Rinto tidak melanjutkan perkataannya. Tenggorokannya rasanya tercekat dan sangat sukar untuk bicara. Dia tidak mau kalau Bu Aisyah merah padam kepada dirinya."Kamu kalau bicara jangan separoh-separoh! Jangan buat aku mati penasaran!"Bu Aisyah mulai panik dan jiwa penasarannya semakin meronta. Dadanya terasa sesak karena di rundu penasaran."Ririn itu ternyata istrinya, Bu. Dia sakit hati dipecat dari tempat kerjanya. Terus dia menyuruh Ririn merusak rumah tanggaku dengan Rusly dengan cara mendekati mantan suamiku."Satu tamparan melayang ke pipinya, Rinto. Dia meringis kesakitan. Orang tua mana yang tidak sakit hati mendengar sebuah pengakuan yang sangat menjijikkan."Hentikan, Bu! Jangan pukul dia!"Bu Aisyah melirik ke arahku dengan tatapan tajam."Kenapa kamu membela dia! Pria ini biang kerok yang sudah merusak rumah tanggamu. Kenapa malah membalasnya?!" amuk Bu Aisyah."Bu-bukan begitu, Bu! Maksud aku tolong berhenti kalau sudah lelah menghajarnya."Mata Rinto membelalak. Dia me
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 38: Kehadiran Rinto"Tumben ibu memanggil aku da Ririn kemari, Bu?" tanya Rusly.Rusly heran kenapa ibunya mengundang dia dan Ririn malam ini di sebuah resto terkenal di salah satu kota."Aku mau memberikan berita bagus kepada kalian berdua.""Berita apa? Bukannya ibu sudah membenciku dan Ririn?" selidik Rusly dengan sorot mata melirik ke arahku.Aku pura-pura mengotak-atik ponsel milikku. Biarkan saja Bu Aisyah menyelesaikan masalah yang diberikan Rusly."Tidak ada istilah seorang ibu dendam kepada anaknya. Walaupun si anak sudah berkhianat dan telah melukai hatinya."Bu Aisyah bicara dengan tenang, padahal di dalam hatinya, dia sangat kesal dan ingin mencabik-cabik wajahnya Ririn."Serius, Bu?!" tanya Rusly meyakinkan perkataan ibunya."Ya."Rusly merasa heran. Dia tidak menyangka ibunya baik kepada dirinya."Permisi ... Rendang sapi, Mie Aceh, Soto Medan, Nasi goreng kampung, jus terong Belanda, jus jeruk, jus sawi nenas, jus alpukat, kentang
Rusly dan Ririn semakin tidak mengerti apa maksud Bu Aisyah."Maksud ibu apa? Kalau gila jangan di sini gilanya! Aku tidak mau kalau orang lain melihat tingkah ibu yang aneh.""Hentikan ucapanmu! Kamu kira aku gila! Kamu jauh lebih gila!"Bu Aisyah merah padam. Wajahnya memerah akibat tersulut emosi mendengar perkataan anaknya.Tidak berapa lama, Rinto datang dan muncul di depan Rusly dan Ririn."Apa yang bisa saya bantu, Bu?!" tanya Rinto.Rinto terus berjalan pelan menghampiri Ririn, Rusly, Bu Aisyah dan aku.Sorot mata Ririn sangat tajam. Wajahnya kelihatan merah akibat terkejut dan panik melihat kedatangan suaminya."Silahkan duduk!" perintah Bu Aisyah kepada Rinto.Aku menarik kursi ke belakang lalu mempersilahkan Rinto duduk.Rinto menatap tajam ke arah Ririn. Dia juga sudah muak dan ingin membalas dendam kepada istrinya yang tidak tahu diri. Sebelumnya, Rinto pernah bercerita setelah aku dan Bu Aisyah mengajak kerja sama dengannya."Di-dia siapa, Bu?" tanya Ririn gugup.Aku tid
"Bu-bukan berbohong kok, aku."Ririn mencoba ngeles dan buang badan. Dia juga masih panik memikirkan jawaban apa yang harus dia katakan kepada Rusly, Rinto, Bu Aisyah dan aku."Kalau kamu bukan berbohong? Terus kenapa dia mengaku kalau pria ini suamimu!""Bisa saja dia sirik atau irih melihat kemesraan kita."Ririn masih terus meyakinkan Rusly. Padahal, tangan Rinto sudah mengepal ingin menampar wajah istrinya."Dasar perempuan murahan! Masih saja kamu bisa bersilat lidah di hadapanku. Padahal, aku ini suamimu dan masih sah lagi. Jangan kamu kira selama ini aku diam, seenak jidatmu melakukan apa yang kamu inginkan! Diam itu bukan karena kalah atau lemah. Aku hanya memastikan momen yang tepat untuk membuat kamu sengsara!""Mungkin selama ini kamu tertawa atas penderitaanku, Ririn. Sekarang gantian, aku yang bakalan pemenang dari semua yang kamu lakukan."Aku menumpahkan saus cabai dan saus tomat yang ada di piring kecil di atas meja tepat ke kepala Ririn."Kamu jahat, Nesya!" teriak Ri
