"Kamu sudah menikah lagi, Mas?" tanya Anita lemas, ia mencari sandaran soffa dan langsung terduduk.
"Maaf, Anita. Aku khilaf," jawab Marwan dengan suara pelan,"Khilaf kamu bilang, Mas?" tanya Anita tersenyum getir."Aku terpaksa menikah lagi, Anita." jawab Marwan tanpa menatap Anita,"Terpaksa kamu bilang, Mas? Atas dasar apa, Mas?" teriak Anita,"Aku terpaksa menikahi, Yuni, Anita. Karena aku disana juga membutuhkan seseorang yang bisa melayani semua kebutuhan aku," ujar Marwan pelan,Mendengar penjelasan Marwan yang tidak masuk akal itu, membuat Anita terkekeh,"Melayani semua kebutuhan kamu, Mas?" tanya Anita mengulang kembali ucapan Marwan,Marwan hanya menganggukan Kepala pelan, sebagai jawabannya."Kebutuhan yang mana yang kamu maksud, Mas? Kebutuhan lahirmu apa kebutuhan batinmu?" teriak Anita dengan suara bergetar menahan air mata,Namun Marwan hanya diam tidak menyahuti ucapan Anita,"Jawab, Mas. Kenapa kamu diam saja?""Semua kebutuhanku, Anita. Termasuk lahir dan batin." ucap Marwan yang masih menundukkan kepala,Mendengar jawaban itu Anita hanya bisa tertawa keras dengan linangan air mata."Kamu menikah lagi dengan alasan agar ada yang melayani semua kebutuhanmu, Mas? Begitu maksudmu, Mas? Lalu aku kau anggap apa, Mas?" teriak Anita murka, cairan bening semakin terjun bebas dipipi cantiknya."Maafkan aku, Anita." ucap Marwan lemah,"Jelaskan semuanya sekarang, Mas." pinta Anita dengan suara pelan."Aku sudah menikah dengan, Yuni. Yuni itu adalah cinta pertamaku, Nita. Saat aku pertama kerja di kota D, empat tahun yang lalu sebelum aku kenal denganmu. Tapi karena hubungan kita di tentang oleh kedua orang tua, Yuni. kita berpisah dan Yuni dijodohkan dengan orang lain. Dan sejak dua tahun yang lalu, sebelum Yuni bercerai dengan suaminya, kita kembali menjalin hubungan, sampai Yuni mengandung anakku, yang bernama Al. Setelah anak itu lahir, Yuni bercerai dengan suaminya, dan satu tahun belakangan ini, aku dan Yuni sudah resmi menikah siri." Marwan menarik nafas dalam sebelum kembali melanjutkan ucapannya,Anita hanya diam, mendengarkan semua yang akan Marwan ucapkan, meski pun hatinya teramat sakit mendengar kejujuran ini."Aku tidak bisa menceraikanmu karena dua alasan. Yang pertama kalau aku menceraikanmu, siapa yang akan mengurus ibuku. Dan yang kedua karena anak yang ada dalam perutmu itu. Kalau kamu bertanya apakah aku masih mencintaimu, tentu saja tidak Anita, karena cintaku hanya untuk Yuni seorang." jelas Marwan lagi.Cinta ingin dia miliki, dan orang yang bersedia merawat ibunya ingin dia genggam. Mungkin itulah jalan pikiran Marwan, seorang lelaki egois yang bisanya mempermainkan perasaan."Jahat kamu, Mas! Kamu egois. Ceraikan aku sekarang, Mas!" teriak Anita,"Sampai kapan pun aku tidak akan menceraikanmu, Anita." ucap Marwan dengan suara sedikit meninggi.Tanpa berpamitan pada Marwan, Anita segera berlalu ke dalam kamarnya, disana ia menangis sejadi-jadinya sampai Anita ketiduran.Pada saat bangun tidur, Anita meraba benda pipihnya untuk melihat jam. Namun ada beberapa pesan dan panggilan tak terjawab dari nomor tidak diketahui.'Siapa yang menelpon aku ya?' gumam Anita yang langsung membuka aplikasi hijau untuk mengetahui siapa yang mengirim pesan.[Hai! Maduku yang bodoh. Sekarang kamu sudah tahu kan pernikahan aku dan suamimu, kasian sekali istri sah yang teraniaya hanya dijadikan alat sebagai pengasuh lansia.] isi pesan disertai emoticon tertawa, dari nomor yang tidak dikenali.Membaca pesan itu hati Anita semakin sakit karena ia yakin dia adalah orang yang bernama Yuni.