“Astagfirullah, Ya Allah.” Fitri terus saja beristigfar untuk s’lalu menguatkan hatinya.
Kirana yang baru saja mengantarkan Dokter Fida, menghampiri sang Ibu yang sedang menatap bingung ke arah meja makan yang masih berserakan.“Bu, Ibu kenapa?”“Ini Loh, siapa yang akan merapikan ini semua?” ujar Bu Dinar sambil menunjuk ke arah piring-piring kotor yang masih belum di bereskan.“Ibu enggak lagi menyuruh aku kan?”“Terus...kalau bukan kita yang membereskan ini, siapa lagi?”Kiran menatap malas ke semua piring-piring kotor itu, alasan Kiran tidak mau mencuci piring karena, dia takut jika tangannya akan berubah menjadi kasar, apalagi kemarin sore ia baru saja melakukan manikur.“Ya... Tunggu Mbak Fitri saja, yang bereskan? Pokoknya aku enggak mau titik!” tolak Kiran. Wanita yang s’lalu memakai pakaian yang kurang bahan itu pergi meninggalkan Bu Dinar yang sedang kebingungan.**Di luar kota, tiba-tiba saja hati Angga merasa tidak enak. Tidak seperti biasanya, Angga s’lalu teringat dengan Fitri yang berada di rumah.“Kenapa tiba-tiba aku terus ke pikiran Fitri, tumben sekali biasanya tidak seperti ini.”gumam Angga yang sedang merapikan semua pakaiannya, karena besok pagi ia harus berangkat ke bandara.Pria tampan yang memiliki tubuh tegap itu mengambil ponsel yang ada di atas meja, ia ingin menghubungi istrinya. Akan tetapi, nomor yang ia hubungi tidak dapat di hubungi.“Kok, tumben ponselnya tidak dapat di hubungi.”Angga semakin khawatir, ia takut jika terjadi sesuatu pada sang istri.Di tempat lain, Fitri terbangun dari tidurnya. Ia melirik jam yang ada di atas nakas sudah menunjukkan pukul delapan malam, ia terlonjak ketika teringat jika ia belum memasak untuk makan malam.“Astaghfirullah, bagaimana ini? Kenapa aku bisa ke tiduran? Ibu pasti marah jika aku telat menyiapkan makan malam.” Ujar Fitri yang segera bangun dari tempat tidurnya.Meskipun tubuhnya masih lemah, namun, ia berusaha untuk kuat.“Bagaimana istirahatnya cantik, enak?” tanya Kiran yang melihat Fitri turun dari lantai atas.“Ma—maaf, aku ketiduran.” Hanya itu yang Fitri ucapkan. Karena memang benar ia merasa mengantuk setelah meminum obat yang di berikan oleh Dokter Fida.“Iya, enggak apa-apa. Terus bagaimana keadaan kamu, apa sudah sembuh?” tanya Kiran lagi.Melihat sikap Kiran yang seperti itu, menjadi sebuah tanda tanya besar bagi Fitri. Ia merasa aneh kepada adik iparnya tersebut, baru saja siang tadi dia mendorong tubuhnya. Terus sekarang sikapnya malah berubah 180° menjadi baik.“Kok, Kiran sekarang malah baik sama aku? Pasti ada sesuatu yang membuatnya berubah seperti ini.”“Loh, kok, malah bengong. Bagaimana, Mbak. Apa sudah sembuh?” tanya Kiran lagi.Fitri yang sedang asyik memikirkan perubahan Kiran tiba-tiba terkejut, mendengar suara Kiran yang sedikit keras.“Ah em... Iya aku sudah sembuh kok,” jawab Fitri yang tergagap.“Alhamdulillah, kalau begitu cepat Mbak cuci piring bekas makan siang tadi! Aku lapar mau makan, tapi enggak ada piring bersih.”Jleb!Benar dugaan Fitri, jika ia baik karena ada maunya.“Kamu kan bisa sendiri, Kiran. Badan Mbak masih lemas.” Imbuh Fitri.“Jangan kebanyakan alasan deh! Tadi katanya sudah sembuh,” ujar Kiran.“Tapi...” ucapan Fitri terpotong dengan Kiran yang mendorong tubuhnya.“Kalau aku bilang buruan, ya buruan!” sentak Kiran.Entah julukan apa yang pantas untuk Kiran saat ini, gadis itu benar-benar tega. Ia tidak pernah merasa kasihan terhadap kakak iparnya yang sedang sakit itu.Dengan badan yang masih lemas, Fitri berjalan ke dapur dan benar saja, saat ia sampai terlihat piring-piring kotor yang masih menumpuk di wastafel.