Share

bab 2

MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 2

Kinar seperti singa yang mendapatkan mangsa buruannya. Tatapan matanya seolah ingin menelan bulat-bulat dua orang tidak tahu malu di hadapannya.

Ini bukan yang pertama, walaupun Kinar sudah jauh hari mempersiapkan hatinya untuk kemukinan terburuk. Namun nyatanya hal itu tetaplah menyakitkan. Terlebih itu dilakukan orang terdekatnya. Dan ternyata, apa yang dikatakan Fitri benar.

"Kau!" Kinar menunjuk mereka dengan tangan bergetar. Ingin rasanya memaki dan menghajar mereka jika saja ini bukan di kantor.

Dada Kinar bergemuruh, darahnya seketika mendidih. Niat hati ingin memberi kejutan, ternyata malah dirinya sendiri yang diberi kejutan yang tak terduga. Dia berusaha sekuat mungkin menahan air mata yang sedari tadi ingin menyeruak keluar, membuat matanya terasa pedih dan panas.

"Apa kalian sudah tidak punya malu. Atau tidak sanggup menyewa hotel untuk memadu kasih, sampai-sampai melakukannya di kantor. Bahkan ini masih jam kerja. Apa perlu aku yang booking hotel untuk kalian?" Kinar berucap dengan menatap tajam mereka berdua,setelah beberapa saat terdiam dan mencoba meredam emosinya.

Kinar berusaha berjalan santai menghampiri mereka, tiga tangkai bunga mawar masih dia genggam kuat di belakang punggungnya. Duri tajam yang melukai telapak tangannya seolah tidak ada rasanya. Tetesan darahnya bahkan sudah menodai baju yang dia kenakan.

Reza menatap istrinya dengan wajah pucat pasi. Diaa bahkan tidak bergerak sama sekali dari tempatnya duduk. Sedangkan perempuan itu berdiri dengan badan bergetar dan wajah menunduk, dia seolah lupa untuk membereskan pakaiannya yang masih berantakan karena ulah Reza.

Kinar tidak ingin jadi wanita bar-bar dengan mempermalukan diri sendiri karena ulah memalukan suami dan Niken- sahabat sekaligus selingkuhan sang suami. Kali ini dia tidak akan tinggal diam, dan hanya memaafkan begitu saja seperti yang sebelumnya. Kinar berusaha kuat di depan keduannya walau nyatanya hatinya seperti ditikam ribuan belati.

Dengan santai Kinar menarik kursi di depan meja kerja Reza. Perlahan menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi itu. Menatap keduanya bergantian dengan tatapan sinis. Reza mulai meremas telapak tangannya karena gugup. Entah kenapa mulutnya tak bisa berucap sepatah katapun.

"Bagaimana, Mas? Bibirnya lebih enakkah dari bibirku? Perlu aku booking hotel agar kalian bisa melanjutkan aktifitas kalian yang tertunda karena kedatanganku?" Kinar bertanya dengan nada sinis dan menatap keduaya tak berkedip.

"Ka-kamu salah paham, Kinar. Ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan," ucap Reza dengan terbata, sedetik kemudian dia menyesal dengan ucapannya sendiri.

Mulutnya seolah tidak mau diajak kompromi. Bukan kata-kata maaf, tapi justru ucapan yang terdengar bodoh. Reza akhirnya menunduk, memejamkan matanya rapat, dan menggigit bibir bawahnya.

"Ohh ya, di mana yang salah, coba jelaskan?" sahut Kinar dengan menyilangkan kaki.

Keduanya hanya diam, tidak ada yang berani menyahut. Kinar menatap keduanya dengan jijik. Rasanya ingin lari sejauh mungkin dari tempat ini, tapi Kinar tidak ingin dianggap lemah oleh mereka. Kuatkan hatimu Kinar, sedikit lagi, batinnya memberi semangat sendiri.

"Ayu, apa kamu masih ada di sana?" panggil Kinar tanpa menoleh.

Ayu yag sedari tadi bengong, gelagapan mendapati dirinya disebut. "I-iya Bu, saya di sini!" jawab Ayu dengan terbata.

"Beresin kekacauan yang kamu buat, ambil vas baru untuk menaruh mawar itu!" titahnya.

Ayu hanya mengangguk, yang pasti tidak akan dilihat Kinar karena posisinya membelakangi. Ayu langsung memunguti mawar-mawar itu, meletakkan di atas meja kerjanya. Setelah itu memunguti pecahan vas akibat ulahnya tadi.

"Satu lagi, tolong tutup pintunya, Ayu. Aku tidak ingin karyawan lain melihat skandal memalukan ini!" lanjut Kinar.

Reza dan Niken langsung mendongak saat mendengar ucapan Kinar. Menatap wajah Kinar bersamaan.

"Iya,Bu!" sahut Ayu singkat, lalu menutup pintu di hadapannya.

