Share

Saya Teman Dekat Valeria

Valeria terperangah mendengar ucapan Revan di depannya. Matanya mengerjap beberapa kali, apa ia tidak salah dengar? Apa Revan baru saja memintanya untuk makan siang bersama?

"Apa Pak?"

"Bangun, temani saya makan siang."

Valeria ternganga mendengar hal itu, ternyata benar, Revan memang mengajaknya makan siang bersama.

"Tapi Pak, pekerjaan saya–"

"Itu bisa ditunda, ayo pergi."

Tanpa mendengar jawaban Valeria, Revan terlihat bergerak. Valeria berdecak lalu bangkit, kenapa atasannya selalu saja seenaknya sendiri?

Namun, baru beberapa langkah ia mengikuti Revan, tatapan ingin tahu para rekan kerjanya terlihat mengikuti mereka berdua, bahkan bukan hanya itu beberapa dari mereka memberikan tatapan sinisnya.

"Lihat itu, bukankah itu pegawai yang terlambat kemarin?"

"Kenapa mereka berjalan berdampingan ya? Mereka mau kemana sebenarnya?"

"Padahal Pak Revan orang yang keras, jangan-jangan dia menggoda Pak Revan dengan licik."

"Wajahnya saja yang polos ternyata."

Valeria seketika menghentikan langkah mendengar bisik-bisik di sekitar. Ia memang takut dan segan dengan Revan, tapi ia lebih takut lagi menjadi musuh semua orang di kantor ini.

"Pak, saya rasa saya tidak lapar. Jadi maaf, Bapak makan siang sendiri saja."

"Tidak lapar? Tapi saya tidak melihat kamu memakan sesuatu sejak tadi pagi."

"Ah itu, saya memang orangnya tidak mudah lapar. Saya minta maaf tapi–"

Kruuuuyuuk

Valeria berdecak saat mendengar suara perutnya yang berbunyi dengan kuat di hadapan Revan. Ia merutuk keras di dalam hati, bagaimana bisa perutnya sendiri mengkhianatinya seperti ini? Wajahnya seketika memerah, ia sungguh merasa malu dengan hal ini.

"Kamu yakin tidak lapar? Lalu itu bunyi apa?"

"Itu tadi–"

"Sebenarnya kenapa kamu tidak ingin makan bersama saya? Kamu menghindari saya?"

Valeria menelan ludahnya dengan gugup. Sial, ia sudah terjebak, "Tidak Pak,"

"Ini bukan sebuah permintaan, tapi perintah dari saya, Valeria. Apa kamu ingin melanggar perintah dari saya lagi?"

Mendengar ucapan Revan yang begitu tajam, Valeria segera menggeleng, "Tidak Pak, sungguh."

"Kalau begitu, ayo pergi jika kamu tidak ingin saya menambah tugas kamu lagi."

Valeria hanya bisa mengikuti langkah Revan dengan lunglai. Tatapan sinis itu semakin mengikuti mereka hingga mereka sampai di area luar. Valeria hanya bisa mendesah pasrah. Sirna sudah impiannya mendapatkan kehidupan pekerjaan yang santai dan tidak terlibat masalah rumit apapun. Sejak awal, kenapa Tuhan menakdirkannya terlibat dengan Revan Mahendra hingga semuanya menjadi seperti ini?

****

Mobil akhirnya sampai di depan suatu restoran. Valeria merasa sangat gugup hingga ia hanya terdiam mengikuti langkah Revan. Namun, baru saja mereka sampai di depan pintu, ponsel Revan terdengar berdering.

Revan terlihat mengambil ponselnya dari arah saku, keningnya terlihat berkerut samar melihat layar ponselnya.

"Ada apa, Pak? Apa ada sesuatu yang penting?"

"Ah tidak, kamu masuk saja terlebih dulu, saya harus mengangkat panggilan ini, nanti saya menyusul."

Meski merasa aneh dan penasaran karena Revan tidak ingin mengangkat panggilan itu di hadapannya, Valeria hanya mengangguk. Ia dapat melihat Revan bergerak menuju ke arah luar kembali lalu mengangkat panggilan itu. Sudahlah, itu bukan urusannya. Ia segera mencari posisi kursi yang nyaman lalu duduk di sana. Lebih baik ia menunggu Revan hingga kembali. Ia saja tidak tahu apa yang sebenarnya ia lakukan di sini.

