Bab 14.POV SherlySebentar lagi, tahan Sherly, kuatkan hatimu!Aku menarik napas ini, rumah tanggaku dalam hitungan bulan sudah berubah 360 derajat. Dulu sebelum kedatangan wanita itu, aku dan Mas Pram begitu sangat romantis, hingga aku tidak sabar menanti kepulangannya sewaktu bekerja.Ia selalu sebelum berangkat dan sesudah pulang mengecup keningku, membuat aku menjadi wanita paling beruntung. Begitu hangat hati ini. Bahkan kicauan dari Ibu Mertua tidak pernah sampai ke hati. Aku membiarkan berapa banyak kata yang menghujam diriku, aku tidak peduli, yang aku pedulikan hanya 1. Suamiku.Aku selalu melakukan kewajibanku sebagai seorang istri. Bahkan aku tidak pernah melewatkan sehari pun tanpa membuatkan segelas teh untuk mas Pram.Aku pun bersolek secantik mungkin dan tetap aku lakukan meskipun dapat nyinyiran dari mertua.Aku rela berhenti bekerja sesuai keinginan Mas Pram dulu sebelum menikah. Aku rela berjauhan dari ibu bapakku, bahkan sahabat, teman dan saudara.Semua kulakukan d
Semenjak Mas Pram membawa wanita itu, aku lebih memerhatikan diri sendiri dan sudah tidak pusing lagi memikirkan menu apa yang akan dimasak. Tidak perlu tiap hari menawari menginginkan makanan apa yang ingin dimakan. Sudah tidak peduli lagi.Aku membuka kulkas satu-satunya yang aku beli dulu, saat pertama menginjak rumah ini, aku merogoh tabunganku untuk membeli segala perabotan di rumah ini. Kuratukan keluarga Mas Pram, kumudahkan segala pekerjaan rumah tangga, bahkan sebelum datang ke rumah ini, mesin cuci pun belum terpasang di rumah ini. Aku membelinya namun ternyata apa yang aku perbuat semakin membuat tinggi hati Ibu mertua, semakin hari semakin banyak pula tuntutan yang ia beri. Bahkan lucu sekali, menu makan pun ia langsung merubah sendiri dan harus ada daging. Oke, aku turuti dengan iklas keinginannya karena beliau adalah orang tua Suamiku yang pastinya adalah orang tuaku sendiri. Aku menyayangi mereka seperti aku menyayangi ibu bapak kandungku.Namun sayang sekali kebaikank
“Eh, Dek. Tunggu. Dek boleh pinjam satu juta tidak?“Aku menoleh memasang wajah jengah, k7alau dulu aku pasti langsung memberikannya tapi sekarang. Rasanya semakin sadar siapa yang benalu di sini.“Gak ada,” jawabku dengan melanjutkan langkahku.Aku pun dengan langkah cepat meraih kunci mobil sebelum Ibu keluar kamar. Menunda waktu saja bila sampai ketemu beliau.Segera aku kemudikan mobil hitam ini menuju kantor Samsat. Sungguh nyaman sekali memakainya. Hitungan jam akan sepenuhnya milikku. Aku tersenyum lebar kali ini.**Aku memarkirkan mobil di parkiran mobil yang disediakan Samsat, lalu aku keluar lagi dengan jalan kaki mendatangi penjual nasi uduk yang berjualan disamping jalan yang sekilas nampak tadi.Sesampainya aku segera memesan dan duduk menanti.Akupun meraih tas dan mengambil ponsel, kuusap layarnya. Kupencet ikon Facebook lalu ku scroll beranda.Mataku sedikit melebar saat menemukan Poto yang barusan di upload. Mas Pram baru saja mengupload dan ngetag seseorang dengan a
PoV SherlyMataku menyipit saat melihat pesan dari Mas Pram. Maksudnya apa Fortuner kan mahal, mana bisa angsuran 3,8 juta. Atau belinya bekas? Atau DP nya yang banyak. Tapi uang darimana?Lebih baik aku pastikan saja daripada penasaran setengah mati ini.[Yakin, Mas angsuran 3,8 juta dapat Fortuner?]Pesan aku kirim, tidak lama pesan langsung dibuka olehnya. Gerak cepat sekali dia.[Maaf, Dek. Angkanya kurang 1, tadi. Harusnya 13, 8 juta. Hehehe soalnya tadi buru-buru ngetiknya]Aku membeliak tidak percaya. Gila! Uang darimana angsuran berani ambil segitu, sedangkan gaji mas Pram gak nyampe segitu. Mau tombok darimana? Ditambah angsuran bayar ponsel yang lalu. Aku menggeleng tidak percaya dengan kekonyolan Mas Pram.[Banyak banget, mau bayar pake uang apa? Daun? Gaji, Mas saja tidak nyampai segitu. Ibu, Bapak makan apa, Mas?“][Hehehe, katanya kemarin, Adek mau bantuin kan. Makanya mas berani ambil segitu, kata teman Mas kalau endorse itu banyak bayarannya. Jadi aku yakin, adek pas
