Share

Bab 4

Freya merasa terpukul oleh kata-kata kasar dan merendahkan itu. Dia merasa seperti ditendang ketika dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk mencari pekerjaan demi kebaikan dirinya dan Desi. Namun, dia tidak punya kekuatan untuk melawan, untuk membela diri.

Dengan mata berkaca-kaca, dia mengangguk perlahan, berusaha menahan air mata yang ingin tumpah. "Maafkan saya, Pak. Saya hanya mencoba mencari pekerjaan untuk memberikan yang terbaik bagi anak saya," ucapnya dengan suara gemetar.

Namun, pria itu hanya menggelengkan kepala dengan sinis. "Cerita sedihmu tidak membuat saya tertarik. Saya tidak butuh karyawan yang lemah dan tidak berguna seperti kamu. Sekarang, keluar!"

Freya bangkit dari kursinya dengan perasaan hampa. Dia merasa seperti dihantam oleh gelombang keputusasaan yang mendalam. Namun, dia tahu dia harus tetap kuat untuk Desi dan putri bungsunya.

Dengan langkah gemetar, dia meninggalkan ruangan itu, hatinya berat oleh kegagalan dan rasa rendah diri yang memenuhi pikirannya. Dia merasa seperti dunia ini tidak adil, bahwa dia tidak memiliki tempat di dalamnya.

Di luar, dia duduk di bangku taman, mencoba menenangkan dirinya. Dia tidak ingin Desi melihatnya hancur seperti ini. Dia harus tetap kuat, untuk putrinya, untuk masa depan mereka berdua.

Waktu berlalu, tetapi luka hati Freya tidak sembuh begitu saja. Setiap kali dia mengingat pengalaman pahit itu, dia merasa seperti ditendang lagi oleh kekejaman dunia.

Namun, Desi tetap menjadi pilar kekuatannya. Setiap kali dia merasa lemah, dia melihat ke mata putrinya yang penuh harapan dan keberanian, dan dia tahu dia harus bertahan, untuknya.

Meskipun sulit, Freya terus mencari pekerjaan. Dia mengirim lamaran ke berbagai tempat, berharap akan ada yang memberinya kesempatan, meskipun kecil.

Dan akhirnya, setelah beberapa waktu, dia mendapatkan panggilan untuk wawancara lagi. Meskipun takut akan mengalami kekecewaan lagi, dia memutuskan untuk mencobanya sekali lagi, untuk Desi dan Dina.

Wawancara itu berjalan dengan lancar, dan akhirnya, dia diberi kesempatan untuk memulai pekerjaan. Ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya, sebuah kesempatan untuk memulai dari awal, untuk membuktikan kepada dunia bahwa dia tidak lemah, bahwa dia pantas mendapatkan tempatnya di dalamnya.

Dengan tekad yang baru ditemukan, Freya memulai pekerjaannya dengan semangat yang baru. Dia bekerja keras setiap hari, tidak pernah melupakan perjuangan yang dia alami untuk sampai ke tempat ini. Meskipun hanya menjadi cleaning service di hotel permata, tapi sudah membuat Freya bersyukur karena bisa membiayai hidup kedua anaknya.

Hari ini memang melelahkan bagi wanita cantik, tapi dia terus bekerja keras. Tidak peduli dengan kondisi tubuhnya yang semakin kelelahan. Di saat Freya duduk di kursi, tepat di depan pintu kamar hotel. Dia tanpa sengaja bertemu dengan Barry dan selingkuhannya.

"Wah ... dunia ini sempit sekali ya, bisa-bisanya kita bertemu lagi dengan wanita jelek ini." Hera berbicara ketus.

"Kayaknya dia memang butuh uang deh, Sayang. Makanya sampai bekerja jadi cleaning service begini, padahal 'kan dia bisa jadi wanita penghibur dan menjual kecantikannya." Barry tidak kalah memberikan hinaan pada mantan istrinya.

Freya cuma diam saja, sebab tidak ingin ada kekacauan sehingga membuat dirinya dipecat dari pekerjaannya yang sekarang.

"Kenapa diam saja? Ngomong dong! Apa kamu mendadak bisu?" cetus Hera menghina dengan bahagia.

