Share

03. Ternyata Marwan Sudah?

Sebisa mungkin Marwan bersikap tenang dihadapan Anita, agar tidak menimbulkan kecurigaan yang berlebihan.

Setelah insiden yang hampir saja membuat mereka celaka, Anita dan Marwan sama-sama memilih diam sampai tiba di halaman rumah mereka.

"Dek, Mas nanti sore berangkat lagi ya." ucap Marwan sebelum Anita turun dari dalam mobil,

"Lho kok berangkat lagi, Mas? Baru saja sehari kamu pulang sudah kembali lagi." protes Anita, menatap Marwan dengan penuh arti.

"Lagi banyak pekerjaan disana, Dek. Lagi pula sekarang aku harus lebih giat lagi bekerja untuk tabungan masa depan anak kita." jelas Marwan,

"Oh begitu ya, Mas. Mas sepertinya sekarang aku kepikiran untuk ikut denganmu deh ke kota. Bagaimana kalau kita ngontrak saja disana?" ujar Anita memeberikan usulan yang sebenarnya itu keinginan dalam hatinya.

"Ngaco kamu, Dek. Kalau kamu ikut ke kota, yang jaga rumah siapa? Yang merawat ibuku siapa? Kamu tahu sendiri kan, jika Mbakku tinggal bersama suaminya di kota lain." ucap Marwan dengan nada sedikit membentak,

Tanpa menunggu lama, Anita gegas keluar dari dalam mobil itu dan berlari kecil masuk ke dalam rumahnya.

Setengah jam sebelum adzan dzuhur berkumandang, sudah menjadi rutinitas Anita untuk melihat kondisi mertuanya. Biasanya Anita akan menyuapi sang mertua makan siang dan membantunya mengambil air wudhu.

Beberapa kali Anita mengajak sang mertua tinggal bersamanya, namun mertuanya selalu menolaknya dengan alasan, tidak mau meninggalkan rumah kenangan bersama almarhum bapak.

Setelah dirasa sang ibu sudah siap diatas sajadah, Anita gegas berpamitan pulang ke rumah dia sendiri, untuk melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda.

"Kamu habis dari rumah ibu, Dek?" tanya Marwan yang sedang rebahan disofa, sibuk memainkan benda kecil yang menjadi kesayangannya,

"Iya, Mas." jawab Anita singkat, ia segera berlalu ke dalam kamarnya untuk melaksanakan sholat dzuhur.

Waktu sudah menunjukkan jam satu siang, saatnya Anita bergelut manja dengan benda dapur yang menjadi kesayangannya.

Namun alangkah terkejutnya Anita, saat ia melewati ruangan tengah tempat dimana Marwan berada, tak sengaja dirinya melihat dan mendengar.

"Jadi Papa kapan kembali?" tanya wanita dilayar ponsel Marwan.

"Kalau tidak sore ini, besok pagi ya, Mama sayang. Mama jangan cemberut begitu dong, nanti cantiknya hilang." jawab Marwan dengan nada menggoda,

"Tapi, Papa janji ya sama Mama. Papa jangan sentuh wanita itu, pokoknya Mama tidak rela jika Papa tidur bersamanya."

rajuk wanita itu, dengan nada yang dibuat semanja mungkin.

"Iya, Mama sayang. Papa janji tidak akan tidur bersamanya." jawab Marwan yang mencari jalur aman, lebih baik mengiyakan dari pada kehilangan wanita yang ia cintai itu.

Tanpa Marwan sadari, ada seseorang dibalik soffa tempat ia rebahan sedang menahan tangis dan emosinya, mencoba menguatkan hati menerima kenyataan pahit ini.

"Lagi pula kenapa dia bisa hamil sih, Pa? Bukannya Papa tidak cinta sama dia? Papa sering bilang sama Mama, Papa mempertahankan dia karena terpaksa, karena tidak ada lagi orang yang bisa diandalkan untuk merawat ibu, kan?" tanya wanita itu,

"Iya memang kenyataannya begitu, Ma. Papa sudah tidak cinta sama dia. Cinta dan sayang Papa hanya untuk Mama dan anak-anak Papa. Mama paling cantik,dan anak Papa yang tampan-tampan di sana." jawab Marwan sambil terus menebarkan kata-kata mutiaranya.

"Kenapa gak Papa ceraikan saja dia, Pa? Dan untuk masalah ibu, kamu bisa membawanya kesini kan? Nanti aku carikan pengasuh lansia, Pa." ujar wanita itu memberikan sarannya,

"Tidak semudah itu, Sayang. Ibu itu keras kepala, jangankan pergi jauh dari rumahnya, sama si bodoh di ajak kesini aja enggak pernah mau."

