Share

Bab 7 - Tantangan (3)

"Haaah!!" Ucap Daven Spontan.

Daven tidak terkejut karena ada yang mengalahkan para goblin itu begitu saja namun Daven marah karena ada seseorang yang mengambil buruannya. Ia bahkan sudah siap untuk menyerang mereka dengan senjata-senjatanya.

*Tap, tap.*

Suara langkah kaki terdengar jelas di atas bongkahan es itu, membuat Daven langsung menggerakkan semua mata panahnya masuk kembali ke dalam kantongnya.

Terlihat dari kejauhan seorang wanita dengan rambut biru yang panjang sedang berjalan ke arah para goblin yang membeku di dalam es tersebut.

*Tap, tap, tap.*

Wanita itu berjalan dengan sangat tenang padahal ia sedang berjalan di atas tanah yang membeku, namun ia tidak menunjukkan tanda-tanda kesusahan sama sekali meski ia berjalan di atas es yang licin.

'Wanita itu..... Siapa dia?'

Meski seharusnya Daven mengenali semua Hunter namun ia benar-benar tidak tau siapa wanita itu, ini pertama kalinya ia melihat seorang wanita itu padahal mereka sesama hunter.

'Aku bahkan tidak tau kalau ada hunter dengan atribut es sekuat ini di Indonesia, siapa dia sebenarnya?' Pikir Daven dengan bingung.

Seolah tidak menghiraukan keberadaan Daven wanita itu terus berjalan hingga ia sangat dekat dengan para goblin yang membeku itu, ia meletakkan tangannya di bongkahan es yang membekukan para goblin itu.

*Craakk!* Es itu tiba-tiba retak setelah ia sentuh.

*Craakk!, Craakk!, Craakk!* Es itu langsung hancur menjadi kepingan-kepingan kecil bersama dengan para goblin yang membeku di dalamnya.

'Wow, ini benar-benar gila, aku tau es adalah atribut langka namun super powernya benar-benar tidak masuk akal, bagaimana ia bisa membekukan sesuatu dan menghancurkannya juga,' Pikir Daven kagum, ia baru pertama kalinya ia melihat kekuatan super power sekuat itu di Indonesia.

Ketika Daven sedang terkagum dengan kemampuan super power wanita itu, tanpa ia sadari wanita itu tiba-tiba saja melirik kepadanya dan mulai berjalan ke arahnya.

Wanita itu terus berjalan sementara Daven tetap diam di tempatnya berdiri hingga wanita itu cukup dekat dengannya.

"Kau, apa yang kau lakukan di sini? ini adalah area berbahaya," Kata wanita itu dengan wajahnya yang tanpa emosi dan nada suara yang kaku.

'Dia tipe orang yang susah mengekspresikan dirinya sendiri aku rasa, kebanyakan orang pasti akan menegurku dari jauh namun dia malah berjalan ke arahku karena dia tidak terbiasa berbicara keras, selain itu sifatnya juga cocok dengan atributnya,' Pikir Daven setelah melihat tingkah laku wanita itu.

"Melawan monster??" Jawab Daven ragu-ragu.

Ia tau masalahnya jika ia jujur namun ia tidak menemukan celah untuk berbohong ketika ia berdiri tepat di depan para mayat goblin.

"Melawan monster? apakah kau memiliki lisensi hunter?" Tanya wanita itu.

"Tidak, tapi aku tidak punya pilihan, ini portal merah dan jika aku tidak melawan mereka akan membunuhku," Jawab Daven memberikan alasan.

Meski wanita itu terlihat tidak beremosi namun Daven merasa kalau sepertinya ia berhasil menyakinkan wanita itu dengan alasannya.

"Baiklah aku mengerti, tapi kau? apakah kau bounty hunter?" Tanya wanita itu sekali lagi.

"Tidak! tentu tidak!, aku bukanlah bajingan seperti mereka, alasan mengapa aku tidak mendaftarkan diri di asosiasi adalah karena aku baru saja membangkitkan super power ini kemarin," Daven menjawab dengan tegas.

Dari nada bicaranya bisa di lihat kalau ia juga benar-benar tidak suka disamakan dengan para bounty hunter.

"Baiklah, kalau begitu aku memintamu untuk mengungsi dulu karena sebentar lagi akan muncul monster wave kedua," Wanita itu berkata memberi saran kepada Daven.

"Baiklah, tapi katakan padaku di mana fasilitas pengungsian di sekitar sini?" Tanya Daven.

