Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.
Kirana yang mengenali suara itu langsung menengok dan terkejut, ia melepaskan tangannya yang menjambak rambut Fitri.“Ma-mas Angga.” Ucap Kiran yang tergagap dan juga ketakutan.Angga berjalan cepat menghampiri Fitri yang sedang terduduk karena di hempaskan oleh Kiran.“Jadi seperti ini sikapmu yang sebenarnya terhadap kakak iparmu, Kiran!” Suara Angga menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ada kilatan amarah yang terpancar di wajah tampannya, rahangnya yang mengeras dan lengannya terkepal kuat.Fitri yang mengetahui jika sang suami sedang berada di puncak emosinya, ia berusaha untuk mengalahkan perhatiannya, agar sang suami bisa tersadar dan tidak hilang kendali.“Ma—mas, kamu pasti capek kan? Kita ke kamar yuk, kita istirahat atau... Mas mau aku buatkan kopi?” bujuk Fitri yang berusaha untuk menghalau Angga.“Diam, Fit!” sentak Angga yang membuat Fitri terlonjak, “ Kiran, jawab pertanyaan, Mas!” tambahnya.“Ma—mas, aku bisa jelasin. Semuanya tidak seperti apa yang Mas kira.” Kilah Kiran yang ketakutan melihat amarah sang Kakak.“Tolong kamu jelaskan sekarang juga!” titah Angga yang terlihat nafasnya naik turun.“A—aku... ya, aku tadi itu sedang latihan drama yang di buat sama Dosenku, Kak.” Bohong Kiran.Mendengar penjelasan dari sang adik yang terdengar ambigu, pria yang menikahi Fitri dua tahun yang lalu itu langsung melirik ke arah sang istri.Sadar dengan tatapan pria yang ia cintai sedang mengintimidasi, Fitri langsung menerbitkan senyum manisnya, berusaha untuk terlihat baik-baik saja.“Jika hanya untuk mempraktikkan sebuah drama yang kamu sebutkan tadi, kenapa mata kakakmu itu terlihat sembab?” ujar Angga yang kini mengusap air mata yang menetes di pipi.“emm... itu...”“Itu karena aku terlalu menghayatinya, Mas.” Potong Fitri.Bukannya jujur, Fitri malah berbohong agar Kiran tidak mendapatkan amukan dari kakaknya.Bukannya tidak mau mengadukan hal yang sebenarnya namun, Fitri tahu akan konsekuensinya ketika ia berkata jujur.“Tuh, kan, Mas. Apa aku bilang, kalau kita ini sedang latihan drama.” Tambah Kiran.“Tapi...”Ucapan Angga terpotong karena Fitri menarik lengannya untuk naik ke atas.“ayok, Mas. Kita istirahat, kamu pasti capek kan habis perjalanan jauh.” Ajak Fitri.Merasa ada kesempatan untuk pergi, Kiran pun berjalan cepat dan masuk ke dalam kamarnya.Sementara Fitri, ia terus menarik lengan suaminya yang kokoh itu.Setelah sampai di kamar, wanita yang memiliki kulit kuning Langsat itu heran. Kenapa suaminya pulang malam ini, padahal ia mengatakan bahwa penerbangannya besok pagi.“Mas, kenapa kamu bisa pulang malam ini? Kan kamu bilang bahwa penerbangannya besok pagi?” tanya Fitri yang penasaran.“Aku Rindu sama kamu.” Jawabnya.Terlihat ada semburat warna merah di ke dua pipinya, wanita cantik itu tersipu malu di hadapan sang suami yang tiba-tiba menggoda dirinya.“Maafkan, Mas. Ya?” ujar Angga yang menatap wajah sayu itu.“Mas kenapa meminta maaf?”Bukannya menjawab, Angga malah memilih untuk memeluk tubuh kurus istrinya. Ia terisak, rupanya ia menemukan kebohongan yang terpancar dari raut wajah Fitri dan dari sorot mata itu menunjukkan jika istrinya sedang tidak baik-baik saja.“Mas tau semuanya, Fit. Mas tau,” ujar Angga, “Mas tau, jika Ibu dan Karin sudah berani kasar sama kamu kan?” tambahnya.Deg!Wanita cantik itu terkejut, ia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri tentang dari mana suaminya tau jika ibunya sering memerintah walaupun sedang sakit.“Jawab Mas, Fit!”