“Aku juga perempuan, menginginkan hubungan yang pasti. Hubungan yang tidak membuatku takut dan khawatir. Aku menginginkan hubungan resmi yang membuatku merasa aman dan terjaga. Aku juga berhak memintanya kepadamu …,” kata Arumi.Ray tertegun beberapa saat, ia menoleh ke arah Arumi yang menatapnya penuh harapan. Ia kembali memalingkan pandangannya, ia ingin menghindari pandangan itu. Pandangan yang selalu saja berhasil menghipnotisnya selama ini. Arumi cantik dan sempurna dalam pandangan banyak laki-laki begitupun dengan Ray. Lalu Sepia? Ray seolah amnesia dengan pesona yang dimiliki istrinya.Sesaat bayangan Sepia dan awal-awal perjumpaan mereka menghantui Ray. Penyesalan dan rasa bersalah mencuat perasaannya. Ia sudah melangkah terlalu jauh dan entah seberapa besar ia menyakiti perempua itu.“A-aku Gak bisa memberikan apa yang kamu inginkan.” Ray kembali menggeleng untuk ke sekian kalinya. “Tolong mengertilah. Kita hanya dipertemukan dengan ketidaksengajaan.” “Kenapa gak bisa? Lalu
“Kamu pasti akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik, yang belum berumah tangga, mapan dan akan mencintaimu dengan tulus tentunya ...,”Kalimat itu masih terbayang di kepala Arumi. Sampai kapan pun, Arumi mungkin tidak akan pernah percaya dengan sebaris kata menenangkan itu. Sikap Ray yang tiba-tiba berubah begitu mendadak benar-benar membuat Arumi merasa tidak terima dengan keputusan Ray yang meminta hubungan mereka harus berakhir begitu saja.Arumi Sastyas terjebak dalam perasaannya sendiri.Arumi duduk sendirian di sebuah coffe shop bergaya klasik dengan bangunan dominan warna cokelat. Ia menggunakan jaket yang tadi diberikan Ray untuk menutupi lututnya. Ia gerai rambut pirang yang lurus bergelombang, membuat penampilannya terlihat semakin segar.Kepulan asap di cangkir kopinya sudah berlalu sejak tadi, sudah dingin namun Arumi masih belum menyentuhnya sama sekali. Cangkir itu tidak berpindah sedikit pun, ia hanya memutar sendok dan terus mengaduk kopi itu dengan pikiran yang tak
“Apa maksudmu?” kedua alis Ray hampir saling bertaut.Ternyata saat Ray ingin benar-benar kembali, Sepia sudah kehilangan kesabarannya. Sepia tidak bisa lagi mempertahankan hubungan dengan banyak kepura-puraan.“Kurasa aku tidak harus mengulangi kalimatku.” Sahut Sepia.Suasana rumah Ray kembali dipenuhi ketegangan. Ray terus menatap Sepia, menunggu penjelasan jawaban dari sebaris kalimat yang mencengkeram lehernya. Ray tidak menyangka Sepia akan meminta sesuatu yang bahkan tidak pernah terlintas dalam pikirannya. Meski ada Arumi dan meski Ray berselingkuh, ia tetap tidak pernah ingin kehilangan Sepia.“Kamu pernah bilang ‘kan bahwa kamu akan memenuhi semua permintaanku?” tanya Sepia dengan tegas seraya menahan tangis. “Itu adalah permintaan terakhirku. Tolong lepaskan aku dari ikatan kita, aku sudah tidak sanggup lagi berbohong atas kebohonganmu. Aku sudah tidak bisa lagi berpura-pura dari pengkhianatan yang kamu lakukan.”Ray berusaha memeluk Sepia, namun perempuan itu mundur dan me
Hujan telah membuat lalu lintas menjadi terhambat, juga membuat Arumi hampir terlambat mengikuti jam kuliah pagi karena tertidur lelap. Sebenarnya bukan salah hujan, tetapi karena salahnya sendiri karena semalaman tidak bisa memejamkan mata. Pukul empat pagi ia baru merasakan mengantuk dan tertidur pulas sampai pukul tujuh. Apalagi yang membuatnya susah tidur selain memikirkan Ray.Jam kuliah memang dimulai pukul delapan lebih, tapi Arumi adalah tipikal perempuan yang bisa menghabiskan waktu sangat lama di kamar mandi, belum lagi mencatok rambut dan mengenakan berbagai riasan wajah.“Sial hujan! Aku selalu membenci hujan. Aku jadi telat!” Arumi mengomel di depan cermin rias besarnya.Jam tujuh lebih tiga puluh lima menit, Arumi menyemprotkan parfum mahal yang selalu menjaga wangi tubuhnya tetap segar. Ia kembali meletakkan botol kaca kecil itu dengan tergesa, lalu berjalan tergesa meninggalkan apartemennya menuju kampus yang jaraknya tidak jauh. Ia pergi ke sana dengan taksi online.S
[Sore nanti, pemotretan jangan terlambat]Re Kosmetik.Arumi menyeringai senyum setelah membaca pesan singkat itu. Ia terlalu sibuk dengan perasaannya, sampai-sampai lupa bahwa ia punya beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan. Setidaknya dengan kesibukan yang ia miliki ia bisa sejenak melupakan masalah dalam kehidupannya. Ia kembali menggulir layar ponselnya, mengetikkan nama Ray namun tidak ada sepatah pesan pun dari laki-laki itu. Padahal ia sangat menantikan pesan itu. Ia begitu cemas dan khawatir, sikap Ray perlahan menunjukkan kesungguhannya untuk meninggalkannya.“Apakah Ray benar-benar meninggalkanku? Setega itu?” Arumi menggigit bibirnya yang semerah stroberi.Kehilangan dan ditinggalkan telah menjadi ketakutan terbesar setiap orang. Sementara Arumi, ia bukan hanya takut kehilangan, ada istilah lebih buruk lagi yang mungkin akan orang-orang celotehkan. Yakni dibuang, seperti sampah atau barang yang sudah tidak berguna lagi.“Ray … kumohon jangan tinggalkan aku …” batinnya.
