Ketika mendengar ucapan Mas Raka, aku seperti disambar petir. Tubuhku terasa lemas saat dia berlutut di depanku dan mengungkapkan isi hatinya. Seolah-olah seketika semua rasa marah dan sakit hati hilang sejenak. Namun, waktu berhenti sejenak ketika tanpa sadar, Kalea dan ibunya datang dan mendengar ucapan Mas Raka.Aku bisa melihat raut wajah Kalea yang penuh amarah, dia tak terima dengan pengakuan suaminya. Dalam sekejap, dia menghampiri Mas Raka dan memukulinya. Aku tak tahu harus merasa apa, sebagian diriku merasa puas melihat pertengkaran mereka. Namun, sebagian yang lain bingung apakah ini yang sebenarnya aku inginkan. "Apa kamu bilang, Mas? Kau akan menceraikan aku demi wanita ini? Apa kamu sudah tidak waras? Aku sedang mengandung anakmu! Tega kamu, Mas!" Kalea tampak menghardik Mas Raka dan terus memukuli dirinya.Mas Raka hanya diam terdiam, sambil menghalau pukulan Kalea yang ditujukan ke arah wajahnya berkali-kali.Sementara ibu Mas Raka kini menghampiri diriku dan seolah
Baru saja aku melangkahkan kakiku, tiba-tiba terdengar Ibu Mirna memanggil namaku."Tunggu, Rania!" seru wanita paruh baya itu, menghentikan langkah kakiku.Aku pun tersenyum menyeringai, membiarkan rasa penasaran mengusik pikiranku. "Apa yang membuat Ibu Mirna begitu gelisah? Kenapa dia menahan langkahku? Mungkinkah kali ini dirinya sudah menentukan pilihannya? Apakah dia akan memilih Mas Raka dari pada tuntutan ganti ruginya? Rasanya aku sudah tak sabar ingin tau apa yang kali ini dia putuskan," gumamku dalam hati.Saat aku membalikkan tubuhku ke arahnya, kudengar tapak langkah kakinya berjalan mendekatiku. Kuputuskan untuk menunggu dan melihat apa yang ingin Ibu Mirna sampaikan padaku. "Jangan pergi, Rania?" kata Ibu Mirna dengan tatapan penuh kegelisahan, seolah dia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat.Aku mencoba untuk tetap sabar, walaupun rasa penasaran kian menyiksa. "Ada apa, Bu?" tanyaku, berusaha untuk memberikan kesempatan padanya agar mengungkapkan isi hatinya. B
Setelah melakukan ijab qobul, kini aku dan Pak Attala menikmati pesta pernikahan kami.Bagaikan sebuah mimpi, aku di ajak Pak Attala untuk berdansa dengan memakai gaun pengantin mewah.Sungguh, aku tidak pernah menyangka jika semua ini akan aku alami seperti saat ini.Dulu, aku menikah dengan Mas Raka, hanya dibawa tangan dan itupun ibuku yang banyak membantu Mas Raka dalam mengurus semuanya.Saat itu, himpitan ekonomi memang sedang dialami keluarga kami, terutama oleh keluargaku yang saat itu jatuh bangkrut setelah ayahku meninggal. Oleh karena itu, dia enggan mengeluarkan banyak uang untuk sekadar menyumbang pesta kecil-kecilan dalam pernikahan kami. "Tidak perlu pesta, ini hanya buang-buang uang, karena kamu dan Raka menikah di bawah tangan, aku tidak mau teman-temanku tau, jika aku memiliki menantu seperti dirimu, mau ditaruh di mana mukaku ini?" kata-kata Bu Mirna sampai sekarang masih terngiang-ngiang di telingaku. Aku mengingat semua kata-kata bekas mantan mertuaku saat dia m
Aku benar-benar terkejut dengan pernyataan Mas Raka yang saat itu terlontar di bibirnya begitu saja.Ia seolah tak peduli dengan hati istrinya yang saat itu mendengar apa yang dikatakan itu. Aku benar-benar gugup dan takut jika pernyataan itu akan menimbulkan masalah diantara kami.Tidak ingin semuanya berakhir dengan kesalahpahaman, aku segera berusaha meralat pernyataan Mas Raka yang terlihat sedikit mabuk."Hentikan ucapanmu, Mas! Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan itu? Kau bisa membuat banyak orang salah paham. Aku tidak ingin kau mengatakan pernyataan yang seolah aku masih mengharapkan dirimu. Berhentilah untuk berpikir jika saat ini aku masih mencintaimu," hatiku merasa kesal dan panik, karena tak ingin suamiku akan salah paham kepadaku."Tapi kau dulu mencintaiku, Ran. Aku yakin jika kamu masih memiliki perasaan itu kepadaku, walaupun saat ini kau masih marah kepadaku," ungkap Mas Raka yang seketika membuat amarahku meluap."Berhentilah membuat fitnah, aku da
