"Erik, Ariel. Kita harus bicara," perintah Masya dengan mendadak sehabis kembali dari luar negeri. Kedua orang yang dipanggil saling melempar mata. Mereka heran kenapa sang Ibu terlihat hendak marah padahal baru saja pulang dari bandara. Apakah Ibu mereka mengalami hal buruk di luar negeri?
Setelah semua barang bawaan selesai diambil dari bagasi mobil, mereka bertiga duduk di atas meja makan. Tanpa basa-basi, Masya menanyakan intinya, "Apakah Anna datang ke festival sekolah kalian?"
Bulu kuduk mereka berdiri, merasa merinding. Padahal seharusnya posisi Masya saat itu masih di atas langit, tetapi kenapa mengetahui kedatangan Anna malam kemarin? Tidak ingin terkena masalah, Erik memberi jawaban lain, "Tidak."
"Erik, jujurlah."
"Tidak, Bu," keras kepala sang anak. Seharusnya Masya percaya, tetapi wanita baya itu malah menggebrak meja yang membuat Ariel berjengit dan berdiri dari kursinya.
"Ibu sudah tahu dari mata-mata yang Ibu taruh di sini." As
Baru kali ini dia menjejaki kebebasan tanpa perasaan dikejar oleh siapa pun. Berkat kebaikan hati dadakan sang suami, Anna diperbolehkan untuk berjalan-jalan tanpa pengawasan satu orang pun. Perbedaannya tampak sederhana tapi dampak yang diperoleh sangat besar. Selayak wanita pada umumnya, hampir keseluruhan waktu yang ia punya diisi dengan berbelanja di beberapa kawasan. Uang yang suaminya berikan tidak mungkin habis meski dia merampok semua barang di dalam toko. Tak terasa, saking terlalu nyaman berbelanja, matahari telah terbenam dan bulan menampakkan cahaya cantik yang dimiliki. Sesaat Anna terpana bak orang yang tidak pernah melihat bulan. Entah dia lebay atau tidak, tetapi dari sini bulan tampak sangat cantik. Apakah setiap hari bulan memang secantik itu? Ada satu taksi yang datang dan berhenti tepat di hadapannya, padahal Anna tidak memberi isyarat sama sekali. Kebetulan Anna memang mau pulang dengan taksi sehingga dia pun langsung masuk setelah semua
Atas perintah atasan, akhirnya hal-hal yang mengikat kaki tangan Anna dilepas saat kondisi wanita itu masih tidak sadar diri. Meski begitu, para penjahat itu yakin Anna tidak bisa keluar dari kamar sempit ini meski tangan dan kakinya telah bebas. Bagaimana bisa keluar jika hanya ada sau ventilasi sebagai penghubung udara luar dan dalam. Di dalamnya tidak ada kasur, meja, atau lainnya. Hanya ada satu tikar tipis sebagai alas Anna saat ini. Efek dari luka yang diberikan tidak main-main. Anna baru sadar keesokannya karena para penjahat tersebut terlalu berisik. Kepalanya terasa sangat pening ketika dia mencoba duduk. "Duh, sakit banget." Sebisa mungkin dia mencoba memperhatikan di mana dirinya berada saat ini. Perasaan tidak enak membuat bulu kuduknya merinding. Jadi, dia sungguh-sungguh diculik ketika sedang jalan-jalan? "Kenapa nasibku jelek banget, sih?" BRAK! Pintu tiba-tiba dibuka kasar oleh salah satu preman. Anna hanya bisa meneguk ludahny
Kekuatan uang dan jabatan memang tidak main0main. Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit setelah Anna memberi perintah, sudah ada tiga orang profesional datang dan mencari titik lokasi tubuhnya dengan cepat. Tentu saja semua itu dapat dilakukan dengan tubuh Raden. Kemampuan mereka memang sangat mumpuni, dalam tiga puluh menit juga mereka menemukan pelacak lain di dalam barang Anna sehingga mudah mendapatkan alamat spesifiknya. Akan tetapi, itu juga yang membuat Anna keheranan. "Bagaimana bisa ada pelacak lain selain di ponselku?" "Kami duga memang ada orang yang sengaja memberikan pelacak tersebut di barang lain. Kalau dilihat dari keakuratan pelacak tersebut, pasti pelacak itu dipakai di barang yang selalu dipakai pemiliknya." Selalu dipakai? Bukankah terakhir kali dia tidak memakai apa pun kecuali sepatu, baju, kalung, anting-anting, dan ... jam tangan? Benar! Kalau di film, jam tangan adalah target umum untuk dipasang pelacak atau kamera.