Semua yang terjadi tetap takdir, hanya saja tidak setiap hal yang ditemui adalah sesuatu yang bisa dimiliki seumur hidup. Hati manusia bukanlah sesuatu yang tidak bisa berubah, dan pola pikir adalah sesuatu yang terus tumbuh. Benar atau salah, egois atau tidak. Terkadang semua hal itu memang tidak ada artinya lagi.“Aku harap aku cukup lapang untuk menghadapi semua ujian ini.” Sepia memejamkan matanya dalam-dalam.Hanya sebentar lagi, ia harus menghadapi proses perceraian. Lalu setelah itu ia akan memulai sesuatu yang benar-benar baru. Menjadi orang tua tunggal untuk putranya sekaligus berperan menjadi ayah dan ibu dalam waktu bersamaan. “Semoga aku bisa …,” batinnya lagi.Kedua mata Shabiru kembali terpejam dalam pangkuan Sepia, sesekali sorot cahaya masuk menerpa wajahnya. Jauhnya perjalanan membuat anak itu letih. Ya, sekarang mereka sudah pergi jauh. Tidak ada lagi sosok ayah yag selalu megisi hari-harinya, tapi bukan berarti Sepia akan egois dengan tidak membiarkan anak itu berte
Satu bulan kemudian…“Kenapa lama sekali?” tanya Ray sembari mengenakan kemeja berwarna abu – abu gelap.Setelah kepergian Sepia dan setelah siang itu, Ray sering sekali bermalam di apartemen Arumi. Ray sering datang dalam kondisi mabuk berat. Perihal batasan, sudah tidak ada lagi jarak diantara keduanya. Karena ia merasa tidak memiliki kesempatan atau pun jalan untuk memperbaiki kesalahannya, sudah terlanjur. Kesedihan yang ia alami membuatnya hancur, ia tidak sadar bahwa perbuatannya juga menghancurkan Arumi secara perlahan.“Sebentar Ray,” Arumi menyemprotkan parfumnya, semerbak wangi langsung memenuhi seisi ruangan. Membuat Ray beranjak dari duduknya dan berjalan pelan menghampirinya.“Lama sekali sih.” Ray mengecup rambut Arumi dari belakang. Sementara tangannya mendekap bahu Arumi.“Ray jangan lakukan itu.” Arumi menolak sentuhan-sentuhan Ray. Sentuhan yang kadang menimbulkan rasa panas bagi Arumi. “Tunggu saja di mobil, aku akan menyusulmu.” Ia mendorong tubuh Ray ke luar pintu
Sudah tiga puluh hari berlalu, waktu begitu cepat berlalu namun kenangan buruknya tetap begitu sulit dilupakan.Meski proses perceraian masih berjalan dan belum tuntas, Sepia sudah pergi ke Jakarta untuk pekerjannya. Ia terpaksa meninggalkan Bandung dan Shabiru demi memulihkan diri sepenuhnya. Lagipula setiap akhir minggu, ia selalu pulang ke Bandung. Beruntung Sepia juga memiliki keluarga yang selalu mendukungnya. Meski tak ditampik, pembicaraan miring masih kerap menyasar dirinya. Ia tinggal di rumah Oma Ina, selain dekat dengan kantonya, Oma Ina juga memaksanya untuk tinggal bersamanya. Karena tidak enak akhirnya ia menurut. Sepia menghela napas, menutup catatan, dan memasukkan barang-barang miliknya ke dalam tas. Suasana kantor di sore ini memang sudah cukup sepi. Hanya beberapa orang yang pekerjaannya masih menumpuk yang berada di dalam ruangan itu. [Pia, weekend ini beneran enggak pulang ‘kan? Kita jalan-jalan sekali-kali biar kayak ABG lagi hehe.] ia baru saja menerima pesan