Ketika memikirkan Alya yang kemarin memakai pakaian berkuda di arena pacuan, yang tampak begitu polos dengan rambut panjang terurai, Felix masih merasa berdebar.Kenapa Alya harus menjadi wanitanya Rizki?Seandainya dia bersama pria lain ....Karena telah lama bersamanya, sang asisten mungkin tahu apa yang ada di benak Felix. Asisten itu berkata, "Pak Felix, kalau kamu menyukainya, kejarlah dia. Lagi pula, mereka berdua hanyalah masa lalu. Sekarang Nona Alya melajang, mengejarnya juga bukanlah tindakan ilegal.""Kamu nggak mengerti, gampang saja kamu berbicara. Apakah kamu nggak melihat penampilan Rizki? Pria itu sama sekali belum melepas Alya. Kamu menyuruhku untuk mengejar Alya? Bukankah artinya aku akan melawannya?"Sang asisten tampak bingung. "Bukankah Pak Rizki sudah punya tunangan?""Maksudmu Hana? Apanya yang tunangan?""Tapi semua orang berkata seperti itu. Selama bertahun-tahun ini, di sisi Pak Rizki ....""Maksudmu selama bertahun-tahun ini, nggak ada orang lain di sisi Rizk
Perkataan Angga membuat Alya merasa sangat tidak nyaman. Bahkan, ekspresi dan nada bicara Angga yang percaya diri membuat perkataannya tadi terdengar benar.Apa yang tidak ada, dibuat seakan-akan ada."Kalau nggak ada apa-apa, seharusnya kamu akan cuek saat mendengarku berkata seperti itu. Lagi pula, kebanyakan orang nggak akan merasakan apa-apa bila luka mereka yang sudah sembuh disentuh.""Begitu, ya?" Alya terkekeh pelan. "Pak Angga, luka yang sudah sembuh memang nggak akan sakit saat disentuh. Tapi bila kamu memukul luka itu dengan tongkat, apa kamu berani bilang itu nggak sakit?"Mendengar ini, Angga mengangkat alisnya."Aku hanya mengatakannya dengan santai, tapi kamu mendeskripsikannya seserius itu? Atau mungkin, orang yang terluka itu masih belum sembuh karena lukanya terlalu parah."Saat ini, senyum di bibir Alya perlahan menjadi dingin."Kamu salah paham, aku sungguh nggak peduli."Angga mengangkat bahunya. "Bos, kalau kamu bisa mengesampingkan masalah pribadimu dan fokus pad
"Kalau kita benar-benar nggak bisa menemukan sponsor di sini, tentu saja menemukan satu di luar negeri juga bagus. Hanya saja, kita ini perusahaan kecil. Saat ini, orang-orang di dalam negeri kebanyakan mencari pekerjaan yang stabil. Meskipun perusahaan di luar negeri itu besar, tapi mereka jauh. Bisnis mereka juga mungkin nggak matang. Mungkin beberapa orang akan mau datang, tetapi nggak banyak."Mendengar hal ini, Alya juga memiliki beberapa ide."Jadi kalau kita sudah menemui jalan buntu, cara ini masih bisa kita pakai?""Ya. Kenapa? Ada sponsor yang kamu tahu di luar negeri?" Angga memasang ekspresi bergosip. "Apa kamu keberatan kalau aku menanyakan hal pribadi?"Tanpa mendengar pertanyaannya pun Alya sudah tahu, jadi setelah Angga selesai berbicara, Alya langsung menolaknya, "Keberatan."Mendengar jawabannya, Angga tersenyum dan berkata, "Sebenarnya aku ingin bertanya apakah nanti Bos akan menikah lagi, bukankah sekarang kamu lajang?"Alya terdiam.Dia melihat Angga dengan tak ber
Irfan adalah orang yang sangat peka. Kemarin dia hanya menginap satu malam dan malam ini dia tidak bilang akan menginap lagi.Sebelum pergi, Irfan berkata padanya, "Besok pagi aku akan membawakan sarapan dan sekalian mengantarmu."Alya terdiam sejenak, lalu mengangguk."Oke, aku mengerti."Melihat wanita ini tidak menolaknya lagi, Irfan pun mengelus kepala Alya. "Akhirnya kamu nggak bilang nggak usah lagi, ini suatu kemajuan untukku. Ayo teruskan."Alya memandang Irfan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu."Jangan berpikir berlebihan."Sepertinya Irfan dapat memahami maksudnya, tetapi dia masih mengatakan isi hatinya, "Sebenarnya saat kita di luar negeri, aku nggak pernah punya kesempatan untuk memberitahumu, tapi sekarang seharusnya aku punya. Meskipun waktunya nggak tepat, Alya, aku ingin memberitahumu bahwa kalau kamu memilihku, aku pasti akan menjadi seorang ayah yang baik. Aku akan memperlakukan Maya dan Satya layaknya anakku sendiri. Aku juga dapat menjamin, bahwa se