“Aku kira dengan aku sakit seperti ini, Ibu dan Kiran akan berubah menjadi baik walaupun hanya sesaat. Tapi dugaanku salah,” gumam Fitri yang mulai menyabuni piring satu persatu.Fitri sempat menduga, jika dia sakit Ibu mertuanya akan terlihat baik dan mau membantu membereskan pekerjaan rumah. Akan tetapi, itu hanya sebuah khayalan semata.Tidak terasa akhirnya semua piring-piring kotor itu telah di cuci bersih oleh Fitri, ia teringat jika sejak tadi perutnya belum terisi apa pun.Tari mencoba membuka lemari pendingin, ia berharap ada makanan yang bisa ia makan untuk mengganjal perutnya.“Alhamdulillah, ada roti.”Mata Fitri terlihat berbinar, ia menemukan roti seperti menemukan berlian yang ada di dalam lemari pendingin, dan tidak henti-hentinya ia mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT.Tidak menunggu waktu lama, wanita yang memiliki mata sayu itu segera memakan roti tersebut dengan lahap.Setelah merasa perutnya sudah kenyang, barulah Fitri memanggil Kiran.“Kiran piringnya sudah bersih,” ujar Fitri yang akan melangkah naik ke atas untuk beristirahat kembali.“Hanya piringnya saja? Makanannya mana?” tanya Kiran yang memang tidak tahu diri.“Tadi kamu hanya menyuruh Mbak untuk mencuci piring kan? Ya sudah, Mbak sudah menyelesaikan tugasnya.” Jawab Fitri yang sedikit tegas.Mendengar jawaban Fitri yang membantah ucapannya, Kiran pun berdiri dan menghampiri Fitri.“Rupanya kamu sudah berani menjawab seperti itu, Mbak!” pekik Kiran dengan suara cemprengnya.Sebenarnya Fitri itu tidak takut untuk membantah semua perintah mereka namun, Fitri hanya menghargai mereka sebagai orang tua dan adik dari suaminya.“Maaf Kiran, untuk kali ini Mbak tidak bisa menuruti perintah kamu. Badan Mbak lagi kurang sehat,” imbuh Fitri.Terlihat ada kilatan amarah dari dalam diri Kiran, saat Fitri hendak melangkah, tiba-tiba Kiran menarik rambut indah milik Fitri dan ia pun terjengkang ke belakang.“auh!” pekik Fitri.Melihat Kaka iparnya yang merintih kesakitan, ia malah terkekeh seperti halnya sedang melihat adegan yang sangat lucu.“Rasakan! Sakit kan?” ejek Kiran.Karena badannya yang masih lemah, Fitri pun tidak bisa melawan adik iparnya yang lucnut itu. Ia hanya bisa menangis dan berdoa semoga Allah menolongnya.Tanpa mereka sadari, ternyata ada seseorang yang datang. Seseorang itu mengepalkan tangan ketika melihat Fitri yang sedang di perlakukan seperti itu.“Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.Kirana!” ucap seseorang dengan suara baritonnya.Kirana yang mengenali suara itu langsung menengok dan terkejut, ia melepaskan tangannya yang menjambak rambut Fitri.“Ma-mas Angga.” Ucap Kiran yang tergagap dan juga ketakutan.Angga berjalan cepat menghampiri Fitri yang sedang terduduk karena di hempaskan oleh Kiran.“Jadi seperti ini sikapmu yang sebenarnya terhadap kakak iparmu, Kiran!” Suara Angga menggelegar mengisi seluruh ruangan.Ada kilatan amarah yang terpancar di wajah tampannya, rahangnya yang mengeras dan lengannya terkepal kuat.Fitri yang mengetahui jika sang suami sedang berada di puncak emosinya, ia berusaha untuk mengalahkan perhatiannya, agar sang suami bisa tersadar dan tidak hilang kendali.“Ma—mas, kamu pasti capek kan? Kita ke kamar yuk, kita istirahat atau... Mas mau aku buatkan kopi?” bujuk Fitri yang berusaha untuk menghalau Angga.“Diam, Fit!” sentak Angga yang membuat Fitri terlonjak, “ Kiran, jawab pertanyaan, Mas!” tambahnya.“Ma—mas, aku bisa jelasin. Sem