Freya menelan kepahitan kata-kata yang dilontarkan Hera dan Barry. Hinaannya terasa seperti sembilu yang menusuk hatinya, namun dia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan emosi di wajahnya. Matanya tetap menunduk, tangannya tetap bekerja, menyeka lantai marmer yang berkilauan di depan lobi gedung hotel tempatnya bekerja.

"Ah, tidak usah diladeni, Sayang. Toh, wanita seperti dia tidak akan bisa mengerti apa-apa," kata Barry sambil melingkarkan lengannya di pinggang Hera, menunjukkan kedekatan mereka di hadapan wanita cantik yang sedang sibuk bekerja.

Freya mencoba menarik napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa menjawab hinaan mereka hanya akan memperburuk keadaan. Baginya, pekerjaan ini sangat penting. Ini adalah satu-satunya cara untuk menyambung hidup dan membiayai sekolah anaknya, Desi. Mengingat kedua putrinya, dia merasa ada kekuatan yang membuatnya tetap tegar meski dihina.

Setelah puas memberikan hinaan, Barry dan Hera pun pergi meninggalkan Freya sendiri. Kali ini air matanya tidak bisa dibendung kembali, dia menangis sejadi-jadinya karena hanya itu yang bisa membuat hatinya lega.

"Aku tidak akan membiarkanmu terus menghinaku, Mas. Akan aku buktikan bahwa aku bisa hidup layak tanpamu." Freya bermonolog. Dia menghapus air matanya dengan kasar, lalu mengambil ponselnya untuk membaca pesan yang masuk.

Sudut bibirnya mulai mengembang saat melihat pesan singkat yang dikirim oleh Desi, dia sendiri tidak sabar menunggu waktu pulang untuk bertemu kedua putrinya.

Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, kini sudah waktunya Freya untuk pulang. Segera wanita itu bersiap-siap untuk pergi dari tempatnya bekerja menuju ke rumah. Langkah kakinya tiba-tiba dihentikan oleh pria yang ada di depannya.

"Mau apa kamu?" tanya Freya sedikit ketakutan.

Pria itu tidak ada jawaban, tatapannya terus meneliti wajah wanita yang ada di hadapannya.

"Aku mau pulang, jangan halangi jalanku." Freya berbicara kembali dengan nada ketakutan.

"Kamu gak usah takut begitu, aku ke sini karena ingin mengajakmu bekerjasama." Pria tampan itu tiba-tiba mengajak bekerja sama tanpa memperkenalkan nama.

"Bekerjasama?" tanya Freya bingung.

"Iya, bekerja sama," sahutnya singkat.

Freya masih kebingungan, tidak paham dengan maksud pria tampan yang ada di hadapannya.

"Kalau cuma untuk basa-basi saja, aku tidak punya waktu," ujar Freya bersiap untuk pergi meninggalkan pria yang tidak dikenalnya.

"Kamu pasti kenal Barry?" tanya pria tampan tersebut.

Seketika langkah kaki Freya terhenti. "Aku sudah tidak ada hubungannya lagi dengannya. Jadi, apa pun yang menyangkut dirinya, aku sudah tidak peduli," ujarnya tanpa menoleh ke arah pria itu sedikit pun.

"Kita sama-sama dikhianati oleh kekasih kita, makanya aku ingin mengajakmu bekerjasama." Pria itu pun mulai memperjelas maksud dan tujuannya.

"Aku cuma ingin hidup tentram tanpa memikirkan masa laluku kembali," ujar Freya tegas.

"Kalau aku menawarkan sebuah imbalan, apakah kamu tidak mau?" tanya pria yang belum juga memperkenalkan diri.

"Apa pun itu, aku tetap tidak mau. Lebih baik aku menjadi cleaning service, dari pada mengurus kembali pria yang memberikan luka lama padaku." Freya berlalu pergi begitu saja tanpa memperdulikan pria yang saat ini masih berdiri mematung melihat kepergian wanita cantik tersebut.

Dua menit kemudian, pria itu justru mengejar Freya. Dia terus memohon untuk meminta bantuan darinya.

"Apa yang kamu tahu tentang hidupku, hingga kamu bersikeras ingin bekerjasama sama denganku?" tanya Freya geram.

Siapa yang menyangka bahwa pria itu justru mengatakan semua perihal masa lalu Freya dengan detail.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status