Saat mendengarkan ucapan Daffa, tubuh Shireen mendadak dingin.Ia ingin mendengarkan ucapan suaminya diulang. "Apa kau bilang, Mas?"Daffa yang malas mengulang perkataannya, dengan mata elang menatap tajam Shireen. "Kamu tuli!" Daffa menyibak rambut Shireen dengan kasarnya. Dan berbicara setengah berteriak, "Luna masih hidup Shireen!"Tubuh yang tadinya dingin menjadi gemetar. Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah ia menyaksikan sendiri dengan Daffa saat acara pemakaman Luna berlangsung?"Kamu pasti banyak pikiran, Mas. Hingga kau berkata yang bukan-bukan. Luna sudah meninggal 1 tahun yang lalu. Dan bagaimana mungkin ia bisa hidup kembali? Setelah kita menyaksikan sendiri acara pemakaman itu!" bantah Shireen tak percaya."Aku sama halnya dengan kamu. Sebelumnya, aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat sendiri. Namun kenyataannya berbeda, bahwa Luna masih hidup. Dan dia berganti wajah sebagai Nilam!"Deg!Darahnya seakan berhenti. Masih tidak percaya pada penjelasan Daffa selanjutn
Di dalam genangan air. Ia menenggelamkan seluruh tubuh ke dalamnya. Bayangan Nilam yang selama ini berada di sampingnya masih hangat rasa. Ulahnya yang membuat dia tersenyum setiap harinya membuat Willy rindu.Di dalam air ia memejamkan kedua mata. Ia merasakan kehilangan Nilam yang selalu berada di sisinya saat ini."Astaga! Kenapa aku malah memikirkan wanita itu! Tidak! Ini tidak benar. Aku tidak boleh memikirkan wanita itu lagi! Ia wanita penjahat! Ia menipu semua orang. Wanita itu pantas di hukum!"William segera keluar dari bak mandi, menarik handuk berwarna putih di gantungan di atas kamar mandi.Ia melingkarkan handuk di perut dan mengunci bagian ujung handuk di pinggang.Langkahnya yang semula tegap dan berkarisma, kali ini terlihat gontai. Kedua kakinya berjalan melambat.Karena beratnya dipikiran itulah yang membuat kedua kaki itu enggan untuk digerakkan."Tuhan . . Kuatkan hamba."Setelah ia selesai mengenakan pakaiannya dengan rapi. Willy meraih ponsel yang berada di atas
Tidak ada yang bersuara. Hanya langkah mereka patuh mengikuti langkah kaki para polisi.Di RSUD ...Anita dan Seno tidak dapat membendung air mata. Ketegangan dan kegelisahan bercampur menjadi satu.Anita memegang erat lengan Seno, menutupi ketakutan itu. Harapan terbesarnya adalah pernyataan akan mayat itu adalah putri mereka tidak benar.William yang juga belum siap akan kenyataan terburuk, berjalan mondar mandir di depan ruang patologi forensik. Menunggu para petugas medis melakukan tes DNA lengkap."Kenapa kerja mereka lama sekali! Aku muak menunggu lama-lama!" ucap William dengan emosi."Tunggulah dengan sabar Pak Willy," titah salah satu anggota kepolisian.Anita melepaskan pegangan tangan dari lengan Seno, dan mulai menggerakkan kakinya menuju William.Anita menyuruhnya duduk agar bisa lebih tenang."Willy, sabarlah. Mama juga merasakan kesedihan yang lebih darimu. Aku masih berharap jika mayat itu bukan Nilam putriku. Aku tidak akan bisa hidup tanpa dia ..." Seno yang menahan
Pandangan mata Anita gelap, tubuhnya lemas dan terhuyung jatuh di pelukan Luna. Wanita itu tak sadarkan diri.Seno dan Luna panik. Ia tidak menyangka Anita sampai pingsan karena kenyataan ini."Nyonya Anita! Nyonya bangun!" Luna memanggil dengan menepuk-nepuk bahunya.Seno berjalan cepat memutari setengah meja dan memaksa membawa Anita. "Pak polisi! Kembalikan wanita itu ke sel!" teriak Seno.Gegas, ia membopong tubuh Anita menuju rumah sakit. Hati Luna seakan tersayat, ia telah menganggap wanita itu sebagai ibunya sendiri. Dan kini, melihat ia lemah seperti itu, ia tidak kuasa menahan sakitnya juga.Tetes demi tetesan air mata mulai membanjiri kedua pipi. Langkah terasa berat, terpaksa ia gerakan karena dua polisi itu menggelandangnya. Kedua pria berseragam itu mendorongnya masuk kembali ke sel sampai ia terjatuh ke lantai.Tawa riang Weni terdengar memekik telinga Luna. Tampaknya ia sangat bahagia melihat penderitaan Luna.Tubuhnya meringkuk, wajahnya menghadap tembok dengan warna