Wanita itu menatapnya dengan tatapan kebingungan, meski wajahnya tidak menunjukkan apapun.

"Bukankah ada tempat pengungsian di beberapa tempat yang memang disiapkan untuk hal seperti ini oleh guild Red Flame dan para hunter akan menjaga tempat itu," Kata Daven menjelaskan setelah ia menyadari kalau wanita itu menatapnya kebingungan.

"Ahh, tempat itu," Kata Wanita tadi setelah memahami apa yang dikatakan oleh Daven.

"Tempat itu sudah tidak berfungsi lagi sejak satu bulan yang lalu, guild Red Flame sudah menjual tempat-tempat itu, setelah mereka mulai runtuh," Sambung wanita itu menjelaskan.

Pantas saja ia merasa bingung karena hal itu terjadi satu bulan yang lalu sementara Daven berbicara seolah ia tidak mengetahui hal itu.

"Apa?!" Jawab Daven spontan terkejut.

Daven menjadi sangat marah karena mereka tidak hanya menghancurkan guild yang telah ia bangun dari 0 namun mereka juga menghancurkan segalanya yang telah ia bangun.

Untuk sementara Daven di ambil alih oleh emosinya namun tak lama ia langsung kembali sadar dan mencoba untuk lebih tenang.

'Sialan, akan aku buat mereka membayar semuanya!' Emosi Daven mulai meluap-luap.

"Meski tidak ada lagi fasilitas semacam itu namun kami baru membangun tempat pengungsian, di jaga oleh hunter-hunter kuat setidaknya itu cukup untuk menjaga orang-orang, aku akan mengantarmu ke tempatnya," Kata wanita itu menyarankan pendapatnya.

"Baiklah, tapi tunggu sebentar karena masih ada orang-orang di dalam apartemen itu."

Daven teringat dengan Lia yang ia suruh untuk bersembunyi di kamarnya dan ia juga merasakan kalau masih ada beberapa orang lain yang masih bersembunyi di dalam kamar apatemen mereka.

"Baiklah mari kita jemput mereka," Kata Wanita itu mengajak Daven.

Daven cukup terkejut karena wanita itu juga ingin membantu, padahal Daven sudah ingin melakukannya sendiri.

"Baiklah," Jawab Daven.

Mereka berdua lalu mulai berjalan ke sekitar apatemen, wanita itu memeriksa di lantai bawah sementara Daven memeriksa di lantai atas karena ia juga bermaksud untuk menjemput Lia.

*Tok, Tok, Tok.* Daven mulai mengetuk pintu kamar Lia.

"Lia ini aku Daven!" Daven bersuara mencoba memberitahu Lia kalau dia yang mengetuk sehingga Lia tidak perlu takut untuk membukakan pintunya.

Tak lama pintu terbuka dan terlihat sosok Lia dari dalam ruangan kecil apartemen itu.

"Daven, apakah semuanya sudah selesai?" Tanya Lia penasaran.

"Belum, tapi berita baiknya ada seorang hunter yang akan mengarahkan kita ke pengungsian" Jawab Daven.

"Syukurlah, kalau begitu mari kita berangkat Daven," Kata Lia dengan senang karena ia merasa aman.

*tap, tap.*

Meski suaranya kecil namun Daven dapat mendengarnya dengan jelas, sebuah suara langkah kaki kecil yang ada di sekitar mereka.

"Sstt" Daven memberi Isyarat kepada Lia untuk lebih tenang dan tidak membuat suara keras.

"Aku mendengar sesuatu, kau pergilah ke bawah harusnya Hunter itu ada di bawah," Kata Daven dengan suara pelan kepada Lia.

"Baiklah, kau juga harus berhati-hati," Jawab Lia dengan suara pelan.

Lia yang memahami keadaannya lalu mulai berjinjit untuk berjalan dengan pelan ke lantai bawah. Sementara Daven mulai berjalan dengan pelan ke arah sumber suara itu hingga ia menjadi semakin dekat.

'Tunggu kamar apartemen inikan, kamar apartemen tepat di sebelah kamarku. Kamar apartemen ini adalah kamar dari orang yang memukul dinding kamar ketika aku berisik.'

Daven mulai menyiapkan mata panah di dalam genggaman tangannya untuk berjaga-jaga lalu ia dengan pelan mulai membuat pintu ruangan itu.

*Ngiieekk* Suara decitan dari angsel pintu itu terdengar ketika Daven membuat pintunya dengan perlahan.

"Gggrrr!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status