Dua hari berlalu sejak pernikahan kami selesai, kini Mas Attala mengajakku untuk sementara tinggal di sini, sambil mengurus kantor cabang yang ada di kota Surabaya. Inilah kesempatan emas bagiku untuk memberikan sebuah kejutan pada Mas Raka nanti. Aku sengaja mengajak Mas Raka tinggal di rumahku, dengan tujuan agar mereka tidak tahu siapa sebenarnya Mas Attala. Awalnya, Mas Attala menawarkan agar aku tinggal di apartemen miliknya di kota ini, tapi aku menolak.Sebagai seorang istri dari Bos, perasaanku sangat berkecamuk. Bagaimana bisa aku dengan mudah menerima perubahan drastis dalam hidupku, dan menjalani kehidupan yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari sebelumnya? "Sementara kita tinggal di kota ini, Ran. Aku ingin mengurus kantor cabang ini untuk beberapa bulan ke depan. Kita bisa tinggal di apartemen mewahku, yang sudah aku persiapkan untuk kita tinggali," ajak Mas Raka dengan menyapu lembut pipiku.Aku terkejut saat mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Attala kepad
Aku benar-benar sangat terkejut saat melihat Kalea tiba-tiba ke rumahku dan mengatakan keinginan Mas Raka ingin menceraikan dirinya.Haruskah aku tertawa di atas penderitaannya, setelah apa yang dia lakukan dulu kepadaku? Merebut suamiku di saat aku dan Mas Raka terpisah jauh.Rasa sakit hati yang kurasakan karena pengkhianatan yang dilakukan olehnya dan Mas Raka, sulit sekali dilupakan. Aku bukan wanita yang tak punya perasaan, melihat Kalea yang sedang hamil tua, rasanya tak tega melihat kehidupan pernikahannya dengan mantan suamiku terpuruk. Ditambah, dia yang tiba-tiba bersimpuh di kakiku, tanpa aku memintanya, frustasi dan menyesali apa yang sudah dilakukan kepadaku. "Aku minta maaf, Ran. Aku tahu, aku salah, Ran. Tapi, kau sudah menikah lagi dan memiliki lelaki yang lebih baik daripada Raka, 'kan? Bisakah kau memberikan kesempatan padaku untuk memperbaiki rumah tanggaku yang baru dibangun ini?" pinta Kalea dengan air mata yang berlinang membasahi pipinya. "Aku mohon, Rania,
Memulai kehidupan yang baru, sungguh bukanlah hal yang mudah untuk aku lakukan, terlebih aku harus tinggal dilingkungan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya.Aku menyadari bahwa kini aku harus berubah dan beradaptasi dengan lingkungan baruku nantinya di apartemen, karena Mas Attala sudah memberikan aku waktu untuk beradaptasi menjadi sosok Rania yang baru.Sebelum berangkat, aku tidak lupa berpamitan pada ibuku dan meminta restunya untuk menjalani hidup bersama Mas Attala di apartemen yang ia miliki. "Terimakasih, Bu, sudah memberikan kami tempat selama kami di sini. Rania dan Mas Attala akan kangen tinggal di sini lagi," ucapku, merasakan haru dan sayang yang begitu dalam saat memeluk tubuh ibuku. Mas Attala tersenyum pada kami berdua dan membelai rambutku dengan lembut. "Kita bisa datang ke sini seminggu sekali, jika aku tidak sibuk, Ran. Lagipula kita masih dalam satu kota. Jangan terlalu dibuat sedih, Ran," ucap Mas Attala yang mencoba membuat hatiku tetap tenang. Aku meng
Aku, Kalea, merasakan sakit yang luar biasa, ketika Mas Raka dengan ketada mendorong tubuhku hingga terjatuh di lantai.Saat itu, aku berusaha memelas kepada Mas Raka untuk bisa menolong diriku. Namun, Mas Raka tidak mengindahkan diriku dia berlalu dariku, tanpa sedikit pun mau menolong diriku yang kesakitan, saat ada sesuatu yang merembes dari jalan lahirku.Perutku sangat sakit dan aku hanya bisa berharap ada seseorang yang melihat diriku saat itu.Ketika aku merasa panik yang luar biasa, pikiran-pikiran bergejolak muncul dalam benakku, mengingatkan aku pada kesalahan yang telah kulakukan. Aku merasakan kepedihan yang menderu, mencoba memahami bagaimana mungkin aku sampai di titik ini, di tengah rasa sakit dan ketidakberdayaan yang kurasakan. Hatiku menjerit, mengingat betapa banyak bantuan yang telah diberikan Rania padaku, tetapi aku bahkan tidak bisa berterima kasih dengan tulus, malah dengan sengaja mencuri hati suaminya dan merenggut kebahagianya. "Apakah semua ini adalah gan