Kobaran api terlihat semakin membesar dan bahkan terdapat api yang berbentuk bulat-bulat menggelinding ke arah kami. Aku menarik Nona Lisa untuk menjauh dari sana, tentu saja karena api yang berjalan ke arah kami bukanlah api sembarangan. Mungkin itu api yang sengaja dibuat oleh bangsa lembut atas utusan dari manusia jahat agar mencelakai kami berdua.“Randu, aku takut!” Nona Lisa langsung memelukku erat. Kilat itu seketika membuat warung mendadak terbakar dan seperti ada yang tidak biasa. Asap kabut mengepul memenuhi area yang kami jadikan tempat berlindung dan api-api yang tadi menggelinding pun berubah menjadi makhluk-makhluk yang mengerikan dengan taring yang tajam dan kuku yang terlihat hitam. “Ran, aku takut,” ucap Nona Lisa. Aku berusaha berlari menuju ke sepeda motor ku hingga baru aku sadari, motorku mendadak tak ada.“Motornya mana, Ran?” tanya Nona Lisa kaget dan ketakutan. “Ini kita juga sepertinya bukan berada di tempat yang tadi. Lalu di mana kita berada?”Kikiki …Raug
Rasanya bumiku berputar. Entah di mana sekarang aku berada. Yang jelas, gelap dan bahkan aku tak bisa melihat apa apa. Suara suara pengganggu dari alam lain pun sudah tak lagi aku dengarkan selain gelap dan sunyi.Apakah aku sudah mati? Apa aku sudah pindah alam?Rasanya masih tidak percaya jika aku kini terjebak di dunia lain. Aku tak bisa kembali dan aku tak tahu harus bagaimana. Aku mencoba bangkit meski meraba raba di mana aku berada. Aku berjalan dan berusaha melangkah untuk mencari titik jalan keluar dari kegelapan ini. Sembari membaca doa dan terus melangkah, aku putuskan ikhtiar. Berharap Allah melindungiku.“Randu,” panggil seseorang. “Randu.”Suaranya sangat mendayu, membuatku bertanya tanya, siapa yang sedang memanggilku. Aku tak kenal, aku sama sekali tak tahu suara siapa itu. Aku mengucek mataku yang terasa gatal, mendadak seperti ada serangga yang masuk ke dalam mataku. Begitu aku mengucek mata, mendadak aku kaget saat diri ini sudah berada di kamar yang sudah dihias s
..Samar samar aku merasa tubuh ini melayang. Tak melihat apapun, hanya merasa terbang lalu seperti ada sorot cahaya menembus indra penglihatan. Perlahan suara suara lantunan zikir dan doa berkumandang, terdengar sangat menyejukan.Apakah aku sudah di alam barzah. Apakah aku sudah menjadi budak setan dan iblis? Apakah aku diselamatkan oleh Allah dan kini sedang menunggu di alam lain.Banyak sekali pertanyaan yang bercokol dalam otakku. Tak bisa aku melihat apapun selain sorot cahaya yang akhirnya membuatku merasa silau. Berusaha, aku pun perlahan mencoba membuka mata. Berjalan dan mengikuti cahaya akhirnya menuntun kepada jalan yang terang. Aku terus berjalan dan Mencari hal yang mungkin saja bisa aku lihat dengan mataku.“Sudah bangun, Tadz. Sudah bangun,” teriak seseorang yang aku dengar suaranya. Aku melihat seluruhnya. Aku paham tempat ini. Aku pun mengerjap, lalu wajah Nona Lisa terlihat di depanku. “Nona? Inikah kamu?” Aku langsung bangkit dan memeluknya. Rasanya sangat kaget
"Hah?""Non mau nggak jadi istri saya?" tanyaku saat melihat wajah Nona Lisa mendadak kaget."Serius?" tanya Nona Lisa."Nggak ding, bercanda. Saya sadar diri non kalau saya memang tidak mungkin mendapatkan nona Lisa yang lebih kaya dari saya. Dari reaksi Nona Lisa saja saya sudah tahu jika tidak mungkin seorang random mendapatkan berlian seperti Nona Lisa. Pak Ustad, tolong kasih tahu sama santriwatinya untuk berlomba-lomba mendapatkan hati saya yang wajib kawin ini. Siapa tahu nanti ada yang bener-bener suka sama jomblo karatan yang nggak laku-laku dan kasihan ini, Pak Ustad," ucapku melirik pada Syarifah. "Papa saya akan datang ke sini untuk menjemput saya. Nanti Ustad Husni dan Randu silakan berembuk dan tanyakan tentang keinginan memiliki saya. Saya tidak menolak jika memang papa saya mengizinkan saya menikah," ucap Nona Lisa membuat kami semua tentu kaget mendengarnya."Nggak usah repot-repot non. Saya nggak punya keberanian untuk melamar Nona Lisa pada papanya Nona Lisa. Say
