"Tapi, Mas. Jika aku pulang, bagaimana dengan mas Alen? Bukankah tangan mas sedang sakit?" tanya Naya."Jangan khawatir! Kalo aku membutuhkan sesuatu, aku akan minta tolong sekretaris kantor," jawab Alen yang membuat Naya terkejut mendengarnya.Sekertaris? Sekertaris cantik kemarin? batin Naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Pulanglah!" perintah Alen membuka pintu mobil untuk istrinya.Alen mengernyit menatap Naya yang sama sekali tak merespon apa yang ia perintahkan.Jentikan tangan Alen membuyarkan lamunan naya seketika."Masuk!" Naya tak bisa menolak. Tanpa banyak buang waktu Naya masuk ke mobil tanpa Alen di sampingnya."Langsung pulang!" pinta Alen terkejut saat Naya meraih tangan dan mencium punggung tangannya."Iya!" jawab Naya mencoba untuk tersenyum.Alen menutup pintu mobil itu secara perlahan. Tatapan matanya tak berhenti menatap ke arah naya yang mulai pergi meninggalkan dirinya.Hari ini, kamu sudah banyak membantuku. Dan aku tak mau kamu lelah mengurusi seg
"Makan rujak dan berkeinginan aneh merupakan ciri-ciri!" tulisnya dalam layar laptopnya.Sesaat, kedua matanya mengerling menatap ciri-ciri keanehan kanaya yang tertera dalam layar laptop miliknya."Orang ngidam? Hamil?" Alis Alen bertaut seketika. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat melihat kata-kata yang membuat dirinya seakan tak percaya."Apa iya dia sedang hamil?" tanya Alen merapatkan bibirnya seraya berpikir.Di mall, Naya turut prihatin mendengar cerita tentang perampokan yang terjadi pada Mama Dina."Mama sangat terluka waktu itu. Lihat! Tangan mama sampai seperti ini," ucap mama Dina memperlihatkan lengan miliknya yang tertutup dengan plester."Bahkan kartu kredit milik suami kamu pun raib di bawa perampok itu!""Sabar ya, Ma. Siapa tau dengan kejadian yang menimpa, Tuhan memberikan kita rejeki melimpah tak terduga!" ucap Naya seraya mengusap bahu milik mama tirinya itu. Argh! Malah ceramah lagi!! gumam batin mama Dina mencoba untuk tersenyum.Laura mulai beraksi.
"Apa seserius itu?" tanya Alen mengernyit saat anggukan Diego kepadanya.Jangan-jangan, keinginan aneh yang dilakukan naya karena pengaruh rasa sakitnya ini. Dan bukan karena hamil. Ya Tuhan, padahal aku sangat bermimpi menjadi seorang ayah! gumam Alen menghela nafas panjang."Mas!" Jentikan tangan Diego membuyarkan lamunannya.Alen mengecap bibirnya yang sexy seraya menopangkan kedua tangan di pinggang.Kedua matanya melirik ke arah sopir sekaligus bodyguard yang berdiri tepat di hadapannya."Apa jangan-jangan mbak naya keracunan, ya, Mas?" tanya Diego yang membuat Alen mengernyitkan dahi."Maksud kamu?" "Waktu di mall, saya melihat cewek tadi memasukkan sesuatu ke dalam minuman mbak Naya, Mas. Dan untungnya ada saya, jadi mbak Naya tak sampai meminumnya. Tapi, takutnya, sebelum kedatangan saya, mbak naya memakan sesuatu dari cewek itu," tutur Diego menjelaskan."Cewek itu? Siapa yang kamu maksud?" tanya Alen penasaran."Saya kurang tau, Mas. Yang jelas, mbak Naya memanggil wanita s
"Suaminya sangat pintar dan cerdas. Jika anda memiliki kesalahan padanya, dia akan pastikan akan membawa anda ke dalam jeruji besi!" Perkataan Roy yang mulai terlintas dalam benak mama Dina.Apa mereka seorang polisi? Apa mereka datang karena suruhan dari suami kanaya? Kan, hanya kanaya yang memanggilku dengan sebutan mama Dina? tanya batin Mama Dina mengira. Ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat salah satu orang tersebut menyodorkan berkas untuknya."Bacalah dengan teliti. Jika anda mau menanda tangani surat perjanjian ini, anda bisa menerima uang yang ada di koper ini!" tunjuk orang tersebut membuka koper yang berisikan tumpukan uang.Seketika, dua bola mata indah mama Dina mengerling menatap uang yang berwarna merah berada di hadapannya. Uang yang sudah lama tak ia dapatkan selama ini.Uang? Ya Tuhan, apa aku sedang bermimpi? batin Mama Dina bertanya."Mama Dina?" tanya orang itu mengagetkan mama Dina."Ya," jawab Mama Dina mendongak menatap mereka yang terlihat menun
