Keesokan harinya.Rizki terbangun oleh telepon dari Andi."Cahya meneleponku, katanya kemarin malam kamu nggak makan?"Semalam Rizki hanya sempat tidur untuk beberapa jam, sehingga sekarang suasana hatinya tidak bagus. Apalagi setelah bangun, dia teringat dengan perkataan Alya yang kejam itu. Wajahnya pun lagi-lagi menjadi masam."Ada apa?"Andi berdecak. "Kita ini teman, apa aku nggak boleh menelepon dan mengkhawatirkanmu meskipun nggak ada apa-apa?""Nggak."Rizki hendak langsung menutup telepon."Tunggu."Andi segera menyela begitu mengetahui niat Rizki, "Ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu."Terhadap temannya, Rizki masih memiliki kesabaran. "Katakanlah.""Kamu melukai hati Hana lagi?"Mendengar ini, sarkasme berkilat di mata Rizki."Kenapa? Dia mendatangimu dan mengadu?""Bukan aku, tapi Faisal. Faisal sangat khawatir, jadi dia memintaku untuk membujukmu."Rizki terdiam sejenak."Andi, kalau kamu benar-benar nggak ada urusan ....""Stop, stop." Andi buru-buru menyel
Andi menghela napas. "Nggak bisakah kamu mencari tahu tentangnya melalui cara yang lebih normal?""Aku mengerti."Setelah menutup telepon, Rizki tenggelam dalam pikirannya.Menggunakan cara lain?Mungkin, dia bisa mencobanya....Hari ini, Irfan mengantar Alya kerja.Tentu saja dia sekalian mengantar kedua anak itu ke sekolah.Dalam perjalan ke kantor, Alya terus menatap pemandangan di luar jendela, seolah-olah dia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.Irfan tentu saja tahu apa yang sedang Alya pikirkan.Sejak pulang kemarin, Alya terus melamun."Ada apa?"Meskipun begitu, Irfan masih mematikan musik di dalam mobil dan berinisiatif untuk bertanya.Tentu saja, Alya tidak mendengar pertanyaannya. Ketika Irfan bertanya lagi, barulah Alya tersadar dari lamunannya."Ah? Ng ... nggak apa-apa. Aku hanya sedang memikirkan masalah perusahaan.""Perusahaan? Bagaimana perusahaanmu belakangan ini? Aku akhir-akhir ini juga sibuk dan nggak sempat bertanya, apa ada sesuatu yang perlu kubantu?" t
Mendengar ini, mata Irfan berkilat."Begitukah?"Dia memaksa dirinya untuk menahan emosi, perlahan dia tersenyum dan berkata, "Perusahaan mana yang memiliki mata sejeli ini sampai bisa menemukan benih unggul seperti kalian?"Alya menatapnya dengan ekspresi rumit.Menerima tatapannya, kegelisahan Irfan pun bertambah."Kenapa?""Dia, yang berinvestasi adalah dia."Meskipun biasanya Irfan sangat tenang, saat ini dia mendadak menginjak rem dan memberhentikan mobilnya di tepi jalan.Alya terkejut dan segera menoleh ke belakang.Untungnya tidak ada mobil di belakang mereka, kalau tidak, mereka pasti sudah tertabrak dari belakang karena Irfan mendadak mengerem.Setelah mobil tersebut berhenti, Irfan duduk di sana dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian dia cepat-cepat menenangkan dirinya."Begitukah?"Alya merasa Irfan sepertinya agak aneh, jadi dia mengangguk."Ya, kamu nggak apa-apa? Bagaimana ... kalau aku saja yang menyetir?""Alya, nggak usah." Irfan menjalankan mobilnya lagi dan menjela
Angga berdiri dan mengangguk padanya. "Bos, ini adalah Pak Cahya, perwakilan dari Perusahaan Saputra."Ketika Cahya melihat wajah Alya, dia langsung berdiri. Dia menatap Alya dengan terkejut.Sebelum ke sini, dia tidak mengerti kenapa Rizki tiba-tiba melakukan tindakan yang membingungkan ini. Karena ragu, dia pun menelepon sepupunya untuk bertanya. Namun, Lutfi hanya menyuruhnya untuk tidak banyak bertanya dan melakukan apa yang diperintahkan, karena pada akhirnya jawaban dari pertanyaannya akan muncul.Sesuai dugaan, jawabannya memang muncul.Semua keraguan Cahya pun terjawabkan begitu dia melihat wajah Alya.Dia bertanya-tanya kenapa atasannya mendadak ingin berinvestasi di sebuah perusahaan kecil, ternyata jawabannya ada di sini.Dengan adanya investasi, tentu saja suasana hati Angga sedang bagus. Dia tersenyum dan menyambut Alya, "Bos, aku ...."Dia hendak berbicara ketika seorang pria tampan berkacamata muncul dari belakang Alya, penampilan pria itu amat lembut.Jadi, kata-kata ya