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 39: Teka-Teki Apa Lagi?'Apa iya Ririn pakai pelet? Aku kok mudah sekali percaya dan suka sama dia?' tanya Rusly dalam hati."Kenapa kamu malah bengong dan diam?" celetuk perempuan berbaju batik itu kembali."Ti-tidak ... Aku ... Ntah apa yang mau aku katakan."Rusly berkata tidak rapi. Ucapannya ngaur tidak terarah."Sayang, lebih baik kita pergi dari sini," bisik Ririn.Ririn mencoba membersihkan saus dari wajahnya yang sudah mulai kering. Rasa panas di pipi kini mulai terasa."Mau lari kemana kalian?" celetukku."Nggak usah kamu ikut campur. Belum puas kamu menyiksaku bahkan mempermalukan aku di muka umum?" tanya Ririn dengan napas tidak seperti biasanya. Tangannya terus berusaha membersihkan saus yang menempel di pipinya memakai tissu yang ada di atas meja.Aku memasang wajah sangat sangar menatap wajah Ririn. Aku mau melihat bagaimana responnya.Sementara Rusly masih saja dikunci kuat ibu-ibu yang sangat geram dan kesal kepadanya.Semua wani
Aku tidak tahu siapa pemilik nomor ini. Tidak ada sama sekali nomor ini tersimpan di ponselku.[Kamu ada di mana? Aku sekarang lagi di Indonesia, tepatnya di sebuah cafe. Kalau nggak salah dekat dengan alamatmu, loh!]Aku mencoba mengingat siapa pemilik suara ini. Sudah satu menit aku mencoba menerka, tidak juga ada hasil.'Suaranya nggak asing, tapi siapa ya?' tanyaku dalam hati. Inisial namanya sudah ada di ujung bibirku, tapi tidak bisa aku katakan siapa namanya. Aku mengumpat kesal kenapa bisa lupa dengan suara khas ini.[Halo ... Halo ...! Apakah masih ada orang?]Suara bariton itu masih menghantui pikiranku untuk terus menerkanya."Ya ..., Maaf kalau aku ....]Aku me-landing-kan bibirku ke kursi. Otakku sangat lelah menerka dan mencari tahu siapa lawan bicaraku.[Kamu kenapa bisa seperti orang linglung? Bukannya kamu dulu pernah kagum kepadaku?]Aku semakin bingung. Tidak tahu kenapa bisa seperti ini.[Ka-kamu itu siapa sebenarnya, sih? Terus, kamu mau apa?!][Aku mau melamarmu.
Kuputuskan untuk kembali duduk. Aku tidak mau terlalu ambisi untuk menjawab semua penasaranku. Kuputuskan sambungan telepon sepihak. Pada saat aku mau duduk, punggungku ditampar pelan."Astagfirullah! Siapa kamu?" ucapku kaget.Aku langsung menoleh ke arah belakang. Aku heran melihat seseorang yang masih saja terus menatapku. Aku kewalahan mengenalnya. Dia pakai kaca mata hitam dan masker."Siapa kamu? Kenapa kamu menyentuhku?"Aku memasang wajah sangar, kupasang kuda-kuda agar aku bisa menjaga diri."Hei ... Kamu lupa samaku? Dulu kamu pernah menjadi pengagum rahasiaku. Masa kamu sudah lupa begitu saja."Perlahan pria itu membuka kaca mata hitamnya. Dari sorot matanya dan alisnya aku sudah mulai ingat. Namun, namanya tidak bisa kusebut."Masih belum kenal samaku?" cecarnya sambil membuka maskernya.Aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang. Pria yang kudambakan kini telah ada di depan mata kepalaku."Ka-kamu?" tanyaku gugup.Aku tidak berani menatap wajahnya. Aku takut kalau rasa
"Judulnya Bidadari surga 'kan?" tanyaku memperjelas ucapannya.Aku mencoba menerka-nerka. Walaupun aku belum paham betul apa maksud dan tujuannya."Ya, anda benar sekali. Kamu berhak mendapatkan hadiah senilai satu unit mobil dibayar tunai," celetuknya sambil mengulum senyum."Maaf, aku nggak butuh hadiah dari kamu. Aku takut kalau kamu hanya mempermainkan hati dan perasaan seorang wanita."Aku tidak mau berharap lebih lagi kepada seorang pria. Memang benar, pada saat usia remaja aku sangat mencintainya. Aku saja tidak tahu apakah cintaku memang benar-benar tulus atau hanya sekedar cinta monyet atau cinta karet."Kenapa bisa begitu?" potongnya. Dia mengukir wajah heran."Ya. Aku tidak mau jatuh ke dalam lobang yang sama. Aku sudah trauma dengan lika-liku pernikahanku yang penuh dengan drama.""Jangan sama 'kan semua pria seperti yang kamu pikirkan! Aku bukan seperti dia yang telah melukai hati dan perasaanmu."Dia mencoba menghampiri lalu memegang bahuku.Aku terkejut, belum apa-apa,