Perusahaan Game yang dibangun oleh inisiatif Julvri sendiri, mengadakan acara perilisan game pertamanya ke publik. Bagian demo dalam permainan tersebut sudah banyak yang memainkannya, jadi untuk merayakan kesuksesan saat awal game itu liris pun diadakanlah acara pembukaan pada malam hari.“Seharusnya kamu pergi sendiri saja, sayang.” Agaknya istri Julvri tidak senang dalam acara seperti ini. Pakaian formal namun elegan, berwarna putih yang berbanding terbalik dengan jas suaminya, Arum sedikit canggung. Ia bahkan tak melepas rangkulannya ke lengan Julvri. “Apakah ini pertama kalinya kamu datang ke acara formal?” tanya Julvri lantas meraih pundak sang istri, merasa gemas.“Iya. Acara yang selalu aku hadiri hanyalah acara pesta ulang tahun temanku. Aku tidak pernah ke acara formal ini.” “Pakaianmu hari ini tertutup rapat, kamu bahkan menggunakan syal berbulu untuk menutupi dada dan pundakmu. Ataukah kamu sedang kedinginan?”“Dibilang dingin, tidak juga sih.”Setelah turun dari kendara
Arum hendak menerima telepon dari nomor yang tertera nama kontaknya, tiba-tiba dikejutkan dengan lampu yang padam. Entah apa yang terjadi namun sebagian orang mulai berteriak panik terutama para wanita. Arum berdiri diam kebingungan sembari mencari jalan. “Ya ampun. Lampunya padam? Di saat sendirian seperti ini lagi? Duh, ini gawat. Aku takut jika tersesat. Bagaimana kalau aku tiba-tiba hilang arah nanti,” gerutu Arum tak berdaya, seraya berjalan ke depan.Saat menekan tombol senter di ponsel, tanpa sengaja ia menekan tombol menerima telepon itu juga. Meski cahaya bulan tetap menerangi namun tetap saja terasa gelap di mata Arum. “Julvri! Julvri!” panggil Arum berulang kali, sedang mencari keberadaan suaminya itu. Tapi mungkin karena kekacauan dan kebisingan di sekitar, membuat Julvri tidak dapat mendengar teriakan istrinya itu. Duk!Seseorang menyenggol bahu Arum dan terjatuh di tempat kemudian. Terkejut akan hal itu, Arum lekas berdiri namun karena banyak orang berlari ke arah bel
Semenjak pemadaman lampu terjadi, sikap Julvri dari waktu ke waktu semakin aneh. Membuat Arum tidak nyaman dan kebingungan pada saat itu juga. Ada perasaan cemas namun tidak lebih besar dari ketakutan. “Julvri, tunggu sebentar!”“Arum, berhentilah berbicara untuk saat ini.”“Apa? Tidak. Bukan begitu. Tanganku—”Genggaman tangan Julvri semakin erat saja, seolah-olah ingin mematahkan pergelangan tangan. Tidak peduli seberapa besar Arum merengek, Julvri tidak mendengarkan. Hingga suatu ketika, Julvri membawanya ke bangku taman yang terletak tak jauh dari pusat acara diadakan. Julvri menyuruh istrinya duduk namun tanpa berusaha melepas genggaman tangannya itu.“Julvri, tanganmu membuatku kesakitan. Aku mohon lepaskan, aku berjanji tidak akan ke mana-mana dan menghubungi siapa pun tanpa seijinmu,” ucap Arum. Julvri menghela napas panjang, lantas duduk berjongkok di hadapannya. Pelan, ia melepas genggaman tangan itu. Fokus Julvri teralihkan dengan kedua kaki Arum yang gemetaran. “Kamu t
Situasi hening diselimuti angin semilir yang dingin, nuansa pada malam ini terasa begitu mengerikan. Arum bergidik merinding, namun kedua kakinya yang mengenakan sepatu sandal tanpa hak tetap berusaha melangkah keluar dari toilet sembari meraba-raba ke sekitar. “Ada apa ini sebenarnya?” Perasaan takut dan cemas bercampur aduk, Arum yang tak kuasa berteriak itu sedang berusaha menemukan jalan keluar. Namun saat beberapa langkah lagi ia sampai ke luar toilet, seseorang membekap mulutnya dari belakang."Apa? Siapa?!" Arum menjerit dalam batin, memberontak dan ingin segera lepas dari orang yang melakukan ini namun dirinya sudah tidak kuat setelah beberapa waktu menghirup sesuatu di kain yang telah membekap hingga jatuh tak sadarkan diri.***Suatu kecerobohan didapat, lengah sedikit terjadilah hal buruk seperti ini. Julvri yang sejak tadi berbincang dengan kawan lama, secara kebetulan mereka bertemu. Telah lewat beberapa menit usai kejadian dalam toilet, barulah Julvri sadar lampu pada