“Mas tau dari mana, jika Ibu dan Karin sudah berbuat kasar sama aku?” tanya Fitri yang penasaran.Angga merogoh ponsel yang ada di sakunya untuk menunjukkan bukti kekerasan yang Fitri alami dari ibu mertuanya dan adik iparnya sendiri.Rupanya Angga memasang CCTV tanpa sepengetahuan semua orang, di situ terlihat Fitri yang sedang di siksa oleh mama mertuanya dan adik iparnya.“Kenapa kamu tidak pernah mengadukan semua ini kepada Mas, Sayang. Kenapa?” tanya Angga, “dan kamu malah menutup kelakuan mereka.” Tambahnya.Bulir bening yang berada di ke dua matanya kini lolos begitu saja, bukan maksud hati untuk menutupi semua kelakuan mereka namun, Fitri s’lalu mendapatkan ancaman dari sang mertua jika dia berusaha untuk mengadukan perbuatannya kepada Angga.“Aku minta maaf, Mas.” Hanya itu yang bisa ia katakan.Tidak tahan dengan kesakitan yang istrinya rasakan, pria tampan itu langsung membawa Fitri ke dalam pelukannya dan mereka berdua pun larut dalam tangisnya. Fitri menangis karena senang kalau akhirnya sang suami bisa tau dengan sendirinya, berbeda dengan Angga, ia menangis karena sudah merasa gagal menjadi pelindung untuk istri tercinta.Setelah ke duanya puas menyalurkan kesedihannya dalam tangisan, kini mereka mencoba untuk mencari solusi supaya bisa keluar dari rumah yang seperti neraka.“Mas, apa aku boleh minta satu permintaan sama kamu?” ujar Fitri yang mulai mencairkan suasana.“Apa, Sayang. Dengan senang hati Mas akan menuruti permintaan kamu itu, asalkan kamu bahagia.” Jawab Angga yang tersenyum manis.“Apa lebih baik kita pindah saja dari sini, gak apa-apa jika kita harus mengontrak Mas,” usul Fitri.Tanpa pikir panjang Angga langsung mengiyakan ajakan istrinya untuk pindah dari rumah ini, ia s’lalu menuruti keinginan istrinya jika itu bisa membuatnya bahagia, kenapa tidak?“Beneran kamu mau, Mas?” tanya Fitri yang merasa bahagia, namun seketika kebahagiaan yang ia pancarkan tiba-tiba berubah menjadi sendu ketika mengingat sesuatu.Angga yang melihat perubahan pada diri istrinya itu langsung bertanya.“Kamu kenapa, Sayang? Kok, berubah jadi sedih lagi, hm?”Rupanya wanita yang memiliki iris mata coklat itu takut, jika permintaannya akan di tolak mentah-mentah sama ibu mertuanya yang tidak mengizinkan untuk pindah.Setiap kali Fitri meminta izin untuk pindah, Bu Dinar pasti menolak dan beralasan jika ia sudah tua dan tidak ada yang akan mengurusnya jika bukan Fitri.“Ada apa? Bilang sama, Mas.”“Aku takut, Mas. Jika Ibu tidak mengizinkan kita untuk...”“Untuk apa?”“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri y
“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan
Saat Angga dan Fitri hendak pergi, tiba-tiba handphone yang ada di saku celana Angga itu berdering. Ia mengambil ponsel tersebut dan ketika ia melihat nama yang tertera di layar ponsel itu tiba-tiba wajah pria tampan itu berubah menjadi pias.“Mas kenapa teleponnya enggak di angkat?” tanya Fitri yang melihat Angga sedikit heran.Pria berkulit bersih itu langsung mematikan panggilannya, ia menatap Fitri dengan sedikit gugup. “Emm... Mas juga enggak tau, Sayang. Mungkin ini kerjaan orang iseng,” jawab Angga, namun sesaat kemudian, ponsel tersebut kembali berdering.Fitri yang melihat gelagat suaminya yang aneh menjadi sebuah tanda tanya, biasanya jika ada yang memanggil Angga langsung mengangkat panggilan itu. Akan tetapi, kali ini terlihat agak sedikit berbeda.Pria tampan itu nampak terlihat sedang menyembunyikan sesuatu, seperti sesuatu yang tidak boleh di ketahui oleh istrinya.“Mas, angkat dulu siapa tau itu penting.” ujar Fitri.“Ah, enggak perlu di angkat lah. Lagian enggak pent