Alya terdiam.Bagus. Yah, setidaknya dia sudah menyiapkan mental.Lagi pula, sebelumnya Angga sudah memintanya untuk mencari investasi dari Perusahaan Saputra.Angga juga bertindak atas kepentingan perusahaan. Manajemennya yang seperti ini merupakan hal bagus untuk perusahaan.Dia tidak marah dan hanya mengangguk, lalu berbalik dan turun ke lantai bawah.Irfan hampir sepenuhnya terabaikan olehnya.Setibanya di bawah, Alya hendak memanggil taksi ketika Irfan menghentikannya."Aku akan menemanimu pergi."Mendengar ini, langkah Alya terhenti. Ketika melihat Irfan yang terus mengikutinya sambil membawa kunci mobil, barulah dia menyadari sesuatu."Maaf, barusan aku terburu-buru untuk menyelesaikan masalah ini. Aku nggak sengaja ...."Dia hanya ingin bilang bahwa dia bukannya sengaja mengabaikan Irfan, tetapi begitu kata-katanya mencapai bibir, dia merasa bahwa perkataannya itu hanya akan menyakiti Irfan."Kamu ingin menemuinya, 'kan? Aku akan menemanimu."Alya refleks menghentikannya."Aku
Tidak tahu?Alya hampir menertawakan jawabannya.Kemarin pria ini jelas-jelas bilang, bahwa tanpa persetujuannya, tidak akan ada perusahaan yang berani menyinggungnya demi berinvestasi di perusahaan Alya.Sekarang, dia tiba-tiba datang dan berinvestasi, lalu bilang tidak tahu?Alya terkekeh, lalu langsung berkata dengan suara dingin, "Kalau kamu nggak tahu, jangan lakukan hal yang nggak perlu."Mendegar perkataannya, Rizki mengerutkan kening. "Memangnya kenapa kalau aku melakukannya?""Kalau aku ingin berinvestasi di perusahaanmu, memangnya kamu bisa apa?"Alya menatap bibir pucat dan dahi basah pria itu, lalu perlahan berkata, "Aku nggak apa-apa, aku juga nggak peduli asalkan kamu nggak takut merugi."Setelah mengatakan itu, Alya berbalik untuk pergi.Sementara itu, Rizki menyaksikanya pergi. Bibirnya tertutup rapat, tampak tidak berniat untuk terus bercakap dengan Alya.Alya baru berjalan beberapa langkah ketika teringat sesuatu, dia pun menoleh dan menatap Rizki."Bagaimana dengan N
Satu jam kemudian.Sang dokter memberikan laporan pemeriksaannya kepada Alya."Penyakit lambungnya cukup parah. Dia pingsan karena penyakit lambungnya kambuh, tapi dia juga mengalami kekurangan gizi dan kecemasan berlebih."Alya mengambil laporan pemeriksaan tersebut dari tangan sang dokter.Sulit untuk membayangkan hal seperti kekurangan gizi dan kecemasan berlebih muncul pada Rizki.Lagi pula, dalam ingatannya, tidak ada hal yang tidak bisa Rizki lakukan.Selain itu, pria itu tampak tidak pernah sakit ataupun tidak enak badan.Alya melirik ke arah kamar rawat, lalu bertanya pada dokter itu, "Selanjutnya bagaimana? Apakah dia akan dirawat inap atau ...?""Mengingat kondisi Pasien, sebaiknya Pasien dirawat inap untuk pemulihan. Kalau nggak, kalau kondisinya terus seperti ini, penyakitnya akan makin parah.""Bagaimana lambungnya bisa jadi seperti ini?""Makan yang nggak teratur dan konsumsi alkohol bisa melukai lambung. Jadi, apa pacarmu sering minum?"Istilah pacar ini membuat Alya men
Akan tetapi, kenapa Rizki membuat dirinya menderita seperti ini?Sekarang, Alya akhirnya mengerti kenapa Rizki sangat tidak sabar ketika berbicara dengannya di hotel tadi.Saat itu, RIzki mungkin sudah mencapai batasnya, 'kan?Memikirkan hal ini, Alya pun menghela napas. Kemudian dia mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Angga.Ketika menerima teleponnya, Angga bertanya dengan hati-hati, "Bos, kenapa kamu belum juga kembali? Kalian ... nggak ribut, 'kan?""Nggak, tapi sekarang aku ada di rumah sakit ....""Apa?" Angga seketika terkejut. "Kenapa tiba-tiba ke rumah sakit? Bos, meskipun kamu dan Pak Rizki memiliki masa lalu, seharusnya masalah kalian nggak sampai sebesar ini. Bos, apa kamu nggak apa-apa?""...."Setelah Angga selesai bicara, Alya tanpa daya berkata, "Apakah kamu bisa membiarkanku selesai bicara dulu?""Bisa, bisa, cepatlah Bos."Ketika mendengar bosnya ada di rumah sakit, Angga sangat khawatir. Dia takut bila masalahnya menjadi besar, investasinya akan ditarik kembali da