“Apa yang sebenarnya ada di kepalamu itu?” Pria yang sedari tadi mencaci diriku kini menghempas tubuhnya di kursi putar. Dia terlihat lelah dan bingung usai menerima banyak ancaman dari wanita di dalam ruang rapat tadi.
Setelah mendengar pemecatan Ida yang dilayangkan oleh wanita berkacamata tersebut, pria ini buru-buru mengajukan pembelaan. Dia meminta agar atasan dari HRD itu tidak ikut campur terlalu jauh perihal masalah di divisi kami.
Tapi, pembelaan itu berakhir dengan dipanggilnya dirinya ke kantor direktur. Pria ini harus menghadap atasan paling tinggi di perusahaan hanya karena permasalahan yang sebenarnya cukup sepele.
“Kamu tahu apa akibatnya sekarang?” usiknya sembari memukul meja. Jelas sekali jika pria ini tidak terima dirinya harus menanggung semua akibat setelah aku mengumbar kelakuan busuk Ida di ruang rapat. Hal itu membuat diriku kembali yakin akan sesuatu.
“Maaf, Bang ... merepotkanmu selama ini.”Aku mendengar tutur dari lidah Ida setelah mediasi kami selesai. Kami keluar dari pengadilan berbarengan dengan didampingi pengacara.Bang Bayu masih mengobrol dengan pria itu sebelum Ida bersuara. Sedang diriku mengekor dari arah belakang karena gelisah dengan tingkah dan sikap Bang Fuad.Berbeda dengan Ida yang terlihat sangat pasrah, Bang Fuad malah sebaliknya. Dia terus mendekat, mengikis jarak dan membuat diriku terhimpit oleh kehadirannya.“Maaf sekali, Bang. Aku yakin kamu paling mengerti tentang situasiku,” ulang Ida sebab Bang Bayu masih enggan mempedulikannya.Ucapannya barusan membuat kami semua berhenti tepat di depan mobil WRF merah milik perempuan itu. Ternyata, di sebelahnya ada mobil milik Bang Bayu. Entah kenapa mereka bisa muncul berbarengan dan memarkir kendaraan berdekatan.
Seringai yang ditunjukkan oleh Bang Bayu membuatku terhenyak untuk sesaat. Pria itu menyeret lebih jauh benda panjang yang dikeluarkannya dari bagasi mobil. Menimbulkan bunyi berdenging yang menusuk telinga.Dia tidak berhenti saat pengacara yang bertugas mewakili kami menahan. Bang Bayu malah meminta agar pria itu tidak ikut campur dalam urusannya kali ini.Bang Bayu mendorong pengacara tersebut agar menyingkir. Dia masih memasang ekspresi yang tidak bisa kumengerti di parasnya. “Minggirlah, jangan halangi aku!”“Bang, apa yang kamu lakukan?” sergah Ida. Dia mendekati Bang Bayu karena mulai merasa ada yang janggal dari gelagatnya. “Kenapa kamu selalu membawa-bawa hadiah ulang tahunmu dariku?”Aku gegas melirik ke arah benda di ujung tangan Bang Bayu. Terlihat sangat mewah dan kuat. Benda yang hanya dibeli oleh orang-orang kaya karena harganya yang mahal juga ada d
Pahit dan manis kini kurajut sendirianKamu dan aku usai dari kitaSelamat, impianmu sempurnaKita berpisah, melepas duri yang saling menusuk iniSelamat sekali lagi! Setelah ini, jangan pernah kembali, meski dunia tidak akan sama lagi. Sebab, tembok yang melindungimu selama ini ikut kubawa pergi-Bemine_3897Di antara kami berempat, kurasa Bang Bayulah yang paling hancur. Dia tidak hanya kehilangan seorang istri dan ibu dari putrinya, juga kehilangan harga diri sebagai seorang pria.Di depan puluhan orang, wajahnya dicoreng arang oleh Ida. Perempuan itu dengan tega mencela dan mencaci setelah semua yang diberikan olehnya selama ini.Bang Bayu menghela napas. Dia memilih untuk menundukkan kepala sesaat. Punggungnya terlihat sangat sedih sampai tidak ada kata yang bisa menghiburnya lagi.