[Oh jadi kamu orang yang sudah merebut suami, Saya? Asal kamu tahu saja ya, pelakor tidak tahu diri. Saya bukan orang bodoh dan saya tidak teraniaya. Saya juga bukan pengasuh lansia seperti yang kamu tuduhkan, saya ikhlas merawat ibu mertua saya. Karena bagi saya ibunya Mas Marwan itu juga ibu saya sendiri.] balas Anita,[Ha,ha,ha. Terserah apa katamu, istri bodoh. Yang pasti aku hanya ingin mengingatkan agar kamu sadar diri, dimana posisi kamu sekarang. Kamu itu hanya istri yang dimanfaatkan saja, sedangkan cinta suamimu, aku pastikan itu hanya untukku.] balas orang itu memberi ancaman.[Percaya diri sekali kamu. Kita lihat saja nanti siapa yang akan menjadi pemenangnya.] balas Anita menangtang,[Heh istri bodoh! Asal kamu tahu saja ya. Aku berhubungan dengan suamimu itu sudah lama, bahkan saat aku memiliki suami pun, suami kamu tidak mau berpaling dariku. Bahkan anak ke duaku, aku pastikan jika itu adalah darah dagingnya, Marwan.] balasan pesan itu lagi.Dengan reflek Anita langsung menscreenshot pesan itu, dan benar saja beberapa menit pesan itu dibaca Anita, si pelakor sudah menghapus pesan itu.[Kenapa dihapus lagi, cantik? Takut ya? Atau keceplosan?] balas Anita disertai emoticon ketawa jahat.[Aku tidak sebodoh yang kamu kira. Kira-kira yang bodoh sekarang siapa ya?] Anita kembali mengirimkan pesan kembali disertai screenshot chatan itu.[Kamu jangan macam-macam sama aku, Anita!][Kenapa kamu takut?] balas Anita tersenyum kemenangan,[Aku sama sekali tidak takut dengan kamu, Anita. Karena Papa aku itu abdi negara, kamu jangan berani membuat masalah denganku jika tidak ingin berurusan dengan hukum.][Wis, anak abdi negara takut!] balas Anita dengan disertai emoticon seolah-olah dirinya ketakutan.[Makanya jangan coba-coba berurusan denganku, jika tidak ingin nasibmu selanjutnya di hotel paradoks.][Siap anak abdi si paling berkuasa ampun!][Bagus! Dan satu lagi lebih baik mulai sekarang kamu pergi saja dari kehidupan Marwan, dan jangan lupa bawa juga ibunya yang penyakitan itu, aku tak mau dia menjadi bebanku dan suamiku nanti.] balasan dari Yuni lagi dan Anita segera menscreenshot pesan itu sebelum pesan itu hilang.[Jika kamu memang suka sama suaminya, kenapa tak kamu urus juga ibunya? Kenapa mesti aku yang membawa ibu jika aku harus berpisah dengan Mas Marwan?] balas Anita memancing emosi Yuni.[Karena aku tak ingin hidupku terbebani oleh ibunya yang sakit-sakitan itu, dia akan menyusahkanku. Kata suamiku ibunya juga sudah terbiasa denganmu, bahkan kamu dengan suka rela mengurusnya.]Klik Anita menscreenshot kembali pesan itu, tanpa ada niatan membalasnya lagi.Anita sibuk dengan aplikasi dunia mayanya,'Kita lihat saja apa yang akan terjadi.' gumam Anita sebelum menekankan tombol posting.Setelah yakin posting itu terkirim, Anita keluar dari kamarnya menuju rumah mertuanya. Tidak lupa Anita juga membeli nasi dan lauk kesukaan dirinya dengan sang mertua, karena hari ini Anita tidak masak.Anita berpamitan pulang, setelah memastikan sang ibu bersiap untuk shalat maghrib dan nanti Anita akan kembali kesana sekitar jam sembilan malam.Cklek.Anita membuka pintu utama rumahnya, namun rumah masih dalam keadaan gelap,'Kemana Mas Marwan?' gumam Anita yang langsung menyalakan lampu."Anita! Apa yang kamu lakukan?" teriak Marwan dengan nafas naik turun duduk disoffa."Aku?" tunjuk Anita pada dirinya sendiri,"Ya kamu! Apa yang sudah kamu lakukan, di tiktok dan facebokmu, Hah?" teriak Marwan lagi."Emang kenapa, Mas dengan akun medsosku." tanya Anita berlagak bodoh, padahal dalam hatinya dia tertawa jahat.Kabar tentang pernikahan Marwan sudah diketahui banyak orang, bahkan banyak juga emak-emak yang berbondong-bondong menyerbu akun media milik Yunita Indrisantika, yaitu istri keduanya Marwan. Berbagai upatan, Kata-kata kasar terlontar pada halaman media Yuni, membuat Yuni marah dan frustasi karena ulah Anita. "Pokoknya, Mama mau Papa ceraikan wanita itu, sekarang juga!" ucap Yuni pada Marwan diujung telpon. "Bagaimana bisa, Papa menceraikan