Mendengar ini, mata Irfan berkilat."Begitukah?"Dia memaksa dirinya untuk menahan emosi, perlahan dia tersenyum dan berkata, "Perusahaan mana yang memiliki mata sejeli ini sampai bisa menemukan benih unggul seperti kalian?"Alya menatapnya dengan ekspresi rumit.Menerima tatapannya, kegelisahan Irfan pun bertambah."Kenapa?""Dia, yang berinvestasi adalah dia."Meskipun biasanya Irfan sangat tenang, saat ini dia mendadak menginjak rem dan memberhentikan mobilnya di tepi jalan.Alya terkejut dan segera menoleh ke belakang.Untungnya tidak ada mobil di belakang mereka, kalau tidak, mereka pasti sudah tertabrak dari belakang karena Irfan mendadak mengerem.Setelah mobil tersebut berhenti, Irfan duduk di sana dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian dia cepat-cepat menenangkan dirinya."Begitukah?"Alya merasa Irfan sepertinya agak aneh, jadi dia mengangguk."Ya, kamu nggak apa-apa? Bagaimana ... kalau aku saja yang menyetir?""Alya, nggak usah." Irfan menjalankan mobilnya lagi dan menjela
Angga berdiri dan mengangguk padanya. "Bos, ini adalah Pak Cahya, perwakilan dari Perusahaan Saputra."Ketika Cahya melihat wajah Alya, dia langsung berdiri. Dia menatap Alya dengan terkejut.Sebelum ke sini, dia tidak mengerti kenapa Rizki tiba-tiba melakukan tindakan yang membingungkan ini. Karena ragu, dia pun menelepon sepupunya untuk bertanya. Namun, Lutfi hanya menyuruhnya untuk tidak banyak bertanya dan melakukan apa yang diperintahkan, karena pada akhirnya jawaban dari pertanyaannya akan muncul.Sesuai dugaan, jawabannya memang muncul.Semua keraguan Cahya pun terjawabkan begitu dia melihat wajah Alya.Dia bertanya-tanya kenapa atasannya mendadak ingin berinvestasi di sebuah perusahaan kecil, ternyata jawabannya ada di sini.Dengan adanya investasi, tentu saja suasana hati Angga sedang bagus. Dia tersenyum dan menyambut Alya, "Bos, aku ...."Dia hendak berbicara ketika seorang pria tampan berkacamata muncul dari belakang Alya, penampilan pria itu amat lembut.Jadi, kata-kata ya
Alya terdiam.Bagus. Yah, setidaknya dia sudah menyiapkan mental.Lagi pula, sebelumnya Angga sudah memintanya untuk mencari investasi dari Perusahaan Saputra.Angga juga bertindak atas kepentingan perusahaan. Manajemennya yang seperti ini merupakan hal bagus untuk perusahaan.Dia tidak marah dan hanya mengangguk, lalu berbalik dan turun ke lantai bawah.Irfan hampir sepenuhnya terabaikan olehnya.Setibanya di bawah, Alya hendak memanggil taksi ketika Irfan menghentikannya."Aku akan menemanimu pergi."Mendengar ini, langkah Alya terhenti. Ketika melihat Irfan yang terus mengikutinya sambil membawa kunci mobil, barulah dia menyadari sesuatu."Maaf, barusan aku terburu-buru untuk menyelesaikan masalah ini. Aku nggak sengaja ...."Dia hanya ingin bilang bahwa dia bukannya sengaja mengabaikan Irfan, tetapi begitu kata-katanya mencapai bibir, dia merasa bahwa perkataannya itu hanya akan menyakiti Irfan."Kamu ingin menemuinya, 'kan? Aku akan menemanimu."Alya refleks menghentikannya."Aku
Tidak tahu?Alya hampir menertawakan jawabannya.Kemarin pria ini jelas-jelas bilang, bahwa tanpa persetujuannya, tidak akan ada perusahaan yang berani menyinggungnya demi berinvestasi di perusahaan Alya.Sekarang, dia tiba-tiba datang dan berinvestasi, lalu bilang tidak tahu?Alya terkekeh, lalu langsung berkata dengan suara dingin, "Kalau kamu nggak tahu, jangan lakukan hal yang nggak perlu."Mendegar perkataannya, Rizki mengerutkan kening. "Memangnya kenapa kalau aku melakukannya?""Kalau aku ingin berinvestasi di perusahaanmu, memangnya kamu bisa apa?"Alya menatap bibir pucat dan dahi basah pria itu, lalu perlahan berkata, "Aku nggak apa-apa, aku juga nggak peduli asalkan kamu nggak takut merugi."Setelah mengatakan itu, Alya berbalik untuk pergi.Sementara itu, Rizki menyaksikanya pergi. Bibirnya tertutup rapat, tampak tidak berniat untuk terus bercakap dengan Alya.Alya baru berjalan beberapa langkah ketika teringat sesuatu, dia pun menoleh dan menatap Rizki."Bagaimana dengan N