"Heem," lirih Naya terkejut saat Alen tiba-tiba membopong tubuh ala bridal milik istrinya tersebut."Mas, kenapa menggendongku?" tanya Naya bingung."Aku yang akan mengantarmu!" ucap Alen mengejutkan istrinya itu."Tapi, Mas!" ucap Naya terhenti saat tatapan mata tajam mengarah padanya."Bukankah aku ini suami kamu? Apa kamu malu pada suami kamu sendiri?" Pertanyaan Alen benar-benar membuat Naya tak mampu menegak salivanya sendiri. Bibirnya merapat dan mulai menenggelamkan wajahnya tepat di dada milik suaminya."Tak mungkin aku malu, Mas. Tubuhku ini sepenuhnya sudah menjadi milikmu. Justru, aku berpikir mas Alenlah yang ...," kata Naya terhenti."Diamlah! Semakin kamu bicara, tubuhmu terasa sangat berat," ucap Alen seraya menggeret infus milik istrinya itu."Iya," jawab Naya yang tersenyum senang.****Di rumah, bunda Elena tak sabar menunggu kabar dari adik iparnya. Kabar yang mampu menjawab rasa penasaran yang selalu menaungi pikirannya."Kenapa Ana tak kunjung memberi kabar? Bukan
Alen melirik. Bibirnya merapat saat melihat istrinya tersenyum ke arahnya."Jangan GR! Sudah cukup kemarin kamu membuatku kehilangan waktu menemanimu di rumah sakit!" tutur Alen memicing menatap Naya yang seketika senyumnya memudar."Iya, Mas!" lirih Naya melas.Bibirnya merapat. Kedua tangannya dengan erat merangkul leher suaminya.Apapun alasanmu, Mas. Entah kenapa, hatiku merasa nyaman dengan perlakuan istimewamu ini! gumam batin Naya menyandarkan kepalanya tepat di dada bidang yang di miliki suaminya itu.Alen menyeringai. Aroma wangi rambut naya yang begitu khas membuatnya tak berhenti menciumnya.Perlahan, Alen mulai merebahkan tubuh naya dengan hati-hati."Makasih, Mas!" ucap Kanaya seraya mengembangkan senyum manisnya."Untuk hari ini, kamu tak perlu melakukan aktivitas apapun. Dan jangan turun ke bawah meskipun ada orang yang datang ke mari. Mengerti!" tegas Alen mengingatkan."Tapi, Mas. Jika aku tak melakukan apa-apa. Trus, bagaimana dengan mas Alen? Apa mas Alen tak kelap
"Iya, Mas. Aku tau! Tapi, beneran aku sudah baik-baik saja, Mas. Perutku, tubuhku sehat semua," protes Naya."Menurutlah! Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" Perkataan Alen yang membuat Naya mengernyit mendengarnya."Anak kita?" tanya Naya terkejut setengah mati. Sebuah perkataan yang sangat bertentangan dengan isi surat perjanjian kontrak pernikahan mereka."Kamu hamil! Jadi, mulai sekarang jangan pikirkan diri kamu sendiri. Pikirkan juga keselamatan dan kesehatan anak kita," kata Alen menatap Naya dengan senyum manisnya."Anak kita? Apa itu artinya mas Alen mau menerimanya? Mas Alen mau mengakuinya?" tanya Naya memastikan.Perlahan, Alen menurunkan tubuh istrinya itu. Dengan lembut dan perhatian, jari jemari tangannya membelai rambut indah yang di miliki istrinya."Ya, aku akan menerimanya dan juga menerimamu, istriku!" Perkataan Alen yang manis membuat naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Apa ini kenyataan? batin Naya bertanya. Lentik indah bulu matanya tak be
Degupan jantung Naya berdetak begitu kencang. Tatapan mata Alen, tubuhnya yang begitu mendekat membuat Naya tak mampu menegak salivanya sendiri."Mas, aku ambil ...," kata Naya terkejut saat Alen mulai mendaratkan ciuman tepat di bibir mungilnya. Perlahan, Alen melepas ciumannya. Senyumnya tertoreh menatap wanita yang kini telah menjadi bagian dari dirinya."Ijinkan aku melakukannya!" ucap Alen seraya menyapu sehelai rambut yang menutupi wajah cantik istrinya itu.Naya tersenyum. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap menatap lelaki tampan yang kini berada di atasnya."Mas, bukankah aku pernah bilang, sejak mas Alen mengikat janji suci untukku. Aku sudah merelakan dan menyerahkan tubuhku ini sepenuhnya untuk, Mas!" kata Naya menyatukan kedua tangan tepat di leher suaminya."Mulai sekarang, jika mas ingin melakukannya, Mas Alen tak perlu meminta ijin dulu padaku. Llakukanlah! Dengan senang hati aku akan menerimanya."Perkataan Naya benar-benar membuat Alen tak mau menahannya