dia dalam keadaan hamil, Ma?" tanya Marwan yang ikut kesal dengan tindakan Anita yang menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang suami. Kini banyak teman-teman Marwan yang menanyakan kebenaran berita itu, "Awas saja kalau kamu tetap memilih wanita itu dibanding aku, setelah kamu membuatku malu." ancam Yuni lagi, "Iya, Sayang. Kamu tenang saja aku tidak mungkin mempertahankan istri yang sudah menjatuhkan nama baik suaminya." jawab Marwan, berkata selembut mungkin agar hati Yuni melunak, "Sekarang aku harus memikirkan bagaimana caranya agar orang
Sehari setelah Anita melahirkan, dirinya diperbolehkan pulang oleh dokter. Namun satu hal yang membuat, Anita tidak habis pikir, yaitu kenapa Marwan tak kunjung datang? Apa dia sudah melupakan dirinya juga anak yang dikandung Anita? "Assalamu'alaikum, Mbah, kami pulang." Anita mengucapkan salam ketika tiba di rumah mertuanya. Anita memang sengaja datang terlebih dahulu ke rumah mertuanya, untuk mempertemukan anak yang baru saja ia lahirkan dengan neneknya. "Waalaikumsalam, Nita, kamu sudah pulang, Nak?" tanya bu Ida dengan linangan air mata, "Ibu, kenapa Ibu menangis?" tanya Anita cemas, dirinya ingin memeluk bu Ida, namun tidak bisa karena sedang menggendong baby-nya. "Apa, Marwan tidak pulang, Nak?" tanya bu Ida semakin sedih, ia merasa amat sangat bersalah pada, Anita. Anita mencoba menenangkan mertuanya, "Bu, Nita tidak apa-apa, Nita baik-baik saja. Anak yang Nita lahirkan juga Allhamdulilah selamat. Dia cantik sekali kan, Bu?" ujar Nita mengalihkannya kesedihan bu Ida. "Bo
Anita memilih meninggalkan Marwan sendiri di meja makan, ia segera bersiap untuk tidur di samping mertua-nya. Anita memeluk tubuh, yang sudah berkeriput dihadapannya. "Andai, Ibu tahu. Jika Nita sangat sayang sama, Ibu. Sampai kapan pun, Nita tidak rela kehilangan, Ibu. Sekali pun, Nita harus berpisah dengan, Mas Marwan." lirih Anita, dengan isak tangis dibelakang tubuh mertuanya. Sebisa mungkin bu Ida bersikap tenang, dirinya bukan tidak mendengar apa yang Anita sampaikan. Hanya saja bu Ida tidak ingin merusak momen Anita yang sedang menumpahkan seluruh isi dalam hatinya. 'Andai kamu tahu, jika Ibu juga lebih meyayangi kamu, melebihi anak Ibu sendiri.' gumam bu Ida dalam hati, ia menahan diri untuk tidak menangis yang akan membuat tubuhnya terguncang. 'Ibu rela mati, agar kamu bisa bebas dari cengkraman anak Ibu, yang sangat egois itu, Nak.' lirih bu Ida lagi, air mata semakin deras mengalir di pipinya yang sudah keriput. Namun setelah sekian lama, bu Ida tidak mendengar isak ta
"Ibu!" jerit Anita, ia berlari kearah bu Ida. "Ibu kenapa, Bu?" tanya Anita yang langsung memeluk tubuh lemah sang ibu mertua. "Ibu, ayo bangun, Bu. Jangan membuat Anita cemas."Tangisan Anita semakin pecah, tatkala dirinya merasakan darah segar yang terus mengalir dalam mulut bu Ida. "Ibu, Ibu bertahan sebentar saja ya, sebentar lagi kita akan segera membawa Ibu ke rumah sakit." Anita masih mengajak bu Ida berkomunikasi. Warga langsung menyiapkan kendaraan, untuk membawa bu Ida ke rumah sakit. Sayangnya belum sempat tubuh itu diangkat, sudah terdengar dengkuran kasar yang bu Ida hembuskan. "Ibu! Ibu, kenapa?" tanya Anita semakin panik. "Bapak-bapak, ayo bantu saya mengangkat tubuh Ibu saja." ucap Anita pada warga yang ada di sekitar sana. Seorang ustadz mendekati tubuh bu Ida, "Inalillahi wainnailaihi rojiun." ucap seorang ustadz yang mengecek nadi dan jantung bu Ida. "Maksud pak Ustadz apa, bicara seperti itu?" tanya Anita dengan linangan air mata. "Mohon maaf, Anita, mertua
