Share

2. Kekacauan Terbesar

Kini jarum ujung selang infus sudah masuk ke dalam kulit punggung tangan Anna. Selama sang dokter memberitahu kondisi kesehatan Anna serta langkah-langkah yang harus diambil ke depannya, wanita itu tetap tidak bergeming. Raden sesekali melirik ke arahnya dengan tatapan tidak mengenakkan. “Terima kasih sudah mau datang ke sini,” ucap Raden berterima kasih.

“Iya, tidak masalah. Kalau begitu saya pamit pulang dahulu.”

Setelah kamar kembali sepi, barulah Raden mengacak rambut dan melonggarkan dasinya. Gara-gaa Anna, dia belum pulang ke rumahnya untuk beristirahat.

“Untuk apa kamu ke sini?” tanya Anna langsung dengan tatapan iritasi kepada pria tersebut. “Tidak usah sok peduli, selama ini kamulah penyebab kesengsaraanku.”

“Kamu yakin aku adalah penyebabnya? Bukan dirimu sendiri?” balas Raden tidak senang. Meski begitu, dia tetap menjaga volume dan nada suara.

“Sekarang kamu pergi dari sini,” usirnya dengan dingin. Perempuan itu sudah melemparkan tatapan kosong ke tembok, padahal tidak ada yang bisa dilihat sama sekali. “Aku muak melihat wajahmu.”

Tangan kanan pria itu sudah mengepal keras. Apakah tembok lebih menarik dibanding wajahnya? “Baiklah! Aku pulang!”

Saat pintu kamar tertutup, barulah Anna menatap lurus ke pintu. Meski mulutnya diam, bisikan di bawah alam sadarnya mulai berteriak seperti kaset rusak.

“Bunuh dia. Bunuh dia. Bunuh sumber kesialanmu itu.”

*****

Setelah keadaannya berangsur pulih, Anna mau untuk makan lagi. Dia belum bisa melaksanakan niatnya. Memang dia sudah tidak waras, pikiran itu terus menghantuinya, tetapi Anna masih punya alasan kenapa dia bertahan diri.

Membunuh tidak akan menyelesaikan segalanya, justru menambah bebannya. Dia tidak seputus asa itu.

Setidaknya masih belum waktunya.

Tidak lama, Ibunya memberi pesan yang menyuruh Anna pergi ke pesta yang diadakan sang Ayah untuk bisnisnya. Katanya, kalau bisa, bawa Raden bersamanya. Tetapi tanpa ditanya pun Anna tahu Raden tidak akan mau.

Setibanya di sana, tidak ada perlakuan hangat sama sekali dari kedua orang tuanya. Mereka hanya berpura-pura baik kepadanya jika ada yang melihat. Sisanya, justru Ibu Anna, Masya, sengaja menyindir Anna dengan keras.

“Suami macam apa yang tidak memperhatikan istrinya sendiri? Atau ... mungkin kamu yang kurang bisa menarik perhatiannya?” Masya terus berceloteh tanpa memperhatikan perasaan Anna sama sekali.

Tidak apa-apa. Hati Anna sudah mati untuk orang tuanya. Setelah berkali-kali ia dijatuhkan oleh kedua tangan orang tuanya sendiri hanya demi mendapatkan kasih sayang, kini tujuan hidupnya berubah. Hanya impian mengenai kebebasanlah yang menahannya untuk tidak mati.

Akan tetapi, di saat Anna dipaksa duduk semeja dengan teman-teman Ibunya, hatinya sangat terusik.

"Memang menantuku tampak tidak begitu mencintai dia. Aku sudah sempat khawatir dengan kehidupan pernikahan mereka, namun Anna sangat memaksa untuk tetap menikah dengannya. Tapi lihat, akhirnya dia menjadi istri dari suami yang jarang ada di dekatnya."

Para perempuan sosialita itu saling bersipandang. Salah satunya menyahut agar Masya tidak terkesan berbicara kepada udara. "Memangnya siapa suaminya?"

"Suaminya adalah CEO PT. Ku--"

"Bu, hentikan."

"Raden Ezra Kusuma," beritahu Masya. Semua orang di meja itu terkejut secara kompak dan melihat ke Anna.

"Astaga? Raden? Bukankah dia selama ini mengaku masih lajang? Tidak ada yang tahu bahwa dia sudah menikah!" ucap salah satu wanita berambut pendek sebahu.

Masya mencoba sekali lagi untuk mengelus ujung kepala Anna, tapi anaknya tetap menolak. "Benar. Aku sudah menebak kalau menantuku akan bersikap seperti itu. Entah apa tujuannya, tapi dia tidak terlihat seperti ingin mengakui pernikahannya."

"Pasti karena dia adalah orang yang sibuk. Akhir-akhir ini perusahaan Kusuma sangat berkembang pesat. Bahkan katanya, Kusuma akan merambah ke sektor lain. Pasti lelaki itu tidak ada waktu untuk memperhatikan istrinya, kan?"

Sejak tahu bahwa suami Anna adalah Raden, orang-orang di meja itu semakin asik membicarakan mereka berdua. Padahal Anna ada di situ, bertahan diri sambil mendengar semua percakapan secara langsung.