“Untuk apa?” Tanya Bu Dinar yang memotong ucapan Fitri.“Bu... Kenapa enggak ketuk pintu dulu kalau mau masuk ke kamar Angga.” Ucap Angga yang kesal karena Bu Dinar sudah masuk tanpa mengetuk pintu.Wanita yang sekitaran umur 50 tahunan itu tidak terima dengan ucapan Angga.“Terserah Ibu dong! rumah-rumah Ibu, Jadi Ibu bebas keluar masuk kapan saja yang Ibu mau.” Ketus Bu Dinar.“Iya, mungkin dulu Ibu masih bebas keluar masuk. Tapi sekarang sudah beda Bu, Angga sudah punya istri.” Tegas Angga yang berusaha untuk menjelaskan kepada ibunya, bahwa sekarang ini ia sudah memiliki keluarga kecil dan memiliki privasi sendiri.“Lalu, kenapa kalau kamu sudah punya istri? Ibu tidak berhak untuk menemui anak Ibu sendiri, gitu!” ucap Bu Dinar, sedangkan Fitri ia hanya diam mematung tanpa mengucapkan sepatah kata pun.“Dan kamu,” tunjuk Bu Dinar dengan tatapan tidak suka, “sudah bicara apa kamu sama anak saya? sehingga dia berani melarang ibunya untuk menemuinya.” Sambungnya dengan menuduh Fitri y
“Bu, Kiran punya ide.” Usulnya dan membisikkan sesuatu di telinga Bu Dinar.**Pukul 05.00 pagi, Wanita yang memiliki wajah sayu itu sudah terbangun lebih dulu, ia segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Fitri langsung membangunkan suaminya, karena mereka akan bersiap-siap untuk pindah saja.“Mas, bangun kita sholat subuh.” Ucap Fitri sambil mengusap pipi suaminya dengan lembut.Angga langsung menggeliat, setelah mendapatkan sentuhan dari tangan dingin Fitri yang baru saja selesai mandi.“Jam berapa, Sayang?” tanya Angga sembari mengucek matanya.“Sudah jam 05:00, Mas. Ayo bangun, nanti kita kesiangan loh sholatnya.” Jawab Fitri yang hendak mengeringkan rambut dengan hairdrayr.“Ya sudah, Mas mandi dulu ya?” pamit Angga yang terbangun dari tempat tidurnya.10 menit kemudian, Angga sudah selesai membersihkan dirinya. Pria tampan itu menatap bingung ke arah istrinya yang masih berkutat dengan alat pengering rambut.“Ad
“Astaga Ibu...” Pekik Kiran yang melihat kamar ibunya seperti kapal pecah.Gadis cantik itu menghampiri Bu Dinar yang sedang menangis di tengah-tengah pecahan kaca yang berserakan, dengan hati-hati Kiran melangkah karena jika ia salah menginjak, maka kakinya yang akan menjadi korban pecahan kaca tersebut.“Bu, apa yang telah terjadi?” Bu Dinar hanya bergeming, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari anak gadisnya itu, karena amarah yang ada dalam dirinya masih belum padam.“Bu, Ibu kenapa?” Tanya Karin lagi.“Pergi kamu dari sini!” bukannya jawaban yang Kiran dapatkan, melainkan hanya sebuah bentakan yang ia dapatkan.Kiran yang terkejut langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan kakinya pun menginjak pecahan kaca yang berserakan di lantai.“Auh!” pekik Kiran.Setelah mendengar pekikan dari Kiran, Bu Dinar langsung tersadar dan seketika menengok ke arah Kiran yang tengah terduduk sambil memegangi kakinya yang berlumuran darah.“Astaga Kiran!” teriak Bu Dinar yang menggema.Angga
“Kamu semakin cantik, Fit.” Batin Dokter Fauzan.**Setelah berada di dalam ruangan, terlihat Kiran yang tengah tertidur lelap. Bu Dinar yang melihat putrinya terbaring lemah di atas brankar menjadi merasa bersalah.“Kiran, Sayang. Bangun Nak!” Ucap Bu Dinar, “Kiran jangan tinggalin Ibu.” Sambungnya dengan berlinang air mata.“Bu, biarkan Kiran istirahat dulu. Lebih baik kita keluar dulu yuk! Nanti kalau sudah siuman baru kita ke sini lagi.” Usul Fitri.“Diam kamu! Siapa kamu yang berani menyuruh-nyuruh saya!” Bentak Bu Dinar.Wanita cantik itu terkejut, niat baiknya malah di salah artikan oleh Bu Dinar. Fitri berucap begitu bukan tanpa alasan, wanita cantik itu hanya tidak mau mengganggu Kiran dengan suara keras dari Ibu mertuanya, karena kondisi Kiran belum sadarkan diri.“Bu, yang di ucapkan oleh Fitri itu ada benarnya juga loh. Kasihan Kiran dia butuh istirahat.” Jawab Angga yang membela istrinya.“Angga! Apa kamu tidak bosan membela istrimu yang tidak berguna itu, jangan terus m
