Dua kali Arjuna membunyikan klakson sebagai kode, tapi tak ada tanda-tanda pintu utama dibuka. Padahal di dalam rumah, Devina yang sedang menonton spontan mengerutkan keningnya, seolah peka dengan suara klakson itu."Ma, Nana kayak kenal sama bunyi klakson mobilnya. Itu bukannya di depan rumah kita, Ma. Nyaring banget kedengarannya," celetuk Devina yang engeuh dengan bunyi klakson.Ratna sebenarnya juga merasakan hal yang sama. Beberapa bulan terakhir waktunya cukup banyak dihabiskan dengan Arjuna. Dan, memang setiap kali lelaki cool itu mampir, dia selalu memberi kode dengan membunyikan klakson mobil."Nggak seperti biasanya ini."Arjuna pun memutuskan turun. Namun, saat ingin mendorong pagar yang berukuran kecil, rupanya sudah tergembok."Tumben jam segini Ratna sudah gembok pagar? Apa karena demi keamanan? Atau …."Tak ingin berlarut bertanya dalam hati. Arjuna pun menyeru nama janda satu anak itu.Arjuna pun merogoh ponsel dari saku celananya untuk menghubungi Ratna. Dia segan jik
Pagi Sabtu, Ratna dan Devina tampak sibuk di taman depan rumah. Devina menyiram bunga, sedangkan Ratna mencabuti rumput-rumput liar yang tumbuh. Meski tak diragukan lagi saldo yang tersimpan di rekeningnya. Meski tak sedikit keuntungan diraihnya karena menjadi investor terbesar, semua itu tak membuat Ratna angkuh dan sombong. Dia tidak gengsi sama sekali melakukan hal-hal yang kotor, seperti yang dia lakukan sekarang."Ma, baju untuk besok sudah mama siapin?" tanya Devina sembari menyirami bunga mawar putih kesukaan mamanya.Deg!!!Jantung Ratna bergetar hebat, seolah darah yang mengalir di tubuhnya juga berhenti sesaat."Belum. Nanti mama siapin ya. Agak siangan nggak papa 'kan?""Iya, Ma."Mereka pun kembali meneruskan pekerjaan masing-masing. Dan, tak lama keheningan yang tercipta di antara ibu dan anak ini berakhir dengan seruan seseorang di balik pagarnya."Ratna … Devina …." Mulut Wati menyeru nama mantan menantu dan cucunya, sedangkan matanya terbelalak sempurna menatap mobil y
Mobil yang dikemudi Ratna melaju stabil menuju rumah sakit. Dibalik gundahnya soal Bram, tapi ada kesenangan disela gundahnya itu."Mama baru tahu kalau kamu bisa bawa mobil. Selama ini kenapa kamu nggak pernah minjam mobilnya, Bram? Malah lebih suka naik angkot," celetuk Wati setelah setengah jam perjalanan. Tampaknya dia begitu kagum naik mobil baru. Meski, jauh beda kelas dengan mobil yang dipakai Bram.Ratna sempat menoleh ke kaca spion atas memastikan putri semata wayangnya, tampak Devina tengah tertidur pulas."Karena aku nggak punya mobil sendiri, Ma. Mobil yang di rumah kan punya anak mama. Ngasih nafkah ke aku aja pelit, mustahil kalau dia bakal minjemin. Aku rasa mama nggak lupa soal perlakuan anak mama dulu.""Rat … kamu masih dendam sama Bram?""Dendam sih enggak, ya, Ma. Tapi aku selalu ingat gimana dulu.""Berarti kamu juga masih ingat kalau mama dulu sering khilaf sama kamu?" tanya Wati dengan suara rendah."Ya jelas, Ma. Memory ku masih belum jelas aku ingat. Lagian ma
Devina sempat terdiam sejenak, apa yang terjadi di dalam kamar rawat inap beberapa menit lalu, seolah tereka ulang dalam benaknya, membuat Devina seperti orang ketakutan.Tanpa dia sadar, Devina menggenggam tangan Ratna dengan sangat kuat, hingga mamanya itu merasakan agak perih."Na ... Devina," panggil Ratna."Hah ... nggak, Ma. Pulang saja. Nana takut, apalagi pada marahan begitu," ucap Devina yang sekali menoleh ke arah kaca jendela."Nggak nunggu, Nenek?" tanya Ratna memastikan."Nggak, Ma. Takut, Nana. Rupanya nenek masih suka pemarah seperti dulu.""Jadi kita pulang aja?""Iya, Ma pulang aja." Ratna dan Devina pun kemudian berlalu dari depan kamar.Serang-menyerang yang belum usai, membuat keduanya tak sadar sama sekali jika Ratna dan Devina sudah tidak ada di ambang pintu."Bram, mama pulang. Buang energi kalau berdebat dengan manusia ular ini," ucap Wati. Namun, dia tersentak kaget ketika membalikkan tubuhnya."Mana Ratna sama Devina tanyanya pada Bram?""Tuh makanya, Ma. Kala
Arjuna menghubungi Ari untuk menggali informasi soal keadaan Bram melalui via telepon karena hari Sabtu aktivitas di kantor off. "Terbilang cukup parah, Pak. Kepalanya terbentur keras ke stir mobil. Kemarin di perban dan bakal di CT-scan." "Kok bisa? Airbag-nya nggak berfungsi?" "Nggak, Pak." "Itu saja lukanya?" "Di bagian wajah ada memar dua titik kalau nggak salah. Terus tangannya itu saja, Pak." "Berarti nggak terlalu parah ya?" "Ya ... semoga saja, Pak. Takutnya kan luka dalam yang parah." Arjuna pun mengakhiri panggilan telepon setelah informasi yang dia terima dirasa cukup. "Mas, sore ini kita jadi pergi?" Arjuna hanya membalas dengan sekali anggukan seraya bangkit dari sofa ruang tamu dan bertolak ke kamar. "Aku akan membuat kamu jatuh cinta, Mas. Dan, kupastikan perempuan yang mengisi hatimu itu akan memudar," ucap Dara dalam hati seraya memperhatikan Arjuna yang menaiki tangga. Santi sedang tidak berada di rumah karena sedang ada acara kumpul dengan teman lamanya.
