Jasa, jasa dan jasa saja yang mereka tau, dasar mereka semua memang picik. Sungguh aku malu mengakui mereka sebagai saudara. Sekilas aku dan Mas Anam saling lirik, Mas Anam hanya mengedikkan bahunya tanda jika keputusan ada ditanganku. "Baiklah, sebelum aku memberikan apa yang kalian minta, mari kita berhitung terlebih dahulu, dan sebelumnya aku pastikan sekali lagi, apa kalian yakin akan minta balas jasa berupa uang dariku? " tanyaku pada ketiga orang itu dan mereka kompak menganggukkan kepala. "Oke, mari kita berhitung terlebih dahulu, agar kalian paham siapa seharusnya disini yang mengembalikan jasa, aku atau kalian." ucapku sembari mengambil kertas dan pulpen yang ada di laci meja ruang tamu. "Apa maksud kamu membalas jasamu? " tanya Mbak Tiwi bingung, dan sepertinya bukan hanya Mbak Tiwi, Mas Tio dan Mbak Meri yang bingung melainkan Mas Anam juga. "Kalian lihat dan dengarkan saja aku, maka kalian akan paham. ""Sekarang mari kita ulas dari awal dulu ya, aku diasuh oleh orang
"Ke, kenapa kamu tega sampai merinci itu semua? " ucal Mas tio yang mulai tergagap. "Lho, yang mulai siapa? Kan kalian yang datang ke rumahku dan membahas hal itu, padahal tadinya aku ingin mengikhlaskan hak ku itu untuk kalian, tapi melihat kalian seperti ini kok kayaknya menyenangkan jika aku melihat kalian semua menjadi gembel, " aku tersenyum mengejek pada Mas Tio, Mbak Tiwi dan juga Mbak Meri. Pov authorTio, Tiwi dan Meri tidak menyangka jika Riri akan merinci dengan sedetail itu, bahkan mereka tidak menyangka jika uang yang telah dikeluarkan oleh orang tua Riri adalah sebanyak itu, yang tadinya Riri sudah tidak mengungkit masalah uang itu, gara-gara ketiga saudara Riri mengungkitnya, kini Riri menjadi manusia yang tega. Sedikit terbesit penyesalan dalam benak ketiganya, bagaimana jika Riri benar-benar mengambil kembali hak nya. "Gimana? Mau dengan sukarela menyerahkan sisa uang milikku itu atau mau dengan paksaan? " ucap Riri lagi memecah pikiran ketiga saudaranya itu.
"Ssst, sudah tak usah dipikirkan, atau gini aja, kamu, Mas antar ke rumah Papa dan Mama, Mas gak tega membiarkanmu dirumah sendirian, Mas khawatir sama kamu juga anak kita ini, " Anam memegang perut istrinya yang masih rata itu. "Sudahlah, Mas, aku tak apa-apa. ""Ayolah, Ri, kali ini saja jangan keras kepala, nanti pulang dari kampus, Mas jemput kamu lagi. "Akhirnya Riri pun menuruti keinginan suaminya itu, karena biar bagaimanapun Anam adalah kepala rumah tangga, surganya Riri ada pada Anam, jadi sudah kewajiban Riri untuk menuruti apa yang Anam ucapkan selagi itu baik. ***"Mas pergi dulu ya, kamu di rumah Ma istirahat, nanti pulang kuliah Mas langsung kesini, " titah Anm pada Riri saat mereka sudah ada di depan gerbang rumah orangtua Riri. "Iya, Mas, hati-hati, jaga mata jaga hati, ada istri dan anakmu yang menunggu disini. ""Siap tuan putri, Mas janji akan selalu memberikan hati dan mata ini hanya untukmu, ya udah, Mas pergi dulu ya, " ucap Anam dengan mencium kening Riri, l
"Eh kamu, Ma, ngagetin aja. ""Kamu lagi ngeliatin siapa sih? " tanya Irma yang terheran melihat Anita tak melepaskan pandangannya ke arah kelas Anam. "Eh, kamu tau Anam kelas B2 gak? ""Anam mahasiswa baru yang tinggi, kulit putih dan tampan itu? " Anita mengangguk antusias. Terlihat binar terang di matanya saat sahabatnya ternyata mengetahui pria yang disukainya. "Taulah, siapa yang gak tahu sma tuh laki, dari awal kedatangannya di kampus ini banyak cewek yang membicarakannya. ""Masa sih? Kok aku baru tau? ""Huuu, kamu mah kan memang gak doyan sam makhluk berjenis laki-laki, eh tapi tumben nanyain cowok, ada apa? ""Enak aja ngatain aku gak doyan cowok, aku normal kali.""Ya terus? Ada apa nanyain dia?""Kamu bilang kan tadi kalau gak ada cewek yang gak tau soal Anam kan, termasuk kamu dong? " Irma mengangguk menjawab pertanyaan Anita. "Terus kamu juga tau tentang keluarganya? ""Tau, dia udah punya istri, itu sebabnya meskipun dia termasuk cowok idola di sini tapi karena sudah