Suatu insiden terjadi pada malam hari, tak seorang pun menyangka bahwa itu akan terjadi pada Arum. Arum memang memiliki banyak musuh sejak kecil, namun sepertinya orang yang menculik Arum tidaklah berkaitan dengan semasa sekolahnya dulu. Melainkan karena mantan Julvri. “Ya ampun. Siapa pelakor di sini? Kau tidak sadar diri ya hah?!” sahut Arum dengan berani. “Apa katamu!?”Plak!Wanita itu sudah tidak dapat menahan amarah lagi sehingga ia pun melayangkan tamparan keras ke wajah Arum. “Mentang-mentang kau sudah menikahinya dan sekarang kau mengejek aku? Dasar wanita kurang ajar!” pekiknya mengamuk.Arum terdiam dengan mengernyitkan dahi. Sampai detik ini juga ia masih sangat marah namun apa yang bisa dirinya lakukan dalam kondisi tangan dan kaki terikat seperti ini. Pergerakan Arum terbatas, selain dari mulut untuk berbicara, tidak banyak hal yang bisa dilakukan. “Apa kau tahu? Suamimu itu selalu saja memamerkan dirimu yang dipantau olehnya langsung. Dari kamar kalian berdua, mobil,
Langit malam bermandikan bintang-bintang, suasana sepi di jalan satu arah membuat kendaraan beroda empat itu berjalan mulus dan lebih cepat. Sudah terhitung cukup lama sosok wanita yang tertidur di bagian belakang mobil, kini akhirnya terbangun.“Wanita ini benar tidak masalah jika diberikan pada kita begitu saja?”“Iya, tidak masalah. Lagi pula wanita gila itu yang memberikannya.”“Hei, jangan sebut dia wanita tidak waras atau nanti kau akan diamuk olehnya.”“Diamuk bagaimana? Orangnya saja tidak ada, haha.” Terdapat dua orang dari sekelompok pria yang pernah dilihat oleh Arum, tentunya Arum sama sekali tidak mengenal salah satu dari mereka. “Ngomong-ngomong kita akan membawanya ke mana?” Pria dengan potongan rambut cepak bertanya.“Kita akan berhenti lebih dulu sebelum ke gudang nanti.”“Wah, aku jadi kasihan.”Beberapa saat kemudian kendaraan itu berhenti di suatu tempat, yakni pom bensin. Situasi di luar tidak begitu sepi, ada beberapa orang yang melintas termasuk yang ada di su
Tengah malam yang sunyi, kuda besi yang diberhentikan dengan sengaja. Sayup-sayup terdengar suara hewan malam. Di dalam yang terdapat lampu terang, Arum terdiam ketakutan menatap ekspresi suaminya. “Bicara seolah aku punya masalah. Apakah salah jika aku menempatkan sesuatu padamu yang terkadang suka menghilang seperti ini?” Arum tercekat diam, tidak mengerti apa maksud perkataan Julvri. Ia memilih untuk menghindari tatapannya selagi bisa namun sayang itu adalah hal mustahil dilakukan. “Arum, tatap mataku.” Julvri melepas sabuk pengaman dan kemudian mendekati Arum yang berpaling darinya. Jarak di antara mereka semakin mengecil hingga tak ada celah lagi yang tersisa. Suara dan napas Julvri pun terdengar, membuat Arum kesulitan menghindar. “Kenapa kamu menghindar?”“Tidak. Aku tidak menghindar,” ucap Arum menyangkal. “Lalu kenapa memalingkan wajah?” Arum kembali terdiam, tak tahu harus menjawab apa lagi kali ini. Semakin lama waktu yang terbuang akan jadi sia-sia. Ketakutan Arum t
Nenek dukun yang pernah sekali dua kali ditemui oleh Arum, terungkap telah melakukan penipuan. Begitulah kata mereka yang telah menangkapnya dan memasukan dukun itu ke penjara. Tetapi terkadang Arum merasa ada sesuatu tersembunyi. Entah apa itu. Sesaat setelah pertemuannya dengan Arum untuk yang kedua kali, di mana Arum ketahuan oleh Julvri. Saat itu dukun sama sekali tidak bertindak dan memutuskan untuk diam saja seolah tidak ada hubungan sama sekali. Tetapi pada pagi menjelang siang itu, Julvri kembali mendatangi tempat si dukun dengan raut wajah menakutkan. “Sebenarnya apa yang mau kau lakukan pada istriku?” tanya Julvri dengan menatapnya tajam.“Maafkan aku. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa selain ini karena urusanku dengannya.”“Sudahlah, dasar dukun. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau itu hanya penipu ulung yang suka memeras uangnya?” tukas Julvri dengan marah. Dukun itu pun terdiam, namun bukan berarti apa yang ia katakan itu benar dan dukun tidak menyangkalnya sama sekali