Arjuna sempat melihat sekilas ke atas, Devina's Bakery. "Kok ini sama kayak namanya anak Ratna. Apa ini toko bakery yang dimaksud Ratna kala itu?" "Mas, kok diam aja. Ayuk masuk!" ajak Dara yang sudah berdiri di pintu masuk yang terbuat dari kaca. "Ish ... malah nggak denger," keluh Dara. Dia pun mendekat dan memukul pangkal lengan Arjuna. "Lamunin apa sih kamu? Liat nama tokonya sampe segitunya. Kenal kah?" tuduh Dara." "Toko lain aja gimana? Ini kan toko baru nanti malah kecewa sama rasanya. Aku ada toko bakery langganan. Ke sana saja!" ajak Arjuna. Lelaki cool ini lebih memilih mendengarkan kata-kata hatinya. "Enggak ah, Mas. Udah sampe sini juga. Masa iya nggak jadi masuk." Dara melanjutkan langkah. Melihat beberapa bakery yang terpajang di beberapa etalase. Selain bakery, di sini juga tersedia minuma dingin, dessert, dan kue basah. "Mau cari bakery seperti apa Mbak?" sapa Ratna ramah. Dara pun menoleh, menatap Ratna dengan penuh seksama dari ujung kaki sampai kepala. "Dia m
"Tunggu ya, Mbak. Saya minta pilih sama calon saya saja," ucap Dara sigap setelah memanggil Arjuna. "Tuh, dia udah masuk!" kode Dara dengan melirikan matanya ke arah pintu masuk."Oh, oke, Mbak," jawab Ratna berusaha ramah. Tak dipungkiri, ada hawa panas yang terasa di relung sanubarinya. Melihat Arjuna dengan gagahnya melangkah menghampiri perempuan cantik dengan pakaian membentuk tubuhnya yang indah. Tinggi semampai yang dimiliki Dara, membuat dirinya terlihat mahal."Jadi benar, toko ini punya Ratna? Bodoh sekali aku nggak pernah tahu. Jadi begini 'kan," ungkap Arjuna kesal meski hanya terucap dalam hatinya.Rasa sesal menyelimuti Arjuna, andai dia bisa memutar waktu, pasti hari ini tidak akan pernah terjadi. Andai tadi dia bersikeras untuk pergi, tapi …"Sini, Mas!" panggil Dara lagi. Terlihat begitu semangat Dara memanggil Arjuna. Lambaian tangannya yang agak melentik cukup menggelikan di pandangan.Meski jantungnya bergedup tak beraturan, Arjuna melangkah yakin, dengan tegap dan
Terasa lama mamanya tak kunjung kembali, membuat Devina bertanya-tanya dalam hati. "Mama mana ya? Kok nggak datang-datang. Apa mama kelupaan kali ya ada aku di atas? Apa aku cari mama aja, ya? Devina memutuskan menghentikan aktivitas di tablet-nya. Dan, keluar dari ruangan. "Tan ... lihat mama Nana nggak?" tanyanya pada salah seorang karyawan yang kebetulan berpapasan dengan Devina setelah menutup pintu ruangan. "Mama Devina di bawah, mau tante panggilin?' tawar perempuan muda itu dengan ramah. "Nggak usah, Tan. Biar Nana aja yang turun, terima kasih banyak ya, Tan." Devina pun pamit karena tidak ingin merepotkan karyawan mamanya itu. Tangan kanannya memeluk tablet sedangkan tangan kirinya memegang kayu pegangan tangga. "Saat di acara penting, Mbak," jawab Ratna sekenanya. Baginya Dara tidak perlu tahu cerita detail awal pertemuannya dengan Arjuna. Sekalipun ingin tahu, jelas lebih baik dia bertanya pada Arjuna bukan pada Ratna. Kening Dara terlihat mengkerut, rasa penasarannya