhku melayanimu diantara bayang-bayang wanita lain yang memuaskanmu?"

"Aku sudah minta maaf, Tri atas apa yang telah terjadi. Lalu aku harus bagaimana lagi?"

"Ceraikan aku!" kembali Gayatri mengatakan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status