Share

Alasan

"Mas?" Arunika mengucek mata untuk memastikan bahwa sosok tinggi tegap yang berjalan gagah mendekatinya adalah benar Abhimanyu. Suaminya itu masih memakai jas pengantin berwarna putih.

"Kenapa kamu lari, Run? Apa kamu tidak ingin melihat kebahagiaan kami di atas pelaminan?" cecar Abhimanyu. Mata coklat terangnya menatap Arunika dengan sorot tajam.

"A-aku tidak enak badan," kilah Arunika. Dia beringsut mundur seraya menarik selimut hingga menutupi dada sampai-sampai punggungnya membentur kepala ranjang.

"Kamu kan yang menginginkan pernikahan ini? Seharusnya kamu mendampingi Mama terima tamu," desis Abhimanyu seraya menaiki ranjang.

"Su-sudah kubilang, aku sakit." Tubuh Arunika merosot, lalu bersembunyi di balik selimut.

Abhimanyu seolah tak percaya. Dia malah beringsut ke atas tubuh Arunika dan mengungkungnya. Mata elangnya menguliti paras cantik wanita yang telah menemani perjalanan hidupnya selama tiga tahun itu.

Abhimanyu mengingat dengan jelas pertemuan pertamanya dengan Arunika, tepat pada saat dia terpuruk akibat dikhianati oleh Delia. Tak membutuhkan waktu lama hingga akhirnya Abhimanyu jatuh cinta pada wanita berkarakter lembut dan kalem itu.

Setahun mereka berpacaran secara sembunyi-sembunyi sebab keluarga besar Arunika tak menyetujui hubungan tersebut. Abhimanyu tak putus asa. Dia nekat melamar Arunika yang berakhir dengan diusirnya sang kekasih oleh kedua orang tuanya.

Kini, wanita yang telah dia perjuangkan, meringkuk ketakutan di bawah tubuhnya. Entah apa yang Arunika sembunyikan. "Katakan semuanya, Run," desak Abhimanyu.

"Katakan apa?" Arunika menggeleng pelan. Darahnya berdesir tatkala Abhimanyu nakal menelusupkan tangan ke balik piyama dan mempermainkan dada Arunika.

"Alasan di balik semua ini. Aku masih tidak percaya kamu berubah hanya dalam semalam," ujar Abhimanyu. Sorot matanya menjadi sayu ketika tangannya terus bergerak ke bawah dan berhenti di pangkal paha Arunika.

"Apa pun alasanku, sudah tak penting lagi. Yang penting Mas sudah sah menjadi suami Delia." Arunika memejamkan mata. Sebulir air bening mengalir dari sudut mata.

"Apa Mama yang memaksamu? Atau Delia yang mempengaruhi dan mengiming-imingimu dengan sesuatu?" cecar Abhimanyu sambil tangannya tak berhenti mengobrak-abrik inti tubuh Arunika.

"Mas ... ah! Hentikan!" pinta Arunika memelas. Namun, Abhimanyu malah semakin ganas, membuat wanita berkulit putih itu semakin tak keruan. Akal sehat Arunika tak berfungsi. Apalagi ketika Abhimanyu menyerangnya dengan ciuman membabi buta.

Arunika hanya bisa pasrah dan membiarkan Abhimanyu menikmati tubuhnya semalam suntuk. Dia terlalu lelah untuk melawan. Arunika bahkan tak mempedulikan ponsel yang berdering hingga belasan kali. Wanita malang itu baru turun dari tempat tidur saat matahari terbit.

Dengan lesu, dia memunguti pakaian yang tercecer lalu buru-buru mengenakannya. Sekilas, Arunika melirik Abhimanyu yang masih tertidur pulas dalam posisi tengkurap. Separuh badan sang suami yang atletis, terekspos sempurna.

Arunika menjerit dalam hati. Mulai detik ini, dia harus berbagi tubuh indah itu dengan Delia. Ada rasa tak rela. Ada keinginan untuk menceritakan semua pada Abhimanyu. Termasuk saat Masayu mengancam bunuh diri jika keinginannya tak dituruti.

Namun, Arunika sadar. Segalanya sudah terlambat. Tak ada gunanya dia mengungkapkan semua pada Abhimanyu saat ini. Yang ada, Arunika malah akan membuat masalah semakin runyam.

Di saat pikiran semakin kusut, tiba-tiba ponselnya berdering kembali. Malas-malasan Arunika meraih telepon genggam yang tergeletak di nakas.

Deretan nomor tak dikenal memenuhi layar. Dahi Arunika berkerut, menerka-nerka siapa pemilik nomor itu. Ragu-ragu dia menekan tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga. "Halo," sapanya.

"Arun," balas suara yang terdengar familiar di seberang sana.

Jantung Arunika berdebar kencang. Buru-buru dia menjauh ke sudut kamar agar Abhimanyu tak terbangun.

"A-Arga?" Arunika terbata. "Kamu tahu nomorku dari siapa?" tanyanya setengah berbisik.

"Ada, deh." Arga terkekeh. "Aku sudah mendengar semuanya. Suami yang kamu bela mati-matian dulu itu ternyata menikah lagi. Beritanya tersebar ke mana-mana. Ibumu juga sudah tahu."

"A-apa?" Arunika terlihat tegang. "I-ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku ...."

"Aku ingin bertemu. Siapa tahu aku bisa membantu," tawar Arga.

"Tidak! Aku tidak butuh bantuan siapa pun," tolak Arunika lirih. Sesekali dia menoleh kepada Abhimanyu. Timbul rasa takut jika suaminya itu terbangun dan mendengar percakapannya.

"Ibumu bersedia menerimamu kembali asalkan kamu rela meninggalkan suami tidak berguna itu sekarang," ujar Arga tak putus asa.

"Jaga mulutmu, Arga! Orang tua kita memang berteman, tapi bukan berarti kamu boleh berkata kurang ajar terhadap Mas Abhim!" hardik Arunika tertahan. Sesaat kemudian, dia kembali menoleh ke arah sang suami. Arunika mengempaskan napas lega ketika melihat Abhimanyu masih terlelap.

"Coba pikir dulu baik-baik dengan pikiran jernih, Run. Kamu adalah seorang putri dari keluarga terhormat. Tidak selayaknya kamu diperlakukan seperti ini," tutur Arga.

"Katakan pada Ibu, aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri, tanpa bantuan siapa pun," ujar Arunika sebelum mengakhiri telepon secara sepihak. Dia lalu melemparkan ponsel ke sofa dekat jendela dan bergegas masuk ke kamar mandi.

Satu hal yang tak Arunika sadari adalah Abhimanyu sudah terbangun sejak tadi. Pria tampan blasteran Timur Tengah itu ternyata hanya pura-pura tidur.

Setelah memastikan bahwa Arunika benar-benar berada di kamar mandi, Abhimanyu bergegas bangkit dan melangkah ke arah sofa. Dia memungut ponsel Arunika yang tergeletak begitu saja.

Hati-hati Abhimanyu mengusap layarnya. Dia bersyukur dalam hati karena Arunika tak pernah mengunci telepon genggamnya.

Abhimanyu lalu memeriksa daftar panggilan dan memencet nomor teratas. Sambil berdebar, dia menunggu pemilik nomor itu mengangkat teleponnya.

Tak berselang lama, panggilannya itu diterima. Terdengar sebuah suara berat dari seberang sana, menyapa Abhimanyu. Pemilik suara itu mengira bahwa dirinya adalah Arunika.

"Bagaimana, Run? Apa kamu berubah pikiran? Kamu mau menerima tawaranku?" tanya seseorang yang tak lain adalah Arga.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status