MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 51
Sejenak Reza tertegun. Tapi kali ini dia tidak punya pilihan lain. Bisa saja dia pulang dengan taksi, tapi kebersamaan dengan Kinar pasti akan sangat sulit setelah ini."Aku ikut ke sanggar." Reza berkata dengan penuh keyakinan.Kinar menatap Reza dengan menaikkan satu alisnya. "Yakin, Mas?" tanya Kinar memastikan.Reza hanya mengangguk sebagai jawaban."Aku hanya memastikan kamu aman sampai sana," ujar Reza membuat Kinar terkekeh pelan."Nggak perlu sok perhatian, basi!" sahut Kinar tegas. Ucapan suaminya itu justru terdengar menggelikan di telinganya."Apa karena nggak ada uang? Sudah semiskin itukah kamu, Mas?" sindir Kinar seraya membuang pandang.Reza hanya menunduk, lalu tersenyum kecil. Apa yang diucapkan istrinya memang benar meski terdengar menyakitkan."Aku hanya ingin memanfaatkan waktu selagi bisa bersamamu, Kinar," ucap Reza tulus.KinaMEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 52"Apa yang aku katakan memang fakta, Papa. Jika Papa mau menyangkal dan menutupinya, silahkan! Jangan salahkan aku jika suatu saat anak yang Papa banggakan itu justru yang akan mengabaikan Papa."Rudi menghela napas panjang. Menatap papanya yang sudah tersulut emosi. Bukannya takut, Rudi justru seperti menantang. Meskipun pahit, kejujuran memang harus diungkapkan."Apa yang aku ucapkan mungkin terdengar menyakitkan. Apalagi terhadap saudara sendiri. Tapi semua itu juga untuk kebaikan.""Kebaikan macam apa yang kamu bicarakan," sela Pak Baskara dengan napas memburu."Kita tidak tau hidup kita di masa depan seperti apa. Jika bisa hidup sendiri, tak masalah membuat ulah sesuka hati. Tapi jika masih butuh orang lain, baiknya introspeksi dan jaga sikap. Mana tau suatu saat justru kita membutuhkan pertolongan orang yang kita sakiti."Ucapan Rudi bak angin lalu di telinga Pak Baskara. Dia membuang pandang dengan wajah dingin. Hatinya telah tertutu
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 53"Pak Reza. Nggak mungkin Niken menikah dengan Pak reza. Dia kan suaminya Bu Kinar," ucap Bu Niar dalam hati.Dia bahkan sampai beberapa kali mengucek matanya, takut salah lihat. Namun, lagi-lagi memang wajah suami Kinar yang dia lihat di teras rumah Pak Asep.Bu Niar salah satu pengrajin yang ikut bekerja di sanggar Kinar. Sama halnya seperti Pak Asep, dia akan menyetorkan hasil kerajinannya setelah terkumpul cukup banyak. Bedanya, Bu Niar tidak cukup dekat dengan Kinar. Dia hanya sebatas kenal. Beda dengan Bu Asih yang memang sudah dekat dengan Kinar sejak dia dulu bekerja dengan mertua Kinar."Bu Niar kepo juga, yaaaa," ledek ibu-ibu berbadan gempal yang duduk di teras rumahnya, diiringi kekehan ibu-ibu yang lainnya.Bu Niar terkesiap. Dia seolah diseret dari lamunan panjangnya. Sedikit gelagapan, tapi segera bisa menguasai diri lagi."Mending bubar, deh! Jangan bikin dosa di rumah saya," usir Bu Niar."Huuuu." Kompak ibu-ibu itu bersora
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU"Kinar, aku rasa suamimu ada main lagi di belakangmu," ucap Fitri sedikit ragu juga sungkan.Kinar yang sedang fokus pada laptop diam seketika. Dia menghela napas kasar lalu menatap Fitri yang duduk di depannya."Kali ini siapa?" tanyanya setelah menutup laptop lebih dulu."Niken."Kinar menutup mata, sebilah belati seolah ditancapkan tepat di dadanya. Sakit tak terperi."Tapi itu baru dugaanku saja, Kinar," ucap Fitri cepat. Takut Kinar marah dan tak terima."Terima kasih untuk informasinya. Sungguh, nama yang tidak terduga. Tapi semua tidak bisa aku telan mentah-mentah, sebelum aku melihatnya sendiri."Fitri mengangguk paham. Dia tak ingin terlalu ikut campur urusan rumah tangga sahabatnya itu. Yang penting dia sudah memberi tau, agar Kinar lebih waspada.Cinta telah membutakan mata juga membuat Kinar sedikit bodoh. Padahal ini bukan kali pertama suaminya main serong. Dia seolah rela menelan luka-luka itu seorang diri."Kalau gitu aku balik
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 2Kinar seperti singa yang mendapatkan mangsa buruannya. Tatapan matanya seolah ingin menelan bulat-bulat dua orang tidak tahu malu di hadapannya.Ini bukan yang pertama, walaupun Kinar sudah jauh hari mempersiapkan hatinya untuk kemukinan terburuk. Namun nyatanya hal itu tetaplah menyakitkan. Terlebih itu dilakukan orang terdekatnya. Dan ternyata, apa yang dikatakan Fitri benar."Kau!" Kinar menunjuk mereka dengan tangan bergetar. Ingin rasanya memaki dan menghajar mereka jika saja ini bukan di kantor.Dada Kinar bergemuruh, darahnya seketika mendidih. Niat hati ingin memberi kejutan, ternyata malah dirinya sendiri yang diberi kejutan yang tak terduga. Dia berusaha sekuat mungkin menahan air mata yang sedari tadi ingin menyeruak keluar, membuat matanya terasa pedih dan panas."Apa kalian sudah tidak punya malu. Atau tidak sanggup menyewa hotel untuk memadu kasih, sampai-sampai melakukannya di kantor. Bahkan ini masih jam kerja. Apa perlu aku