Aku rasa lebih baik mampir ke kafe dulu, segelas kopi hangat sepertinya akan membuat diri ini lebih tenang.Kubawa mobil ini dengan sangat pelan, kupandangi jalanan yang tidak rame juga sepi, semua sedang-sedang saja, sepertinya semesta sedang mendukung diri ini. Hingga alam pun tidak ikut bising.Suara getaran ponsel membuyarkan anganku, aku melirik ke samping, tertera nama suami sedang menelepon. Mungkin dia sudah jenuh atau Amira rewel.Kuraih ponselnya lalu kupencet tombol merah. Kubuka deretan pesan darinya.[Sherly. Niat jemput tidak? Kenapa lama sekali?][Halo, Sherly. Teleponku diangkat dong!][Sherly, kami kepanasan, Amira rewel. Lekaslah kesini][Sherly, cepat kesini. Clara marah-marah. Maas sudah tidak punya ongkos buat bayar taksi, semua sudah buat DP mobil]Aku menghela napas, lalu putar arah menuju ke arah alamat yang dikirim Mas Pram.Sepertinya sekarang harus tunduk dulu agar tidak dicurigai.10 menit setelahnya, dadi kejauhan, di trotoar jalan di depan showroom, terli
“Sherly, apa-apaan, Kamu!“ Mas Pram ikut menimpali dan langsung turun, ia langsung ambil alih dan menyuruhku turun untuk menggantikanku nyetir mobil.“Maaf, lagi belajar,” jawabku sangat lirih. Kupasang wajah memelas. “Tidak usah masuk lagi! Kamu jalan saja bukain pintu gerbang!“ seru Ibu meneriakiku saat tangan ini hendak membuka pintu mobil.Aku pun mundur, lalu berjalan kaki ke rumah, nampak tetangga depan sedang menatap ke arah kami, lantas aku pun langsung memasang wajah sedih dan berusaha mengeluarkan air mata ini. Segera aku mengingat kenangan paling menyedihkan agar aku bisa mengeluarkan air mata. Akhirnya usahaku berhasil. Aku melangkah maju dan pura-pura jalan dengan langkah terseok-seok. Langkahku sangat pelan hingga Mas Pram pun membunyikan klakson sesuai keinginanku.Aku menunduk pura-pura mengusap air mataku, sesekali aku mencuri pandang ke arah tetangga yang barusan aku lewati. Kebetulan rumah Mas Pram melewati beberapa petak rumah.Nampak si tetangga itu sangat penas
“Tante, tolong masalah ini jangan sampai bocor ya, Tante. Aku tidak enak apalagi berhubungan dengan aib keluarga.““Iya-iya, tenang saja.““Mas Pram mau menikah lagi, Tante. Tadi aku marah-marah di mobil dan diturunkan begitu saja di jalan depan sana. Terus aku tidak sengaja menginjak kerikil dan membuatku keseleo.“ Aku sedikit berakting dan sedikit menggigit bibir ini.“Astaghfirullah, terus, Kamu tidak ditolong? Malah suruh bukain pintu gerbang? Zolim sekali mereka!“ sungutnya.Aku hanya mengangguk.“Bahkan, Kamu mau ditinggal nikah lagi? Dasar Pram belagu, OKB itu memang seperti itu, suka lupa dulu seperti apa. Ih, Tante gemas!““OKB itu apa, Tante?““Orang kaya baru. Aku paling benci sama Lelaki yang tega sama istri dan mau menikah lagi. Emang katanya kenapa mau menikah lagi?““Katanya aku mandul, padahal usia pernikahan kami baru 4 tahun, Tante,” lirihku dan pura-pura menangis.“Astagfirullah! Amit-amit punya tetangga seperti itu. Owh iya nama, Kamu siapa? Tante lupa.““Sherly, T
POV PRAMPLAK!!Tangan ini lepas begitu saja, aku menatap telapak tangan ini. Tidak percaya yang barusan aku lakukan. Aku menampar wajah istriku. Aku menatap wajahnya yang menatap ke arahku dengan pandangan kosong. Marahkah? Kecewa?Ah, biarlah. Biar dia tahu marahnya aku seperti apa. Sungguh aku melihat kegilaan Istriku menyetir tadi. Sangat membahayakan anakku dan ibu. Aku tidak bisa mentolerirnya ditambah saat menyaksikan Clara muntah-muntah.Pemandangan itu sangat menyakitkan.Bukannya punya hati langsung membantu malah enak-enakan ngobrol dengan tetangga, sungguh tidak punya hati.“Heh! Biadab! Bisa-bisanya melakukan kekerasan dengan wanita!“ Seorang wanita tua mendorong bahuku.Ingin sekali aku balas dan mendorong lebih keras biar tahu rasa. Namun aku sadar nanti hanya akan menambah masalah saja. Lebih baik tidak perlu dihiraukan.Segera aku tarik lengan Sherly menuju ke rumah. Dia harus meminta maaf sama ibu juga Clara. Tidak masalah dengan diriku. Aku tidak peduli. Tapi merek