Jika tidak membicarakan siaran langsung, Alya benar-benar hampir melupakan masalah ini.Ketika sedang bersiap untuk kembali ke Negara Surya, kegiatan siaran langsung kedua anaknya untuk sementara dihentikan.Karena faktor lingkungan, mereka tidak mengumumkan kapan mereka akan kembali melakukan siaran langsung. Belakangan ini Alya juga sibuk, jadi dia tidak memperhatikannya.Sekarang, setelah dibicarakan oleh kedua anaknya, dia pun mengeluarkan ponselnya dan mulai membaca komentar.Ternyata, lebih dari setengah bulan telah berlalu. VIdeo terakhir yang dia unggah juga memiliki puluhan ribu komentar.Komentar-komentar ini bertanya kapan mereka akan kembali, bahkan sebuah komentar yang mengekspresikan kerinduannya pada Satya dan Maya juga menjadi komentar terbaik."Hmm." Alya berpikir sejenak. "Sebenarnya dengan tugas sekolah kalian yang sekarang, siaran langsung bukannya nggak mustahil, hanya saja mulai sekarang kita nggak bisa melakukannya terlalu sering. Selain itu, sebaiknya kita lebih
Keesokan harinya.Rizki terbangun oleh telepon dari Andi."Cahya meneleponku, katanya kemarin malam kamu nggak makan?"Semalam Rizki hanya sempat tidur untuk beberapa jam, sehingga sekarang suasana hatinya tidak bagus. Apalagi setelah bangun, dia teringat dengan perkataan Alya yang kejam itu. Wajahnya pun lagi-lagi menjadi masam."Ada apa?"Andi berdecak. "Kita ini teman, apa aku nggak boleh menelepon dan mengkhawatirkanmu meskipun nggak ada apa-apa?""Nggak."Rizki hendak langsung menutup telepon."Tunggu."Andi segera menyela begitu mengetahui niat Rizki, "Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu."Terhadap temannya, Rizki masih memiliki kesabaran. "Katakanlah.""Kamu melukai hati Hana lagi?"Mendengar ini, sarkasme berkilat di mata Rizki."Kenapa? Dia mendatangimu dan mengadu?""Bukan aku, tapi Faisal. Faisal sangat khawatir, jadi dia memintaku untuk membujukmu."Rizki terdiam sejenak."Andi, kalau kamu benar-benar nggak ada urusan ....""Stop, stop." Andi buru-buru menyel
Andi menghela napas. "Nggak bisakah kamu mencari tahu tentangnya melalui cara yang lebih normal?""Aku mengerti."Setelah menutup telepon, Rizki tenggelam dalam pikirannya.Menggunakan cara lain?Mungkin, dia bisa mencobanya....Hari ini, Irfan mengantar Alya kerja.Tentu saja dia sekalian mengantar kedua anak itu ke sekolah.Dalam perjalan ke kantor, Alya terus menatap pemandangan di luar jendela, seolah-olah dia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.Irfan tentu saja tahu apa yang sedang Alya pikirkan.Sejak pulang kemarin, Alya terus melamun."Ada apa?"Meskipun begitu, Irfan masih mematikan musik di dalam mobil dan berinisiatif untuk bertanya.Tentu saja, Alya tidak mendengar pertanyaannya. Ketika Irfan bertanya lagi, barulah Alya tersadar dari lamunannya."Ah? Ng ... nggak apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan masalah perusahaan.""Perusahaan? Bagaimana perusahaanmu belakangan ini? Aku akhir-akhir ini juga sibuk dan nggak sempat bertanya, apa ada sesuatu yang perlu kubantu?" t
Mendengar ini, mata Irfan berkilat."Begitukah?"Dia memaksa dirinya untuk menahan emosi, perlahan dia tersenyum dan berkata, "Perusahaan mana yang memiliki mata sejeli ini sampai bisa menemukan benih unggul seperti kalian?"Alya menatapnya dengan ekspresi rumit.Menerima tatapannya, kegelisahan Irfan pun bertambah."Kenapa?""Dia, yang berinvestasi adalah dia."Meskipun biasanya Irfan sangat tenang, saat ini dia mendadak menginjak rem dan memberhentikan mobilnya di tepi jalan.Alya terkejut dan segera menoleh ke belakang.Untungnya tidak ada mobil di belakang mereka, kalau tidak, mereka pasti sudah tertabrak dari belakang karena Irfan mendadak mengerem.Setelah mobil tersebut berhenti, Irfan duduk di sana dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian dia cepat-cepat menenangkan dirinya."Begitukah?"Alya merasa Irfan sepertinya agak aneh, jadi dia mengangguk."Ya, kamu nggak apa-apa? Bagaimana ... kalau aku saja yang menyetir?""Alya, nggak usah." Irfan menjalankan mobilnya lagi dan menjela