Namun, baru saja ia menunggu beberapa menit suara melengking seseorang yang begitu dikenalnya membuat Valeria sangat terkejut.

"Wah siapa ini... Ternyata Kak Valeria? Ini suatu kejutan benar bukan, Sayang?"

Valeria terhenyak saat melihat siapa yang berada di hadapannya, itu adalah Lucia dan Rionandra. Tangan Lucia terlihat memegang erat lengan Rionandra seolah sedari awal pria itu adalah miliknya. Valeria mendengus melihat pemandangan ini, apa mereka tidak tahu malu sama sekali?

"Sungguh kejutan yang menyebalkan," ujar Valeria dingin, malas menanggapi sapaan ramah Lucia yang sengaja dibuat-buat.

"Sedang apa kamu di sini, Valeria?" Tanya Rio, terlihat masih merasa kesal karena Valeria memutuskan hubungan mereka begitu saja. Meski ia sudah berselingkuh dengan Lucia, tapi tidak seharusnya Valeria memutuskan hubungan mereka hanya karena kesalahan sepele seperti itu. Ia hanya bermain-main dengan Lucia, tapi Valeria menganggapnya mengkhianati cintanya hingga ia memilih putus.

"Apa aku harus menjawabnya?" balas Valeria dengan begitu sinis. Pemandangan saat Rio menyelingkuhi dirinya bersama Lucia di sebuah kamar masih terbayang di dalam benaknya. Valeria merutuk, kenapa ia harus bertemu kedua serigala berbulu domba ini di sini?

"Astaga, Kak Val. Apa Kakak masih tidak bisa menerima perpisahan Kakak dengan Kak Rio hingga harus melakukan hal seperti ini?"

"Apa maksud kamu?"

"Aku jadi merasa sangat bersalah, Kakak pasti melakukan ini karena masih sangat mencintai Kak Rio. Maafkan aku, Kak,"

"Katakan sebenarnya apa maksudmu? Jangan bicara berputar-putar," ucap Valeria dengan geram mendengar nada bicara Lucia yang mulai menyebalkan.

"Kakak datang kemari untuk menguntit kami yang terlihat sangat bahagia, iya kan? Astaga Kakak... Apa Kakak harus melakukan ini untuk kembali mendapatkan perhatian Kak Rio?"

Valeria terperangah mendengar ucapan Lucia, ia tidak menyangka Lucia akan bicara seperti itu. Menguntit katanya? Itu sungguh berlebihan.

"Benarkah itu Val? Benarkah kau menguntit kami?" timpal Rio dengan wajah penasaran.

"Jangan bicara sembarangan, untuk apa aku menguntit kalian? Aku datang kemari dengan seseorang." balas Valeria dengan cepat. Ia menolehkan kepalanya kesana kemari, sebenarnya kemana atasannya itu?

"Dengan siapa? Aku tidak melihat siapapun di sekitar Kakak. Sudahlah Kak, jangan mengelak lagi. Kakak sudah ketahuan oleh kami,"

Valeria berdecak, sungguh merasa kesal dengan Lucia yang begitu picik. Sialnya lagi, kemana Revan Mahendra saat ia membutuhkannya?

"Lihat bukan? Kak Valeria tidak bisa membuktikannya. Dia memang menguntit kita, Sayang." ujar Lucia berapi-api ke arah Rio.

"Kau seharusnya tidak melakukan ini, Val. Aku jadi merinding mendengarnya. Itu menakutkan,"

Valeria semakin terperangah. Sial, ia jadi terpojok oleh kedua orang gila ini. Memangnya ia tidak ada kerjaan lain? Untuk apa ia menguntit mereka?

"Maaf kamu jadi menunggu lama, Val. Tadi aku pergi ke toilet terlebih dulu.

Valeria terhenyak saat mendengar suara bariton dalam dari arah belakangnya, Revan terlihat menghampiri dirinya lalu merangkul bahunya dengan akrab. Sangat akrab hingga membuat kedua orang di hadapannya ikut terkejut.

"Ah ternyata Kakak memang datang dengan seseorang," gurau Lucia merasa malu.

"Siapa kau? Bagaimana bisa kau datang dengan Valeria kemari?" Tanya Rio dingin saat melihat kedatangan Revan yang tiba-tiba.

Revan mengulas senyuman lebar lalu mengulurkan tangannya ke arah Rio, "Saya teman dekat Valeria saat ini, Revan Mahendra. Senang bertemu dengan kalian."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status