Di rumah sakit umum daerah...Seno tampak panik. Ia duduk dengan menutup wajahnya sambil menunggu dokter keluar dari ruangan.Sesekali ia melihat jam di tangannya yang sudah bergulir 18 menit. Dia berdecak kesal, akan kinerja dokter yang tidak bisa bekerja dengan cepat. Menengok ke arah pintu beberapa kali, memastikan pintu itu terbuka segera. Pada menit ke-20 barulah pintu ruang itu terbuka, seorang dokter pria baru keluar dari sana berjalan menghampiri Seno, menjelaskan keadaan Anita."Maaf Tuan Seno, saya ingin menjelaskan jika Nyonya Anita mengalami stres berat. Stres berat dapat terjadi bila seseorang mengalami tekanan mental atau emosional yang berlebihan, apakah sebelumnya Nyonya Anita memiliki masalah besar?" tanya dokter setelah menjelaskan."Benar, Dok. Ada banyak masalah akhir-akhir ini di keluarga kami.""Jika tidak di tangani segera, Nyonya akan sering mengalami hal seperti mudah gelisah, merasa frustrasi, mudah tersinggung. Merasa dirinya tidak berharga, serta merasa
Pada senjang waktu yang sudah di tetapkan, hari itu adalah hari dimana para rentenir datang untuk mengambil alih tanah beserta rumah Daffa Ardiansyah, jika pria itu tidak dapat melunasi hutangnya.Wajahnya sangat bersinar bak matahari terbit, karena Daffa Ardiansyah sampai hari ini tidak memberi kabar akan melunasi hutang-hutangnya, berarti dalam artian ia tidak bisa membayar. Ia siap mengantongi surat kepemilikan rumah beserta tanahnya. Ini adalah tujuan utama para rentenir memberi bantuan pinjaman dengan bunga yang mencekik. Tepat pukul 07.00 pagi dua orang bertubuh kekar bersama satu pria yang tubuhnya di bawah tinggi dua pria yang mengapitnya menggedor pintu utama kediaman Daffa. Pria dengan setelan jas berwarna hitam dengan dasi kotak biru, sesekali menggelintir kumis tipisnya yang panjang dengan ujung melengkung.Ia melipat tangan di dada dengan perasaan gembira, sambil menunggu pintu terbuka. Setelah beberapa menit lamanya, pintu berukiran itu tidak kunjung terbuka. Membuat
Hari itu, William berniat pergi ke penjara mengunjungi Luna. Meski ia masih merasa itu adalah Nilam.Angel yang mengetahui William hendak menemui Nilam, segera berlari mengejarnya. "Papa ... Angel mau ikut papa ... Boleh ya, Pa?" pinta Angel memelas. Ia terlihat sekali merindukan ibunya.'Andaikan kau tahu. Jika Mama Nilam sudah tiada ...' "Papa kenapa diam? Angel ikut ya ..." William duduk dan berjongkok. Mencium pipi kanan dan kiri lalu mengusapnya pelan."Papa pergi ke kantor, mungkin setelah pulang kerja nanti. Papa akan menemui Mama Nilam," kata William menjelaskan."Ya ... Angel sudah sangat rindu Mama. Kenapa masih harus menunggu sore. Apa tidak bisa bertemu mama sekarang?" Angel memaksa. Ia mulai merengek."Tidak bisa, Mama sedang kerja. Jadi nunggu pulang dulu ya ..." tolak Willy halus.Terpaksa Angel mengangguk. Ia mau menjadi anak baik. Ia tahu, jika Papanya mengatakan nanti, maka ia akan menepati janjinya."Baik, Pa."*****Saat di kantor perusahaan Bhaskara ...Hari
"Aku sudah menggilai Anda, Pak!" kata Tiara membuat Willy terkejut.Disaat yang tidak tepat ia berani mengatakan hal itu. Ia seperti seorang wanita yang tidak memiliki harga diri saja."Kamu memang sudah gila! Kau tidak waras Tiara! Kau tahu aku sedang membutuhkan teman untuk berbagi. Kamu malah mengatakan hal tidak jelas. Keluar kamu Tiara!" ancam Willy. Ia menunjuk pintu. Memberi isyarat untuk dia agar segera keluar dari ruang kerjanya.Tiara berdiri dan mendekati Willy. Ia mengelus pipi Willy dengan berani. William yang merasa pusing, segera ia menyingkirkan tangan mulus Tiara. "Wanita kurang ajar kamu Tiara!" umpat William.Tiara tersenyum seperti tidak bersalah. Ia melangkahkan kaki meninggalkan William. Saat ia membuka pintu, ia masih menyempatkan menoleh Willy. Pria itu membulatkan kedua bola mata, seakan mengancamnya.Setelah William sudah tak lagi melihat wanita itu, ia membanting tubuhnya di atas kursi kerja miliknya.Ia memutar ke kanan ke kiri, seperti yang di lakukan