Satu jam kemudian.Sang dokter memberikan laporan pemeriksaannya kepada Alya."Penyakit lambungnya cukup parah. Dia pingsan karena penyakit lambungnya kambuh, tapi dia juga mengalami kekurangan gizi dan kecemasan berlebih."Alya mengambil laporan pemeriksaan tersebut dari tangan sang dokter.Sulit untuk membayangkan hal seperti kekurangan gizi dan kecemasan berlebih muncul pada Rizki.Lagi pula, dalam ingatannya, tidak ada hal yang tidak bisa Rizki lakukan.Selain itu, pria itu tampak tidak pernah sakit ataupun tidak enak badan.Alya melirik ke arah kamar rawat, lalu bertanya pada dokter itu, "Selanjutnya bagaimana? Apakah dia akan dirawat inap atau ...?""Mengingat kondisi Pasien, sebaiknya Pasien dirawat inap untuk pemulihan. Kalau nggak, kalau kondisinya terus seperti ini, penyakitnya akan makin parah.""Bagaimana lambungnya bisa jadi seperti ini?""Makan yang nggak teratur dan konsumsi alkohol bisa melukai lambung. Jadi, apa pacarmu sering minum?"Istilah pacar ini membuat Alya men
Akan tetapi, kenapa Rizki membuat dirinya menderita seperti ini?Sekarang, Alya akhirnya mengerti kenapa Rizki sangat tidak sabar ketika berbicara dengannya di hotel tadi.Saat itu, RIzki mungkin sudah mencapai batasnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya pun menghela napas. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Angga.Ketika menerima teleponnya, Angga bertanya dengan hati-hati, "Bos, kenapa kamu belum juga kembali? Kalian ... nggak ribut, 'kan?""Nggak, tapi sekarang aku ada di rumah sakit ....""Apa?" Angga seketika terkejut. "Kenapa tiba-tiba ke rumah sakit? Bos, meskipun kamu dan Pak Rizki memiliki masa lalu, seharusnya masalah kalian nggak sampai sebesar ini. Bos, apa kamu nggak apa-apa?""...."Setelah Angga selesai bicara, Alya tanpa daya berkata, "Apakah kamu bisa membiarkanku selesai bicara dulu?""Bisa, bisa, cepatlah Bos."Ketika mendengar bosnya ada di rumah sakit, Angga sangat khawatir. Dia takut bila masalahnya menjadi besar, investasinya akan ditarik kembali da
Ketika Cahya tiba di rumah sakit, dari kejauhan, dia melihat Alya yang sedang menunggunya di pintu kamar.Begitu melihat Alya, Cahya teringat dengan sentuhan jari mereka yang tidak disengaja itu. Melihat kecantikan Alya yang luar biasa, dia pun lagi-lagi tersipu malu.Jadi setelah dia mendekat, yang Alya lihat adalah Cahya yang berwajah dan bertelinga merah.Alya tidak begitu memikirkannya, hanya mengira Cahya memerah karena udara dingin di luar. Dia pun mendekat sambil memberikan ponsel, dompet, kartu kunci dan barang-barang lainnya pada Cahya."Ini semua barang milik Pak Rizki."Cahya tidak tahu apa yang telah terjadi, dia hanya bisa menerima apa yang diberikan Alya padanya.Akhirnya saat melihat tangan kosong Alya, dia tiba-tiba menyadari sesuatu."Nona Alya, apa kamu mau pergi?"Alya mengangguk."Ya, karena kamu sudah di sini, aku harus pergi.""Ah?" Cahya seketika menyesal, kenapa dirinya harus datang secepat ini? Jika Rizki bangun dan tahu bahwa Alya pergi karenanya, Rizki pasti
Mendengar kata "dirawat", Rizki mengerutkan keningnya."Nggak perlu dirawat.""Pak Rizki, tolong dengarkan aku. Sebaiknya kamu dirawat. Kalau kamu nggak suka dengan kamar ini, aku akan segera memindahkanmu ke kamar yang lebih bagus."Setelah mengatakan itu, dia menemukan bahwa Rizki sedang menatapnya dengan dingin.Tanpa sadar Cahya pun terdiam.Setelah beberapa saat, dia berbisik, "Aku tahu kamu selalu merasa penyakitmu bukan masalah besar, tapi hari ini kamu pingsan di depan Nona Alya, apa kamu nggak merasa malu?"Rizki yang tadinya tidak berekspresi, segera mengubah ekspresinya setelah mendengar kalimat yang terakhir."Apa katamu?"Tatapannya seketika menjadi tajam. "Pingsan di depan siapa?"Cahya takut dengan aura yang memancar dari tubuh Rizki, lalu dengan terbata-bata menjawab, "No ... Nona Alya."Rizki refleks bertanya, "Dia nggak pergi?"Bukankah sebelumnya dia sudah menyuruh Alya pergi?Dia juga jelas-jelas telah melihatnya pergi, kapan Alya kembali?Cahya tidak ada di sana, j