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 3Kinar melajukan mobilnya pelan, keluar dari gedung kantor Reza. Tidak bisa leluasa memegang setir karena luka di telapak tangannya. Matanya sebab karena sejak tadi dia menangis.Ternyata sesakit ini melihat dengan mata kepala sendiri. Dadanya begitu sesak, seperti ada batu besar yang menghimpitnya. Tak ingin membahayakan diri sendiri juga orang lain, akhirnya Kinar menepikan mobilnya.Kinar menyandarkan kepalanya, dia memijit pelan pelipisnya. Sebelah tangannya meremas dadanya kuat. Matanya terpejam rapat, dahinya berkerut-kerut menahan sakit."Ya Allah, sesakit ini!" gumam Kinar lirih. Dua bulir air matanya menetes lagi.Penampilannya benar-benar berantakan. Baju yang kusut dengan noda darah di mana-mana, rambut berantakan.Setelah beberapa saat menenangkan diri, Kinar melajukan kembali mobilnya."Huftt, setidaknya aku harus kuat sampai tempat Rani!" ucap Kinar dengan menyentak napas kasar.Sekitar lima belas menit mengendarai mobil, akhir
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 4"Aku nggak bisa, Ran. Aku nggak mau Farraz kehilangan ayahnya. Aku rela menderita demi kebahagiaan anakku.""Kebahagiaan macam apa yang akan kamu berikan kepada Farraz? Jika suatu saat dia mengetahui tingkah laku ayahnya dari mulut orang lain, itu akan lebih menyakitkan," ujar Rani kesal dengan melipat kedua tangan di depan dada."Apa yang harus aku katakan pada anak berusia lima tahun, Rani? Bahkan ayahnya pulang terlambat saja Farraz sudah uring-uringan. Mas Reza selama ini sangat pandai menutupi tabiatnya itu, pulang kerja on time, selalu bisa menyisihkan waktu untuk kami berdua, hampir tak ada cela."Dua bulir air mata itu meluncur lagi dari sudut mata Kinar setelah dia selesai berucap. Kebahagiaan yang dia rasakan nyatanya semu. Sifatnya yang mudah percaya juga pemaaf membuat Kinar tak menaruh curiga sedikitpun pada sang suami. Padahal sebelumnya pernah terjadi.Rani hanya menatap sahabatnya itu dengan tatapan iba, tidak tau lagi apa y
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 5"Farraz, Ran!""Ada apa dengan, Farraz?" tanya Rani penasaran."Dia, berantem di sekolah. Tidak biasanya anak itu kayak gini. Selama ini sikapnya manis," ujar Kinar, lalu membuang napas kasar.Ya, saat ini Farraz duduk di bangku sekolah TK. Walau sibuk dengan urusan pekerjaan, setiap harinya Kinar selalu menyempatkan diri untuk mengantar sekolah. Barulah pulang sekolah akan diantar sampai rumah menggunakan fasilitas bus sekolah.Kinar tidak terlalu khawatir meninggalkan Farraz di rumah, karena ada pengasuh juga. Itu sebabnya pulang sekolah pun tidak cemas karena pengasuhnya ikut menunggui di sekolahan. Meskipun demikian hampir semua keperluan Farraz dia yang menyiapkan, suster hanya membantu saat kerepotan saja. Kinar tidak mau kehilangan momen berharga dengan sang anak, sebab itu hanya sebentar dan tidak akan bisa terulang."Sabar, ini ujian. Allah tau kamu kuat, jalani, syukuri, insyaallah semua akan baik-baik saja. Ingat, kamu masih puny
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU 6Tok tok tokTerdengar suara pintu diketuk, membuat Kinar yang baru saja selesai mandi mengurungkan niatnya menuju meja rias. Dia berjalan kearah pintu dengan handuk yang masih melilit rambut di kepala.Kinar membuka pintu perlahan. Saat sudah terbuka Farraz langsung menghambur, memeluk kakinya."Hei, jagoan!" ucap Kinar sambil mengelus kepala putranya.Farraz mendongak, menatap wajah Kinar dengan mata yang sembab. Raut mukanya masih cemberut.Kinar lalu menoleh pada Tari. "Ditinggal saja, Mbak!" ujarnya dengan seulas senyum."Baik, Mbak Kinar," jawab Tari tersenyum lalu mengangguk dan meninggalkan kamar Kinar."Ayo, masuk!" ajak Kinar pada putranya.Perlahan Kinar menutup pintu kamar dan menguncinya. Dia lalu berjongkok, mensejajarkan tinggi dengan Farraz. Menangkup kedua pipinya yang sangat menggemaskan."Anak Mama, gimana sekolahnya hari ini?" tanyanya dengan tersenyum hangat. Bersikap seperti biasa, seolah tidak tau dengan apa yang terja