Share

Jodoh Di Tangan Papa
Jodoh Di Tangan Papa
Author: Erna Azura

Tempat Pelampiasan

Seorang gadis menenggak minuman beralkohol pada gelas ke lima.

Minuman tersebut terasa panas mengalir melalui tenggorokannya sepanas hatinya saat ini.

Dentuman musik yang dimainkan DJ terdengar kencang hingga memekakan telinga juga menggetarkan dadanya yang sedang bergejolak oleh amarah.

Matanya dengan sering melirik ke arah meja VIP yang sengaja dibooking oleh pria bernama Liam-si anak pengusaha terkaya di Singapura.

Malam ini Liam sedang mengadakan sebuah pesta lajang.

Tiga tahun sudah Liam menjalin kasih dengan Arsha namun seminggu yang lalu bagai mendengar petir di siang bolong, Liam memutuskan Arsha secara sepihak.

Pria itu mengatakan bila ia telah dijodohkan oleh sang Ayah dengan seorang anak pengusaha terkenal asal Surabaya yang juga merupakan sahabat Arsha ketika berkuliah di Singapura.

Oke, Crazy Rich Singapura menikah dengan Crazy Rich Surabaya.

Pesta pernikahan esok hari yang di gadang-gadang akan menjadi pesta pernikahan termegah tahun ini diselenggarakan di ballroom hotel paling ikonis di Singapura.

Hati Arsha meradang ketika melihat Liam tampak bahagia dikelilingi teman-teman sesama pengusaha muda lainnya.

Bisa-bisanya pria itu tidak merasakan sedih sedikitpun setelah kandasnya hubungan mereka begitu saja.

Liam dan pria lainnya tertawa sambil minum-minum, menggoda wanita yang di sewa Liam untuk melupakan penatnya dunia tempat mereka berlomba mengais rezeki.

Entah apa yang merasuki Arsha hingga memaksa untuk datang ke Singapura, menyiksa diri sendiri melihat kebahagiaan yang akan disongsong Liam.

“Brengsek!” umpat Arsha, mencengkram gelas yang masih berisi minuman memabukan.

“Ca, kita pulang aja yuk!” bujuk Rachelia Audryna, sahabat terbaik Arsha yang selalu setia meski seabsurd apapun tingkah gadis itu.

“Sakit hati gue ... sakit banget, Rachel ...,” Arsha meracau, raut wajahnya tampak nelangsa.

“Udahlah, Ca ... mungkin dia memang brengsek, Tuhan lagi ngejauhin dia dari lo dan pasti udah menyiapkan yang terbaik buat lo ... .”

Rachel berusaha menenangkan, sejujurnya ia pun merasakan sakit seperti yang sedang dirasakan Arsha saat ini.

Sebagai sahabat Rachel tau percis bagaimana hubungan Arsha dengan Liam selama tiga tahun terakhir.

“Kita balik ke kamar, yuk!” ajak Rachel namun Arsha menggelengkan kepala, menolak.

“Lo duluan aja, gue di sini sebentar lagi.”

“Tapi udah ya minumnya, jangan minum lagi nanti lo mabuk ... gue juga udah pening nih kepala mau langsung tidur.”

Arsha mengangguk membalas ucapan Rachel, di usapnya kepala Arsha penuh prihatin kemudian turun dari kursi bar.

Nightclub dan hotel tempat mereka menginap berada dalam satu gedung yang sama sehingga Rachel tidak khawatir akan terjadi sesuatu dengan Arsha.

Hanya tinggal masuk ke dalam lift kemudian menekan tombol, maka Arsha akan langsung berada di lantai di mana kamar mereka berada.

Sejujurnya Rachel ragu sewaktu Arsha membooking kamar di hotel tempat berlangsungnya pernikahan Liam dengan Lizzy.

Terbayang dibenak Rachel bila Arsha akan memporak-porandakan pesta tersebut merubah pesta impian setiap gadis menjadi pesta terburuk yang pernah ada.

Akan tetapi kini Arsha telah dewasa, umurnya sudah menginjak dua puluh lima tahun jadi sepertinya tidak mungkin Arsha masih berani berbuat nekat.

Rachel melangkah gontai menuju lift yang merupakan pintu keluar nightclub tersebut, pandangannya sedikit kabur akibat terlalu banyak minum.