“Sayang, maafin Mas ya? Gara-gara Mas, kamu jadi sakit. Ini makan dulu buburnya.” ujar Mas Angga yang terlihat sangat mengkhawatirkan istrinya.Fitri begitu sangat beruntung, telah menjadi bagian hidup dari Angga namun, keberuntungannya itu pupus setelah mendapatkan mertua dan adik ipar yang sangat jahat.“Gapapa Mas, kepalaku cuma sedikit pusing saja. Oh ya, Mas kok, tau aku ada di sini?” tanya Fitri yang melihat ke arah wajah suaminya.“Awalnya Mas tidak tau, Mas mencari kamu ke mana-mana tapi enggak ketemu juga, terus ada Dokter Fauzan yang memberi tahu Mas, kalau kamu itu pingsan di depan ruang IGD, ya udah deh Mas langsung ke sini.” jelas Angga sambil membuka kantong plastik yang berisi bubur.Mendengar penjelasan dari suaminya, tiba-tiba ia teringat dengan ucapan Dokter Fauzan.“Apa benar ia sudah membatalkan perjodohan itu? dan dia berani menentang ke dua orang tuanya hanya demi aku.” batin Fitri yang bertanya-tanya tentang kebenaran itu.“Hey! Kok malah bengong, masih pusing?
“Tapi dulu kita saling menci—““Hentikan omong kosongmu itu!” potong Angga dengan cepat. Fitri hanya terdiam menyaksikan suaminya yang berdebat dengan wanita yang tidak ia kenal. Ingin rasanya ia bertanya kalau wanita itu siapa? Namun ia urungkan.Ia tau jika saat ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya, melihat rahang suaminya yang mengeras dengan sigap Fitri menggenggam tangan suaminya dan mengusapnya dengan lembut, guna untuk meredam emosi yang tengah membuncah.“Istigfar, Mas.” ujar Fitri Setelah mendengar perintah dari istrinya, Angga pun langsung mengusap wajahnya dan mengucapkan istigfar.Pria itu menatap Fitri dengan lembut, ia merasa beruntung karena sudah memilih istri yang tepat. Menurutnya, Fitri itu seperti laksana air yang mampu memadamkan api yang tengah berkobar. Seperti halnya sekarang ini, ia mampu meredam emosi suaminya yang tengah meletup-letup dengan sentuhan lembut tangannya, dan tidak lupa ia s’lalu mengingatkan Angga untuk mengucap istighfar ketika ia seda
Melihat laki-laki yang ia suka membuang muka, wanita itu malah mencium Angga di depan istrinya tanpa ada rasa malu dan... Plak!! Tanpa adanya aba-aba, wanita cantik itu di tampar oleh Fitri dengan sangat keras. Semua orang yang ada di dalam ruangan sontak terkejut, terutama Bu Dinar dan Kiran, ia tidak menyangka jika menantu yang terkenal pendiam dan teraniaya itu dapat melayangkan tamparan yang lebih keras.“Mungkin selama ini aku selalu diam, tapi bukan karena aku lemah! Aku hanya menghargaimu, Bu! Karena Ibu adalah ibunya Mas Angga, suamiku!” ucapnya dengan tegas, “aku selalu diam, ketika aku di siksa dan di dorong. Apa kalian merasa kasihan denganku? Tidak! Kalian malah senang menyaksikan hidupku yang menderita ini!” sambungnya dengan berurai air mata.Kali ini Fitri benar-benar mengeluarkan isi hatinya yang sudah tidak kuat dengan semua perlakuan Bu Dinar dan adik iparnya, sampai-sampai Angga pun ikut tercengang sekaligus tidak menyangka, akhirnya Fitri bisa berbuat tegas dan