Kinar menaikkan sebelah alisnya, melihat mereka mendongak dan menatapnya bersamaan. Lihatlah, betapa kompaknya kalian, gumamnya dalam hati.

"Kenapa kalian melihatku seperti itu? Jangan besar kepala dulu, aku sedang tidak membantu menutupi aib kalian. Reputasi perusahaan ini lebih penting ketimbang kalian berdua.Yahhh, itu kalau kalian berpikir itu aib. Atau mungkin bagi kalian ini sebuah prestasi yang besar," papar Kinar panjang lebar.

Tak berapa lama Ayu datang dengan membawa bunga mawar yang sudah ditata apik di vas yang baru. Dia masuk setelah dipersilahkan oleh Kinar. Meletakkan vas itu di meja kerja Reza sebelah kanan sesuai permintaan Kinar. Setelah tugasnya selesai, Ayu buru-buru keluar lagi.

Kinar menatap bunga mawar di hadapannya dengan senyum miris. Dia lalu melirik Niken yang kini menunduk. Mulutnya gatal melihat penampilan Niken yang berantakan dan seperti tidak ada inisiatif untuk merapikan.

"Tak bisakah kau membenahi pakaianmu, Niken. Atau kau sengaja membiarkannya untuk mempertegas bahwa itu semua ulah suamiku. Karena sedari tadi kau hanya menunduk, tapi tidak pernah berinisiatif membenahi tampilanmu. Matamu tidak buta kan!" ucap Kinar pedas tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga mawar.

Reza langsung menatap tajam Kinar yang sedang mengamati mawar merah di mejanya. Baru sekarang dia mendengar istrinya itu berucap kasar. Yang dia tahu Kinar adalah sosok yang lembut dan penyabar.

Niken sedikit tersentak mendengar ucapan Kinar. Namun dia langsung balik badan memunggungi mereka untuk merapikan bajunya yang memang sangat kacau.

Setelah beberapa saat hanya hening yang melingkupi mereka bertiga. Kinar lantas beranjak dari kursinya. Dia tak tahan untuk lebih lama lagi disini.

"Aku rasa cukup untuk saat ini, Mas. Ada hal yang jauh lebih penting yang harus aku kerjakan!" ucap Kinar setelah dirinya tegap berdiri, dengan menekankan kata penting diucapannya tadi.

Kinar mengulurkan tiga tangkai bunga mawar yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang punggungnya. Reza terkejut melihat telapak tangan Kinar yang sudah dipenuhi dengan darah.

"Ini hadiah untuk kalian," ucap Kinar meletakkan bunga yang sudah bercampur dengan darahnya itu di atas meja.

"Dan, terima kasih untuk kejutannya. Sungguh sangat tidak terduga," lanjutnya lagi.

"Kinar, tangan kamu terluka!" reflek Reza mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Kinar, tapi Kinar langsung menghindar.

"Ouch, ini." Kinar mengangkat telapak tangannya, dia hadapkan ke arah Reza.

"Tak masalah, bahkan aku tidak merasakan sakit sama sekali. Hatiku jauh lebih sakit, ini tidak seberapa," lanjut Kinar lagi dengan menunjuk dada kirinya dengan tangan kanan.

Setelah berucap demikian Kinar langsung balik badan dan keluar dari ruangan itu. Secepatnya dia harus segera keluar dari tempat ini, Kinar sudah tidak sanggup lagi menahan perih hatinya.

"Mas, bagaimana ini?" Kinar masih bisa mendengar pertanyaan Niken untuk Reza, karena dirinya baru saja menutup pintu dan belum melangkah dari tempatnya. Sejenak berpikir untuk menguping, tapi segera diurungkan karena telapak tangannya semakin berdenyut nyeri.

Kinar keluar dari kantor itu dengan muka datar. Dia seperti tidak terpengaruh dengan tatapan para karyawan yang melihatnya dengan tatapan penasaran karena tangannya bersimbah darah, pun dengan bajunya. Setelah keluar dari ruangan Reza tadi Kinar sudah berpesan kepada Ayu agar kejadian ini tidak menyebar. Ayu paham dengan permintaaan Kinar, dia tahu apa yang harus dia lakukan.

Setelah masuk ke dalam mobilnya, Kinar sudah tidak kuat lagi, tangisnya pecah. Sekuat apapun, dia tetaplah rapuh saat mendapati kenyataan bahwa suami yang dia cintai telah mengkhianatinya lagi.

"Halo, kau ada di mana?" tanya Kinar dengan orang di sebrang telpon.

Kinar diam, mendengarkan dengan serius ucapan orang yang dia telpon.

"Baiklah, aku ke sana sekarang!"

Setelah berucap demikian Kinar langsung memutuskan sambungan telponnya. Memasukkan gawainya kedalam tas, lalu melajukan mobilnya perlahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status