“Ikut ke mana, Yu?” Serentak menoleh karena kaget, aku menemukan bayang-bayang penuh amarah datang dari muka lorong. Seorang pria yang masih memakai setelan rapinya muncul mengendarai sepeda motor yang familier untukku. Aku bergegas mundur selangkah, jarak dengan Bang Bayu sudah terlampau dekat hingga bisa menimbulkan kesalahpahaman. Seolah paham, Bang Bayu juga mengambil langkah ke belakang, lalu berdiri di sisi mobilnya sembari bersandar. “Pulang saja, Bang. Aku bisa selesaikan sendiri,” pintaku pada pria itu. Bang Bayu malah melipat kedua tangannya di dada. Ekspresinya seolah berkata, “Lanjutkan, aku masih ingin menonton lebih banyak drama.” “Mau ke mana kamu sama Brengsek ini?” seru Bang Fuad. Dia meninggalkan helem di spion, namun benda bulat itu malah tergelincir dan menggelinding ke aspal. Bunyi berdentumnya sedikit memilukan hati, sebab se
Pantaskah dia disebut manusia jika sudah begini kelakuannya? Bahkan wajah rupawannya itu tidak bisa menutupi kebusukan yang dia lakukan. Sampai aku sendiri tidak percaya jika cinta di dalam jiwa pernah begitu membara untuknya. Aku merebahkan punggung ke kursi plastik. Percuma rasanya memukul dan mencaci Bang Fuad berulang kali. Semuanya sudah terjadi dan tidak bisa ditarik kembali. Mungkin, memang sampai di sini jalan jodoh kami berdua, usai tanpa pernah ada kesempatan kedua. “Ah, jadi kamu menuruti semua perkataan perempuan itu begitu saja?” Bang Bayu melanjutkan di sebelahku. Panggilannya terhadap Ida berubah menjadi perempuan itu. Mengenal Bang Bayu dan Bang Fuad, aku mulai belajar jika pria juga berbeda pola pikir dan cara mereka menghadapi sesuatu. Bang Bayu menatap Bang Fuad dengan sorot mata yang sangat tajam. Rahangnya menjadi tegang, urat-urat leher bermunculan dan telinganya memerah.
Setelah keluar dari pekerjaan dan pindah ke kost, perekonomianku memburuk. Bulan berikutnya aku tidak akan bisa membayar andai tidak bekerja dan mendapat penghasilan. Alhasil, aku menawarkan diri untuk lowongan pekerjaan mulai dari yang mapan hingga paruh waktu di restoran.Sulit sekali sampai rasanya seperti tercekik. Aku berjalan dari satu tempat ke tempat lain, kirim email sana-sini tanpa henti, hingga akhirnya dipanggil di sebuah kantor swasta yang merupakan distributor produk makanan dari Jakarta.Aku diterima bekerja sebagai asisten kepala administrasi. Atasanku punya dua pekerjaan sampai tidak bisa stay di kantor terus-menerus, karena itulah dia butuh pembantu yang bisa menyelesaikan sebagian pekerjaannya. Syukurlah, setidaknya ada harapan untuk bulanan. Tapi, hal yang membuatku gelisah adalah lokasi kantor baru terlalu dekat dengan rumah mertuaku.Bahkan, beberapa karyawannya ada yang
Tidak ingin menyulut keributan lain di kantor, aku memilih untuk meredam amarah dan berbicara lembut lebih dulu pada Pak Dama. Dia adalah atasan yang harus aku hormati, sangat tidak pantas andai Pak Dama ikut melihat semua sisi gelap dalam hidupku hanya karena kehadiran Bang Fuad di sini.“Pak, apa Bapak bisa duluan ke restorannya? Aku akan menyusul sebentar lagi.”Wajah Pak Dama terlihat kesal. Dia melirik ke arahku yang tingginya hanya sedada pria itu. Setelahnya, Pak Dama melihat Bang Fuad sebelum kemudian dia pergi lebih dulu menuju restoran yang berada di ujung jalan.Tempat terdekat sekaligus tempat terbaik untuk makan siang hanya restoran itu. Tidak banyak warung apa lagi restoran di wilayah ini, itulah yang menyebabkan banyak karyawan mendapat antaran makan siang atau membeli secara online.Sepeninggal Pak Dama, aku menatap nyalang Bang Fuad. Pria yang tidak berhenti mengganggu hi
Semenjak kejadian itu, Bang Fuad seakan menelan pil pahit. Dia tidak lagi muncul di depan wajahku untuk bertanya kesediaan agar rujuk dengannya, tidak juga berusaha mencari apa lagi meninggalkan pesan serta panggilan beruntun.Bang Fuad seolah sudah menerima semua yang terjadi di dalam hidupnya. Akibat dari kesalahan yang dia lakukan telah membuatnya terdepak ke titik rendah dan tidak ada yang bisa menariknya keluar selain dirinya sendiri.Aku cukup puas dengan sedikit pembalasan itu. Setidaknya, cukup untuk membuat Ida menerorku siang dan malam melalui pesan-pesan karena dirinya kehilangan calon korban yang lebih kaya dari Bang Bayu.[Sialan, kamu iri, huh? Apa maksudmu ngehancurin hubunganku? Salahmu sendiri tidak bisa jaga suami.]Pesan pertama Ida muncul di malam kedua. Aku sedang berbaring di kasur tipis sembari melihat-lihat sosmed untuk melepas penat seharian bekerja ketika dirinya mengirimkan pesan beruntun.[Perempuan lancang, apa maumu, hah? Sudah kubilang, ambil saja Bang B