Sejak Masya meluapkan emosi secara mendadak kepadanya di malam itu, Anna tahu bahwa dia dibenci sang Ibu. Meski masih mengharapkan kasih sayang, jauh di dalam hatinya, Anna tahu dia tidak memiliki kesempatan tersebut kecuali Masya sendiri yang bertobat. Namun, melihat perbuatannya bisa sampai sejauh ini, dia jadi mengerti bahwa sang Ibu tidak akan pernah bertobat dan melihatnya dengan cara yang benar. Di hadapannya, Raden sudah siap jika melihat Anna mengamuk. Dia pun sudah marah saat Masya menghubungi ponsel wanita tersebut. Hanya saja, kenapa tatapan Anna terasa lebih lemah dari biasanya? Wanita itu malah tidak banyak berekspresi dibanding saat mereka bertengkar. "Oh, begitu...." "Oh? Hanya oh?" Kedua matanya melotot, sama sekali Raden tidak percaya kalau respon Anna akan sesantai itu. "Ya ... mau bagaimana lagi? Kurasa aku bisa terbiasa jika Ibu yang melakukannya." "Sialan, dia tidak pantas kamu sebut Ibu lagi," sebal Raden. Ingin sekali di
Tubuh Anna saat ini masih belum memungkinkan untuk bertukar tubuh, sang pemilik asli tubuh juga tidak begitu berpikir untuk kembali ke tubuhnya sehingga mereka memutuskan tetap tertukar tubuh dalam beberapa hari ke depan. Tidak perlu khawatirkan pekerjaan, selain sudah sedikit terbiasa, sekarang Raden pun membimbing sekaligus mengawasinya dari jauh."Kamu tak perlu khawatir, cukup berpura-pura melihat isi laporannya satu per satu. Kamu hanya perlu bertindak jika kuperintahkan." "Oke," jawab Anna singkat dengan mata yang terfokus pada layar komputer. Saat ini dia menunggu semua laporan yang masuk terkirim kepada email rahasia Raden. "Sudah terkirim semua." "Iya, aku sudah lihat. Kumatikan dulu telepon ini."Tanpa menunggu lebih lama, sambungan telepon telah terputus. Anna melakukan apa yang Raden katakan barusan, yaitu berpura-pura membaca isi laporan dan terlihat sibuk. Sebenarnya aneh jika harus berpura-pura, jadi Anna sekalian me
'Temui aku setelah aku keluar dari rumah sakit.' Karena itu, hari ini mereka bertemu di sebuah kafe yang baru saja dibuka. Ekspresi Anna rumit untuk dijelaskan. "Astaga, kenapa kamu baru mengatakannya sekarang? Padahal aku memberitahu kedatangan Ibu di hari yang sama." "Maafkan aku. Aku hanya butuh waktu berpikir apa yang sebenarnya terjadi." Mata gelap Raden menatap bola mata sang lawan dengan lurus dan mengintimidasi. Anna merasa sedikit tidak nyaman tapi mencoba ditahan. "Sejak kapan ... orang tuamu menyuruh kita bercerai?" "Se, sebenarnya tidak lama. Saat pernikahan kita menginjak umur ke tiga, di situ orang tua mulai menyuruhku untuk bercerai." "Seandainya kita tidak bertukar tubuh dan Ibumu sungguhan berkata seperti itu kepadamu, apa kamu akan menurutinya?" Jawaban Anna saat ini sangat penting untuk Raden. Dia perlu tahu apakah Anna pun ingin berusaha lepas darinya. Wanita tersebut berusaha memalingkan arah mata. Kenapa suaminya menatap
Sebagai pancingan sekaligus tindakan awal Raden untuk menepati janji, dia membuat secara acara yang dihadiri oleh para dewan komisaris serta beberapa perwakilan dari rekan kerjanya. Dilihat dari luar, acara ini dilaksanakan agar kekerabatan bisa meningkat dan menjalin kerja sama yang lebih baik. Sebenarnya akan banyak yang bertanya-tanya, kenapa pemimpin PT. Setia Abadi dan istrinya turut diundang di acara ini. Namun, Anna melaksanakan peran dan dialog Raden dengan baik. Meski ini kali pertama dia menjadi pelaksana dan bintang utama dalam sebuah acara, pembawaannya sangat tenang seakan dia benar-benar terbiasa. Ketika salah satu orang melapor bahwa Malik dan Masya sudah tiba, Anna menghampiri mereka dan melakukan sambutan. "Saya senang kalian berdua datang ke sini." Masya memberi tatapan pongah sekaligus was-was, sedangkan Malik membalas dengan formal. Setelah berbasa-basi pendek, Anna mempersilakan kedua orang tersebut untuk menikmati susunan acara.
"Bagaimana kalau kita melakukan kencan pertama?" usul Raden di tengah malam. Kelopak mata Anna yang sudah tertutup kembali terbuka dan menatap kosong langit-langit kamar. Kencan? Aneh sekali untuk didengar. Apakah Raden akan percaya jika seumur hidup Anna tidak pernah berkencan? Selama ini dirinya terkurung dalam rumah. Meski tidak ada kesalahan yang pantas membuatnya dipenjara, pergerakan Anna selalu dibatasi. Termasuk kedekatannya dengan lelaki lain. Jadi, jatuh cinta sedalam mungkin tidak sempat ia rasakan, apalagi berkencan. "Bagaimana cara kita melakukannya?" "Ya ... cukup jalan-jalan bersama?" Suara pria tersebut terasa sedikit bimbang, tetapi juga percaya diri karena sudah pernah melakukan sebelumnya. "Sambil kita menikmati momen yang ada bersama-sama." Kini dia menyampingkan postur tubuhnya sehingga bisa melihat sisi Anna dari samping. Mendengar pertanyaan barusan, ia duga Anna tidak pernah berkencan. "Kamu benar-benar seperti anak kec