"Next time aja lah, masa iya baru kenal udah mepet-mepet, nanti di cap murahannya. ""Ya kali obralan makanya murah, hahahaha, " seloroh Irma sembari merangkul pundak Anita dan mereka pun berjalan beriringan meninggalkan kampus mereka, tanpa mereka sadari sedari tadi ada yang mendengarkan obrolan mereka dengan rahang yang mengeras."Sialan, aku sudah bertahun-tahun aku menyukai Anita tapi sekalipun tak pernah ditanggapinya, dan kini Anita menyukai orang yang baru saja dikenalnya? Ini tak boleh terjadi," ucap orang itu sembari mengepalkan tangannya.***Waktu menunjukkan pukul sebelas siang, dan saat itu juga mata kuliah kedua Anam pun selesai. Anam bergegas membereskan peralatan kuliahnya, setelahnya ia pun melangkah menuju parkiran mobil, ia sudah tak sabar ingin segera sampai di rumah dan bertemu dengan sang istri tercinta sebelum menuju ke pabrik, karena kebetulan hari ini Anam ada jadwal meeting dengan orang yang mau menanam saham di pabrik mereka agar jauh lebih berkembang. "Hei
Anam baru saja keluar dari pabrik, ia baru saja selesai meeting dengan klien, sejauh ini perkembangan Anam terbilang pesat, Anam adalah sosok yang cerdas hingga ia bisa dengan cepat mempelajari apa yang Pak Hadi ajarkan padanya. Kini Anam mengendarai mobilnya menuju rumah. Ia sudah tak sabar untuk memeluk istrinya tersebut. Entah kenapa semakin hari rasa sayang dan cinta Anam pada istrinya semakin menggebu. Bukan, bukan karena Riri sekarang telah menjelma menjadi seorang jutawan. Ini murni dari dalam hati Anam yang terdalam. Terlebih lagi sekarang Riri tengah mengandung buah hatinya yang kedua. Tanpa terasa mobil yang Anam kendarai sudah sampai di halaman rumahnya. Bergegas Anam turun dan mengucapkan salam, tidak lama kemudian terbuka lah pintu rumahnya, Riri, sang istri tercinta sudah menyambutnya dengan senyuman termanis yang ia miliki. "Sudah pulang, Mas, " ucap Riri menyambut suaminya sembari mencium takzim tangan Anam. "Belum Sayang, yang datang ini arwahnya, " seloroh Anam.
"Itulah hidup, tidak akan ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Kita sebagai manusia hanya wajib berusaha dan berdo'a. ""Iya, Mas, dan aku merasa sangat beruntung dikelilingi oleh orang baik seperti kalian, terutama kamu, jangan pernah kamu berubah ya. Mas, meskipun kehidupan kita telah berubah," ucap Riri memeluk suaminya. TokTokTokTerdengar bunyi ketukan di pintu rumah Anam. Anam dan Riri saling lirik. Siapa yang datang bertamu malam begini, pikir mereka. Jika orangtuanya biasanya akan mengabari terlebih dahulu. Jika saudara Anam maupun Riri, mungkin saja, tapi bisa jadi juga bukan, sebab setelah kejadian skak mat kemarin keluarga benalu mereka tidak mengganggu lagi. "Siapa. Mas? ""Gak tahu, Dek, kita lihat saja yuk. " ajak Anam pada Riri. "Yaudah tunggu sebentar, aku pakai jilbab dulu. " lalu Riri meraih jilbab instan yang tersampir di kursi makan. Setelahnya, Riri dan Anam menuju pintu depan dan membukanya. Tampaklah disana, seorang wanita cantik dengan kaos dan
"Mbak, percaya sama aku, ini anak Mas Anam. "Anam dan Anita saling beradu argumen menurut kebenaran masing-masing. Riri kemudian beranjak meninggalkan Anam dan Anita menuju kamarnya. Anam yang terkejut melihat kepergian Riri pun berusaha mengejarnya. "Dek, tolong percaya sama, Mas, Dek, " Riri tak menghiraukan ucapan Anam, ia terus saja menuju kamarnya dan kemudian menutup dan mengunci pintu kamarnya. Anam terus saja mengetuk pintu kamar Riri embari memanggil nama istrinya itu. Sedangkan Anita tersenyum puas. Ia merasa rencananya kali ini berjalan dengan sukses, Anita menghampiri Anam yang masih mengetuk pintu kamar mereka. "Sudahlah, Mas, sebaiknya kamu akui saja kalau ini anAk kamu, dan kamu harus segera nikahi aku, " ucap Anita sembari menarik tangan Anam. Anam pun tak sudi bersentuhan dengan Anita, ia menghempaskan tangan Anita sehingga membuatnya sedikit terhuyung ke belakang. "Jangan pernah sentuh tanganku, aku jijik bersentuhan dengan wanita murahan sepertimu! Apakah tida