Duar ..

Bagai ada petir yang menyambar seluruh tubuh Anita, mendengarkan hinaan yang keluar dari mulut manis suaminya sendiri. Anita mencoba berjalan dengan sisa tenaga yang ia miliki, mendekati kearah ponsel yang sedang Marwan tatap.

"Hai!" ucap Anita tepat dibelakang Marwan, dan pemandangan itu sangat jelas terlihat oleh lawan bicaranya Marwan tadi.

Marwan melompat kaget mendengarkan sapaan Anita itu,

"Lancang kamu Anita!" teriak Marwan, tepat dihadapan wajah Anita.

"Siapa yang kamu sebut lancang, Mas? Aku hanya ingin berkenalan dengan orang yang sudah membuat suami aku berpaling, sampai tega menyebut istrinya sendiri orang bodoh." jawab Anita menahan deru nafas yang memburu. Sebisa mungkin ia menahan emosinya agar tidak meledak saat itu juga.

"Sejak kapan kamu berada disana? Atau mungkin kamu mendengarkan semuanya?" tanya Marwan dengan sinis,

"Kalau iya memangnya kenapa, Mas?" jawab Anita tak kalah sinis.

"Kamu!" tunjuk Marwan yang mengangkat tangan kirinya hendak menampar Anita, namun terdengar teriakan dibalik ponsel yang Marwan pegang.

"Hallo Papa. Kapan Papa kembali, aku kangen main bola sama, Papa." terdengar suara anak lelaki memanggil nama Marwan dengan sebutan Papa.

Marwan yang mendengar itu, seketika langsung menurunkan tangan yang hendak menampar Anita tadi.

Dia secepat kilat merubah ekspresi wajahnya yang tadi marah dengan sorot mata membunuh, kini ekpresi itu berubah menjadi sosok yang lemah lembut dengan senyuman yang memancarkan kebahagiaan.

"Hai, jagoan Papa. Rindu ya sama Papa, besok pagi Papa sudah dirumah ya. Sekarang Al tutup dulu panggilannya ya, Papa masih ada urusan." ucap Marwan yang memberikan pengertian pada anak lelaki diujung sana.

"Okey, Pa, segera kembali Al sama Rie merindukan Papa." jawab anak lelaki itu dengan nada riang,

Setelah panggilan terputus, Marwan kembali melayangkan tatapan kebencian pada Anita.

"Siapa perempuan tadi, Mas? Dan kenapa anak tadi menyebut kamu dengan panggilan Papa?" cecar Anita,

"Bukan siapa-siapa, dan itu bukan urusan kamu. Tugas kamu itu hanya mengurus ibuku, dan menjaga calon anakku." jawab Marwan yang hendak berlalu.

"Kamu mau kemana, Mas?" teriak Anita pada saat Marwan meninggalkan sendiri,

"Kamu jelasin sama aku, Mas. Siapa wanita tadi? Apa dia selingkuhanmu disana?" tanya Anita dengan nada bergetar,

"Kamu menuduh aku selingkuh lagi, Anita? Atau jangan-jangan dirimu sendiri yang berselingkuh?" cibir Marwan.

Anita sudah muak dengan semua drama yang Marwan mainkan, jelas-jelas dirinya tadi mendengar sendiri semua percakapan Marwan dan wanita itu.

"Sudah berapa kali aku katakan padamu, Mas. Kamu sumpah pun aku berani, Mas, jika aku tidak berselingkuh." ucap Anita dengan tegas.

"Lalu kenapa kamu menuduhku tanpa bukti, Anita?" sinis Marwan,

"Karena aku mendengarkan sendiri semua yang kamu ucapkan dengan wanita tadi. Mulai dari kalian saling rindu sampai kamu tega menyebutku sebagai wanita bodoh." ucap Anita, hampir saja dirinya menangis dihadapan Marwan.

"Kalau iya wanita tadi istriku, kamu mau apa Anita?" jawab Marwan tanpa dosa, seolah-olah dirinya tidak melakukan kesalahan apa pun.

Hati wanita mana yang sanggup menerima kenyataan jika suaminya sudah memiliki istri selain dirinya, disaat ia tengah mengandung anaknya sendiri, setelah penantian kurang lebih empat tahun lamanya.

Comments (40)
goodnovel comment avatar
Dessy Chandra
aku yang kesel jadinya
goodnovel comment avatar
Tri Hesti
kok ikutan kesel sih sama marwan
goodnovel comment avatar
Noviani Sahida
gk tau diri banget si Marwan... ingeeet.... siapa yg merawat ibumu selama ini....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status