"Begitukah?"Kalau hanya ganti baju, kenapa Cahya harus sepanik itu?Alya mengerutkan keningnya, mungkinkah Rizki muntah darah lagi?Seharusnya tidak, beberapa hari ini kondisi pria itu terlihat cukup baik.Meskipun Rizki sudah cukup lama dirawat di rumah sakit, seharusnya dia tidak keluar hari ini. Alya juga tidak memintanya keluar, Rizki sendiri yang bilang mau keluar karena kesal.Jadi dia pun malas untuk membujuknya.Akan tetapi, bila Rizki muntah darah lagi ....Alya sekarang sedikit menyesal. Kalau saja dia tahu, dia akan menunggu beberapa hari lagi sebelum mengatakannya.Mungkin perkataannya pagi ini telah memprovokasinya.Alya langsung berjalan ke arah kamar tidur, dengan Cahya yang masih terus mencoba menghentikannya dari belakang.Alya mengernyit, dia hendak meraih kenop pintu ketika pintu tersebut terbuka sendiri.Rizki yang sudah selesai ganti baju muncul di hadapan Alya, pria itu menghalanginya masuk kamar.Alya meliriknya.Rizki berdiri di sana, wajah tampannya sedingin e
Jika Rizki tidak sepucat itu dan tidak melawannya sampai seperti ini, mungkin dia tidak akan curiga.Namun, saat ini, setiap gerakan Rizki tampak aneh, begitu juga dengan asistennya.Memikirkan hal ini, Alya pun merapatkan bibirnya. Kemudian dia berkata, "Kenapa kamu yang menentukan di mana aku duduk? Jangan lupa, ini transaksi. Aku ingin duduk di belakang."Setelah mengatakan itu, Alya mengabaikan penolakan Rizki dan langsung naik ke mobil.Hening.Setelah Alya naik ke mobil, Cahya diam-diam melirik Rizki dan mengangkat alisnya, berbisik, "Pak Rizki, bagaimana kalau begini saja?"RIzki tidak berbicara, tetapi ekspresinya tampak masam.Alya langsung berbicara mendahuluinya, "Pak Cahya, ayo kita jalan.""Oke."Setelah mobil mereka jalan, Alya mengamati gerakan Rizki. Akan tetapi, Rizki malah langsung menjauh darinya dan bersandar ke jendela, hanya menunjukkan bagian belakang kepalanya pada Alya.Sekarang, Alya tidak bisa melihat ekspresi apa pun pada wajah pria itu.Tadinya Alya ingin m
"Kenapa? Takut aku akan melakukan sesuatu padamu di kelas satu?"Alya dengan tak acuh menyimpan tiketnya. "Aku hanya ingin berhemat, kamu juga tahu kalau aku baru saja mendirikan perusahaan."Ucapannya membuat Rizki mengerutkan kening."Bukankah aku sudah berinvestasi di perusahaanmu?""Memang, tapi perusahaanku masih belum mendapatkan laba."Rizki terdiam.Alya sudah menyiapkan segala alasan.Tak lama kemudian, Rizki mencibir, "Oke."Setelah itu, dia tidak berbicara pada Alya lagi. Dia duduk dengan mata terpejam, wajahnya sangat pucat, begitu juga dengan bibirnya.Jika bukan karena sifat keras kepalanya, sebenarnya Alya pun tidak akan buru-buru kembali ke Kota Suryaloka hari ini.Rizki masih belum sepenuhnya pulih, tetapi dia sudah menemani Alya pergi seperti ini. Mungkin sekarang dia sangat menderita.Sudahlah, biarkan saja dia belajar dari kesalahannya.Kedua pria itu duduk di kelas satu, sehingga mereka memiliki hak untuk naik pesawat lebih dulu.Alya tidak memiliki hak seperti itu
Ketika tangannya digenggam oleh Rizki, Alya hanya memiliki satu pikiran. Tangan pria ini dingin.Tangan Rizki seolah-olah baru saja habis memegang es, perbedaan suhunya sangat jauh dengan tangan Alya yang hangat. Rasa dingin itu pun membuat Alya menggigil.Alya segera melirik wajah Rizki yang pucat.Karena mereka telah berkontak fisik, Rizki tentu saja dapat merasakan reaksi Alya.Begitu Alya duduk, Rizki segera menarik kembali tangannya.Setelah pramugari itu pergi, Alya dengan tenang berkata, "Bukankah kamu nggak mau membiarkanku masuk?"Wajah Rizki menggelap, dia tidak menjawab pertanyaan Alya.Akan tetapi, dia merasa rencana Cahya ini boleh juga.Memang benar, bila dia bertindak seolah-olah dia tidak ingin Alya mendekat, Alya akan merasa dirinya menyembunyikan penyakitnya dan tidak dapat menahan diri untuk mendekatinya.Seperti inilah hasil yang dia inginkan.Setelah terdiam sejenak, Alya pun berinisiatif bertanya, "Apa kamu sudah menyelesaikan administrasi kepulanganmu?""Ya, kala