Terjadi keributan antara ke tiga saudara itu, Hilman dan Marwan kekeh dengan pendiriannya yang tidak mau memberi hasil pada Anita dengan alasan Anita itu menantu. Sedangkan Sella dengan kekeh ingin memberikan Anita hasil itu, karena Anita lah yang selama ini merawat ibunya. "Kalian semua egois! Coba kalian pikirkan bagaimana nasib Ibu selama enam tahun ini, jika tak ada Anita yang merawatnya? teriak Sella dengan murka. Anita meraih tangan Sella, berusaha menenangkan kakak iparnya itu. "Mbak sudah, Mbak, aku tidak apa-apa." ujar Anita menenangkan Sella. "Kamu dengar sendiri kan, Mbak. Jika Anita saja tidak masalah, kenapa Mbak yang ribet sih? Lagi pula sudah kewajiban Anita mengurus Ibu, karena dia itu istriku." ucap Marwan, memojokkan Sella. "Hanya karena dia istrimu? Kamu bisa berbuat semena-mena pada, Anita begitu? Coba sekarang kita tukar posisi, bagaimana jika, Mbak Hanum, istrimu, Mas Hilman yang merawat Ibu. Mau apa tidak?" tunjuk Sella pada istrinya Hilman. "Aku?" ucap Han
Pov Anita. Mbak Sella menarik tanganku pergi dari rumahku sendiri, menuju ke rumah Ibu. "Kita harus segera mencari sertifikat rumah itu, Dek. Mbak enggak rela jika sertifikat itu jatuh ke tangan mereka." ucap mbak Sella buru-buru menuntun langkahku menuju kamar Ibu. "Kamu cari di lemari ini, Mbak di lemari sana ya." ucap mbak Sella lagi, sedangkan aku masih bingung dengan semua ini, hanya bisa menjawab dengan anggukan kepala. Kami berdua sibuk mencari sertifikat itu, semua barang-barang Ibu sudah kami keluarkan namun sama sekali tidak membuahkan hasil. "Bagaimana ini, Dek?" panik mhak Sella. "Aku juga bingung, Mbak!" jawabku lemas karena aku sama sekali belum sarapan. Ditambah lagi aku merasakan sakit di area produk asiku, mungkin anakku tengah kelaparan ingin meminum asi. "Kamu belum makan bukan? Mukamu pucat sekali?" tanya mbak Sella meraba pipiku. "Mbak!" teriakku karena mengingat sesuatu, yang beberapa bulan yang lalu aku titipkan pada Ibu, dan Ibu menyimpannya di lemari ya
Pada saat diperjalanan menuju rumah lagi, tiba-tiba Yuni memberikan saran untuk menjual semua aset yang aku miliki termasuk rumah dan tanah. "Jual saja, Mas. Nanti uangnya bisa kita pakai untuk buka usaha di kota, kan. Memangnya kamu mau selamanya jadi buruh terus?" ucap Yuni padaku sambil berjalan. Tidak ada yang mendengarkan percakapan kita, karena aku dan Yuni sengaja berjalan pelan. Sedangkan Mas Hilman sudah lebih dulu. "Aku masih bingung, Sayang." jawabku pada Yuni. Aku berpikir jika semua aset disini aku jual, nanti aku kemana pulang. "Kok bingung sih, Mas? Memangnya kamu masih mencintai istri kamu itu ya?" tuduh Yuni padaku, "Tidak, bukan gitu, Sayang!" kilahku langsung, aku tak ingin Yuni merajuk, tak bisa aku bayangkan jika aku harus kehilangan dia untuk ke dua kalinya. "Terus apa yang membuat kamu bingung, Mas? Atau kamu mau semua harta kamu dikuasai istri kamu itu? Kamu lupa bagaimana cara kamu mendapatkan semua aset kamu dari dia, Mas? Ingat juga perjanjian yang kal
Pagi harinya seperti biasa Anita akan menjemur, baby Shakira, Setelah dimandikan. "Selamat pagi, Anita." sapa juragan Emul menghampiri Anita, dengan ke dua bodyguardnya. "Pagi, kembali, juragan. Tumben sekali pagi-pagi sudah berkeliling." ucap Anita basa-basi. "Seharusnya saya yang bertanya sama kamu. Kenapa kamu masih ada di sini?" tanya juragan Emul, yang membuat Anita mengernyitkan kening. "Memangnya kenapa, saya harus pergi dari rumah saya sendiri?" tanya Anita heran. Bukannya menjawab pertanyaan Anita, juragan Emul malah menyentak Anita. "Sekarang juga tinggalkan rumah ini, karena saya akan segera membangun tempat ini!""Tapi maksudnya juragan apa?" tanya Anita semakin tak paham dengan kedatangan juragan Emul juga anak buahnya, lalu mengusir Anita dari rumahnya sendiri. "Apa kamu tidak tahu, jika rumah dan tanah di belakang rumahmu itu sudah di jual sama saya." seru juragan Emul dengan sombong. "Tapi siapa yang menjualnya?" "Kamu beneran belum tahu? Jika suami kamu sudah