Pagi hari aku dibangunkan suara murottal anak anak santri. Aku diminta untuk ikut berjamaah karena kata Abah dan Ustad semakin aku menebalkan ketakwaan maka Allah akan selalu melindungiku setiap saat. Malaikat subuh yang namanya sering jadi aroma parfum nampaknya bagian dari keistimewaan orang yang suka bangun lebih awal sepertiku saat ini.“Nggak denger apa apa lagi?” Sebuah tepukan di pundak membuatku menengok dan akhirnya tersenyum.“Nggak, aman udah kayaknya demitnya lagi semedi dulu.” Ujarku saat melihat Hamzah yang ternyata sudah lebih dulu bangun dariku.“Bray, gimana rasanya di detox dengan ruqyah? Aura auranya, lo ngebet kawin juga?” tanyaku. “Siapa sih yang nggak mau melakukan hal lumrah itu? Kita udah dewasa, kalau misal mau halal ya memang harus nikah,” jawab Hamzah.Selepas shalat tadinya aku mau ke rumah Pak Ustad. Beliau tadi tidak kelihatan, mungkin sedang beristirahat di rumah sederhananya. “Kalau lo jadi gue, lo milih Ipeh atau Nona Lisa?” tanyaku yang juga san
..“Apa maksudnya, Bah?” tanyaku.Abah hanya tersenyum dan mengangguk saja. Lah, dikira indra keenam aku bisa menembus kata hatinya apa. Ada ada saja Abah. Semoga ini bukan sebuah doorpresie harus menikahi anak si Abah yang kini sudah jadi Hafidzah di usia 18 tahunnya.Semua memandang dengan serius kedatangan tamu kali ini. Kedua orangtua Nona Lisa juga terlihat sangat marah satu sama lain. Aku memasang wajah lugu, berharap tidak disalahkan atas insiden yang tentu saja di luar kuasaku. Aku sudah mewanti-wanti Nona Lisa, semoga dia bisa ikut menjelaskan."Kedatangan kami ke sini tentu untuk menjemput anak saya yang sudah diculik oleh Randu, karyawan yang mungkin saja sakit hati karena baru saja kemarin saya pecat. Meskipun anak saya menjelaskan jika bukan seperti itu kronologinya tetapi saya kecewa karena dia membawa anak saya tanpa izin dan tentu saja tanpa sepengetahuan kami," Ucap pak bos yang sudah mulai mengutarakan isi hatinya itu. Aku memilih menyimaknya saja dan tidak ingin me
"Jadi menurut bapak bagaimana? Apa kiranya setuju jika anak bapak itu langsung menikah saja dengan Randu?" tanya Ustad Husni pada Pak Bos.Prank!Kami menengok ke arah suara di mana terdengar benda jatuh dari belakang. Aku melihat dan mendengar suara Syarifah yang meminta maaf. Apa mungkin dia kaget dengan pertanyaan dari Abah mengenai lamaranku atau sengaja mengalihkan suasana agar tidak tegang. Temanku yang satu itu sangat pengertian sekali dan mungkin saja Dia sedang mengalihkan suasana biar nggak begitu canggung saat ini. Mungkin sih."Kami belum kepikiran untuk hal itu tetapi kalau memang jalan keluarnya menikah tentu akan saya pertimbangkan mencari calon jodoh untuk dia yang lebih baik. Sekiranya Randu bisa memperbaiki sikapnya dan tentu saja bisa menunjukkan dedikasinya sebagai calon menantu di perusahaan tentu itu bukanlah hal yang buruk. Yang penting untuk sekarang ini kami bisa membawa Lisa pulang dan kondisinya memang sudah baik-baik saja," ucap Bu Bos."Ma! Jangan menyela
"Cie, yang langsung didukung melamar kan jodohnya sama Pak Ustad dan Abah kyai. Gimana rasanya?" ledek Hamzah begitu mobil Nona Lisa sudah pergi. Dia menepuk pundak ku hingga aku sadar, aku melamun di pinggir jalan."Apapun hasil keputusan tadi ustadz harap kamu bisa semakin mawas diri dan mengencangkan doa, semoga memang ada jodoh yang siap untuk kamu nikahi lahir dan batin," Ucap pak ustad yang juga ikut memberikan semangat saat aku ditolak mentah-mentah oleh pak bos."Sebenarnya, ada jodoh cuman kayaknya si Randu ini nggak ngeuh pak ustad," ucap Hamzah."Iyakah? Emangnya selama ini dia dekat dengan siapa? Kalau memang ada dilamar saja. Laki-laki harus gentle apalagi ini terkait dengan kesehatan jasmani dan rohani sebagai orang yang punya kelebihan seperti kamu, Ran," ucap Ustad Husni."Ngawur nih Hamzah. Mana ada wanita yang mau nemplek sama laki-laki miskin seperti saya. Jangankan wanita, lalat saja insecure deket sama saya saking sama-sama jeleknya. Kalaupun ada, paling makhluk a