Beginilah bila lahir dari keluarga yang mengharamkan minuman beralkohol, ketika hanya sedikit saja menikmati tequilla yang manis itu, tubuh Rachel menolaknya.

Ia masih sadar ketika pintu lift terbuka, menampilkan sosok pria yang sangat dikenalinya.

“Rachel!” panggil sang pria tampan bertubuh atletis yang tinggi menjulang membuat Rachel mendongak.

“Bang Kama!!” Rachel memekik sambil membulatkan matanya.

“Ngapain di sini?” tanya Kama, ekspresi wajahnya tampak tidak bersahabat.

Bagaimana tidak, ia melihat sepupunya berada di nightclub terlebih nightclub tersebut berada di Negara lain bukan di Negaranya sendiri.

“Bang Kama ngapain di sini?” tanya Rachel takut-takut.

Sepupunya itu berdomisili di Vietnam, memegang salah satu perusahan sang Ayah di sana. Rachel tidak pernah menyangka akan bertemu dengan Kama di Nightclub Singapura.

“Ada undangan Bachelor Party dari klien Abang, kamu belum jawab pertanyaan Abang,” tuntut pria yang memakai kemeja hitam dengan tangan dilinting hingga sikut.

“Anter temen yang patah hati, Bang ... mantannya lagi Bachelor Party di dalem ... tapi sekarang Rachel mau balik ke kamar kok, Bang ... jangan bilang Mama sama Papa ya, please!”

Rachel menyatukan kedua tangannya di depan wajah, memohon agar Kama tidak mengadukannya kepada Mama Rahma terutama Papa Kenzi yang merupakan Kakak dari Ibu sang sepupu.

Bila Papanya tau, ijin liburan keluar Negri tidak akan pernah ia dapatkan lagi.

Kama mendecakan lidah, ekspresinya tampak kesal namun tak ayal ia pun mengangguk mengiyakan.

Dalam Nightclub tersebut hanya satu orang yang mengadakan pesta bujang, tidak salah lagi bila mantan kekasih sahabatnya pasti adalah klien dari sepupunya.

Abaikan saja lah, saat ini kepala Rachel sangat pening, ia harus segera masuk ke dalam kamar kemudian tidur hingga besok siang bila perlu.

“Rachel ke kamar ya, Bang!” pamit Rachel sebelum Kama memarahinya.

Bergegas Rachel masuk ke dalam lift kemudian menekan panel tombol di dinding lift.

Sementara si putra pertama Rendra Gunadhya yang merupakan salah satu pengusaha terkaya di Indonesia, melangkah santai menuju meja yang ternyata sudah ada beberapa sahabatnya juga di sana.

Tampaknya para pengusaha muda tengah berkumpul pada pesta bujang Liam saat ini.

Kama menyapa beberapa yang ia kenal termasuk Liam lalu duduk di samping Boon-Mae—sahabatnya yang merupakan pengusaha muda dari Thailand.

“Sepertinya di sini hanya kamu yang belum menikah,” ujar Juan-si pengusaha muda asal Philipina kepada Kama.

Yang bersangkutan hanya tersenyum sebagai tanggapan, bagi Kama dengan kesibukannya yang tidak mengenal waktu tampaknya tidak mungkin untuk dirinya terlibat dalam mahligai pernikahan.

Perusahaan di Vietnam sedang maju pesat dipimpin olehnya dan sang adik kembar bernama Kalila, sungguh bukan pilihan yang tepat bila ia harus berkeluarga di saat ambisi dan kesuksesannya sedang berjalan beriringan.

Mengingat sang Bunda yang selalu kesepian ketika Ayahnya bekerja membuat Kama trauma untuk berumah tangga.

Ia tidak mau membuat wanita yang dicintainya kesepian seperti yang Bundanya alami namun hal tersebut menjadikan Kama dingin pada setiap wanita dan enggan memiliki hubungan serius dengan wanita manapun.

“Minum?” tawar Quan yang merupakan saingan bisnis Kama di Vietnam.

Meski Quan adalah warga negara asli Vietnam dan perusahaan Ayahnya sudah lebih dulu berjaya di sana, akan tetapi Kama mampu menyaingi dengan sangat mudah karena didampingi kembarannya Kalila-si pelobi ulung.

Seringai terbit di bibir Quan ketika Kama meraih gelas tersebut kemudian meminumnya hingga habis tidak bersisa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status