Ini adalah ajang yang tepat bagi Masya untuk menjelekkan anaknya sendiri. "Benar. Tetapi, mungkin itu karena Anna belum bisa menghasilkan anak untuknya. Jadi, dia semakin tidak peduli dengan istrinya."

"Wah, bisa jadi."

Pada akhirnya Anna pulang lebih cepat dibanding seharusnya. Dibanding emosinya terus terkuras, lebih baik dia menghancurkan semua barang di rumahnya.

Akibat amarah tidak terbendung, kini rumahnya telah menjadi kapal pecah. Semua barang berbahan kaca sudah dilempar ke tembok dan tidak bisa diselamatkan. Beberapa barang elektronik ikut menjadi korban.

“SIALAN! RADEN SIALAN!” teriak Anna histeris. Matanya memerah, rambutnya yang ditata rapi sedemikian mungkin juga sudah berantakan. Semua pembantu dan pengawal tidak berani mendekatinya, takut manusia bisa menjadi sasarannya. “Ngapain kalian lihat-lihat aku, hah?! Mau mengejek juga?!”

“Bunuh dia! Bunuh dia!” Kalimat itu terus meronta-ronta meminta dilakukan.

Kali ini pikiran Anna sudah tidak bisa dibatasi. Terlebih saat Raden datang atas permintaan salah satu pembantu. Tentu saja lelaki itu terkejut setengah mati. Seakan akhirnya semua keresahan hati sang wanita terungkapkan juga. “Kamu ini kenapa, sih?!”

Kala pria tersebut melangkah mendekat, Anna berjalan mundur dan berteriak. “Berhenti di sana!”

“Kamu sudah tidak waras?!” sahut Raden. Oops, balasan yang salah. Tanpa ba bi bu, Anna mengiyakan tanpa berpikir ulang. “IYA! Aku sudah sakit tapi tidak ada yang mau peduli! Aku tetap diam tapi semua kesialan tetap kudapatkan! Kenapa?! Kamu mau menyalahkanku karena tidak bisa menjadi istri yang baik? Karena aku kurang menarik? Itulah kenapa kamu mengasingkanku di sini?”

Perlahan tetapi penuh kehati-hatian, Raden mencoba mendekat. Suaranya melembut setelah tertegun mendengar pernyataan tersebut. “Anna ... Kenapa kamu berpikir seperti itu?”

“Seharusnya kamu bertanya kepada dirimu sendiri! Aku tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi kenapa aku tetap berada di sini? Kenapa ... semuanya terasa serba salah?”

Lagi-lagi suara di dalam pikirannya berteriak, “Ambil kesempatan saat ini! Bunuh dia dengan pistol di belakangmu!”

Betul. Ada  pistol yang selama ini dia sembunyikan di sebuah meja. Kini meja tersebut tepat berada di balik punggung. Cepat-cepat dia berbalik, membuka laci dengan kunci yang selama ini terus dia pegang. Dengan gerakan cepat, nyaris tidak terlihat, Anna berhasil menyembunyikan pistol di balik tubuh. Sedangkan Raden yang tak tahu apa pun bersikeras untuk mendekat. Namun, otaknya mulai memberi peringatan. “Apa yang kamu ambil di situ, Anna?”

“Huh? Kenapa kamu penasaran sekali?” Garis bibir itu mulai melengkung lebar. “Apa kamu mulai tertarik denganku? HAHAHA.”

Raden bergerak gesit untuk memeluk Anna. Niatnya, dia akan mengambil barang apa pun yang baru saja diambil wanita itu. Akan tetapi, ternyata tangan perempuan tersebut juga tidak kalah cepat. Dia menempatkan ujung pistol di dada Raden, tempat sumber kehidupan lelaki tersebut berada.

Keringat dingin menetes di dahi pria tersebut. Sejak kapan Anna memiliki pistol? “Anna ... sudah kuduga, kamu selicik itu. Pada akhirnya, menikahimu hanya menjadi salah satu caraku untuk bunuh diri.”

“Bunuh dia!”

“Tidak usah banyak bicara, brengsek!” Jari lentiknya menarik pelatuk pistol tersebut. Satu peluru yang tersisa di dalamnya segera menembus kain dan kulit pria tersebut. Tidak butuh waktu lama untuk peluru tersebut bersarang di dalamnya dan mengeluarkan banyak darah.

Raden melangkah mundur beberapa langkah, matanya membulat saat melihat telapak tangannya yang berusaha menahan kini sudah berdarah-darah. Semua orang di sana memekik tertahan.

“Sejujurnya, aku tidak ingin membunuhmu. Aku masih mau menjadi istri yang baik. Tapi, aku tidak bisa menahan suara di dalam kepalaku.”

Saat itu juga, tubuh Raden tersungkur dan matanya terpejam. Tidak lama, setelah Anna menatap tubuh sang suami dengan hening, dia pun ikut pingsan.

Setidaknya, walaupun dia tidak bisa menjadi istri yang baik, dia masih menjadi anak yang baik.

[Bersambung]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status