Bibir tipisnya melengkung, lalu dia mengatakan sesuatu.Mendengar perkataan pria itu, Alya pun tersadar dari pekerjaannya dan melihat ke arah Rizki."Kenapa? Apa yang kukatakan salah?" tanya Rizki.Alya mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu nggak istirahat?"Rizki menjawab, "Aku nggak ngantuk."Alya tidak berbicara lagi. Memikirkan ucapan Rizki tadi, Alya pun melihat proposalnya lagi dan menemukan bahwa saran Rizki memang yang terbaik."Jangan campuri pekerjaanku," ucap Alya.Mendengar ini, Rizki menurunkan kelopak matanya dan terkekeh. "Niat baik memang nggak selalu mendapat balasan yang baik.""Aku nggak butuh kebaikanmu."Rizki pun marah setengah mati. Namun, ketika melihat Alya mengetik sarannya tadi, dia jadi merasa lebih baik dan mendengus dingin di dalam hatinya.Kemudian, seorang pramugari datang untuk mengantarkan makanan. Alya sibuk mengetik proposalnya dan tidak punya waktu, tetapi dia tiba-tiba mendengar Rizki berkata pada sang pramugari, "Berikan aku segelas anggur merah."A
Setelah 2 jam, pesawat pun mendarat di Kota Suryaloka.Meskipun dia telah menyiapkan mentalnya, tetapi begitu turun dari pesawat dan melihat bandara yang tak asing ini, tangan Alya yang tergantung di kedua sisi pun masih bergetar.Lima tahun yang lalu, dia pergi dari tempat ini.Setelah 5 tahun, bandara ini tidak banyak berubah. Alya berjalan di belakang, hatinya terasa berat.Mungkin karena sedang tenggelam dalam pikirannya, Alya tidak menyadari bahwa orang di depannya sedang memperhatikan dia yang berjalan terlalu lambat. Orang itu berhenti, lalu berbalik menatapnya.Namun, Alya masih tidak menyadarinya, sehingga dia langsung menabrak orang itu.Buk.Keningnya pun menabrak sebidang dada yang lebar.Alya berhenti melangkah, lalu mengangkat kepalanya dan bertatapan dengan mata hitam Rizki.Pria itu berkata dengan dingin, "Kamu nggak lihat ke mana kamu jalan?"Mendengar ini, Alya terdiam sejenak. Dia menggosok-gosok keningnya, lalu melangkah mundur sambil mengernyit."Aku hanya sedang m
Membicarakan hal ini, Alya pun ingat.Waktu itu mereka masih di luar negeri, mereka pergi bermain dan berfoto bersama. Hari itu, Citra juga ikut berfoto.Tiga orang dewasa dan dua anak kecil.Begitu foto mereka diunggah, banyak yang bertanya-tanya apakah kedua anak itu miliknya atau milik Citra. Bahkan, tidak sedikit orang yang menanyakan kontak Alya pada Lisa.Namun, begitu mengetahui bahwa dialah ibu dari kedua anak itu, orang-orang pun menyerah."Oke, aku nggak akan banyak bicara dulu. Aku sedang menyetir dan kami sudah hampir sampai. Kamu tangani saja urusanmu di sana. Tenang saja, aku akan mengurus Maya dan Satya dengan baik.""Ya."Setelah Alya memberi instruksi pada kedua anaknya, dia pun menutup telepon.Tepat ketika dia menutup telepon, terdengar suara ketukan dari pintunya.Alya berdiri dan pergi membuka pintu.Yang berdiri di depan pintunya adalah Cahya. Begitu melihatnya, pria itu segera tersenyum."Nona Alya, di mana kita akan makan malam?"Makan malam?Setelah diingatkan
Sepuluh menit kemudian.Restoran Sangca.Alya mengembalikan daftar menu kepada seorang pelayan."Itu saja."Pelayan itu mengambil kembali daftar menunya dan mengangguk. "Oke."Setelah itu, sang pelayan pun hendak pergi sambil membawa menu tersebut.Rizki yang duduk di seberang Alya masih terus tidak berbicara.Atmosfer di antara mereka bertiga terasa aneh.Cahya sudah memilih untuk mengabaikannya, sehingga saat ini dia merasa baik-baik saja.Alya juga tidak memiliki keinginan untuk mengobrol dengan Rizki, dia pun hanya memegang ponselnya dan mencari-cari informasi.Mengetahui hal ini, Cahya pun tak dapat menahan dirinya. Di dalam hati, dia mengkritik Alya sebagai seseorang yang gila kerja.Dulu, dia kira RIzki sudah cukup gila kerja, tetapi ternyata Alya masih lebih parah.Restoran Sangca ini sangat ramai. Aroma pedas yang memenuhi udara sangat harum, tetapi hal ini tidak bagus untuk lambung Rizki.Setelah menunggu sekitar 10 menit, makanan yang Alya pesan satu per satu diantar.Sesuai