Share

Part 22. Sebuah Pengakuan

Sergio hanya diam. Ia tidak ingin menjawab. Ponsel yang berada dalam sakunya berdering, merusak suasana.

Lelaki dengan kaus putih polos itu merogoh saku celana, mengambil ponsel untuk menerima panggilan.

“Halo, Sayang.” Dengan sangat lembut ia berucap.

Sudah jelas siapa yang menelepon. Ia sering mendapat panggilan dari istri ketika ia tengah bersamaku. Tentu saja, aku juga tidak akan bisa pisah lama-lama jika suamiku adalah Sergio.

“Aku harus pulang. Putriku rewel ingin tidur.” Sergio mengacak lembut rambutku setelah ia memutuskan sambungan telepon. Ia tersenyum tipis, kemudian berlalu begitu saja dari hadapanku.

Aku tidak bisa menahan langkahnya. Sebab, tidak ada hak untuk melakukan itu. Kami tidak ada ikatan sama sekali.

Rasa rindu itu membuncah ketika kami tidak bertemu. Namun, mengapa rindu itu semakin dalam mencekam setelah aku menatapnya kembali? Aku tidak rela melihat ia pergi. Apalagi ia akan pulang ke rumah, menemui anak dan istri.

Kurasakan ujung mata kembali basah. J
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status