Share

Ancaman Delia

"Siapa ini?" tanya Abhimanyu, datar dan dingin.

"Oh, Pak Abhimanyu Cakra rupanya. Apa kabar?" Arga malah balas menyapa, seolah tak menghiraukan pertanyaan Abhimanyu. 

"Sekali lagi kutanya, siapa kamu? Ada perlu apa menelepon istriku pagi-pagi?" desis pria tampan itu. Raut wajahnya tampak begitu menakutkan.

"Istri yang mana, Pak? Arunika atau istri baru anda?" Arga seakan menguji kesabaran Abhimanyu, membuatnya menjauhkan telepon genggam dari telinga, lalu mengakhiri panggilan begitu saja.

Jemari Abhimanyu cekatan menyalin nomor telepon tersebut. Dia lalu membuka aplikasi pencari kontak. Dari aplikasi tersebut, Abhimanyu menemukan bahwa nomor tak dikenal itu ternyata adalah milik Arga Wasesa Dharmawan. "Aku seperti pernah mendengar nama itu," gumamnya.

Abhimanyu terdiam. Dia mencoba menggali ingatan. Angannya berputar kembali ke beberapa tahun silam ketika Abhimanyu mendatangi kediaman Hadiwinata untuk melamar Arunika. Di sana, terdapat kedua orang tua Arunika dan seorang pria seusia dirinya.

"Aku tidak sudi putriku dinikahi oleh laki-laki yang asal-usulnya tak jelas macam dirimu," ujar ayahanda Arunika waktu itu.

"Arunika hanya akan menikah dengan Arga. Mereka sudah kami jodohkan sejak lama," sahut ibunda Arunika.

"Oh, pria itu rupanya." Abhimanyu menyeringai sesaat setelah ingatan masa lalunya berakhir. Dadanya terasa sesak dan panas. Rasa cemburu mulai mengalir memenuhi hati dan pikiran.

Abhimanyu lalu meletakkan ponsel istrinya kembali ke tempat semula dan bergegas menuju kamar mandi. Didapatinya sang istri tengah berendam di bathup dengan posisi kepala mendongak. Pandangan Arunika kosong menerawang langit-langit ruangan.

"Apa kamu sedang memikirkan Arga?" tanya Abhimanyu tiba-tiba.

Arunika terkejut bukan kepalang. Sontak, dia menoleh ke arah Abhimanyu yang berjalan gagah mendekatinya. Pria itu masih dalam kondisi tanpa sehelai benangpun. Abhimanyu tak malu memamerkan otot-otot tubuhnya yang sempurna pada Arunika.

Dengan santainya, pria yang baru saja menikah dengan Delia itu masuk ke dalam bathup dan duduk lurus menghadap Arunika. "Sandiwara apa yang sedang kamu mainkan, Sayang?"

"Apa?" Arunika tampak kebingungan, sekaligus was-was.

"Jangan pernah berpikir untuk pergi dariku, Arunika," ujar Abhimanyu. "Kamu sudah memaksaku melakukan sesuatu yang tidak kusuka. Kamu telah menyiksaku. Jadi, jangan salahkan jika aku membalasmu dengan siksaan yang sama," lanjutnya seraya tersenyum penuh arti.

"Aku tidak mengerti, Mas ...." Arunika menggeleng pelan.

"Kamu tidak perlu mengerti," sahut Abhimanyu. Dia bergerak pelan, tapi pasti, mengungkung tubuh istrinya. Abhimanyu mencium bibir Arunika kasar, lalu berpindah menggigit leher jenjangnya. Tak ada lagi kelembutan dan kehangatan di sana.

"Mas, stop! Sakit," rintih Arunika memelas.

Akan tetapi, Abhimanyu tak peduli. Dia seakan melampiaskan segala amarah, kecewa dan cemburunya. Dia tak berhenti memacu diri meskipun Arunika berteriak dan mengiba supaya berhenti. Setelah menuntaskan hasratnya, barulah Abhimanyu melepaskan Arunika. Dia bangkit dari bathup, meraih handuk kemudian keluar dari kamar mandi begitu saja, meninggalkan sang istri yang meringkuk memeluk lutut dan menangis tersedu.

Abhimanyu mengenakan pakaian, lalu kembali ke hotel tempatnya melangsungkan resepsi tadi malam. Namun, betapa terkejutnya Abhimanyu saat memasuki kamar bertipe suite yang sudah Delia sewa untuk melewatkan malam pertama.

Kamar itu berada dalam kondisi berantakan. Kursi-kursi terbalik, seprei putih teronggok di lantai dan vas kaca berharga ratusan ribu, jatuh berkeping-keping, berserakan di lantai. "Apa-apaan ini?" seru Abhimanyu. Matanya nyalang mencari keberadaan Delia.

Sayup-sayup telinganya menangkap suara gemericik air. Abhimanyu pun bergegas masuk ke kamar mandi. Di sana, dirinya mendapati Delia tengah menangis di bawah shower. Tubuhnya yang masih berbalut kimono tidur, basah kuyup terkena guyuran air. "Kamu sudah merusah properti hotel, Del!" tegur Abhimanyu, tanpa memedulikan kondisi istrinya.

Delia yang awalnya menunduk, langsung menatap Abhimanyu tajam. "Oh, cuma itu yang kamu pedulikan, Bhim? Properti hotel?" geramnya.

"Kamu ingin aku bersikap bagaimana?" balas Abhimanyu enteng. "Bukankah yang penting kita sudah sah menjadi suami istri? Mau apalagi sekarang?"

"Ini pesta pernikahan kita, Bhim! Seharusnya kita melewatkan tadi malam bersama-sama!" sentak Delia. Wanita berambut sebahu itu mulai hilang kendali. 

"Masih banyak malam-malam lainnya yang bisa kita lewati bersama," sahut Abhimanyu dingin.

"Kamu ...." Delia mengarahkan telunjuknya tepat ke wajah tampan Abhimanyu. "Laki-laki macam apa kamu?"

"Apa tidak salah?" Abhimanyu tertawa pelan. "Perempuan macam apa yang telah merusak rumah tangga orang dan bersikap seolah tanpa dosa?"

"Ingat ya, Bhim! Istrimu sendiri yang bersedia dimadu, dengan sukarela!" tegas Delia penuh penekanan. "Kenapa harus aku yang disalahkan? Bisa saja selama ini dia memang hanya menginginkan hartamu!"

"Jangan sok tahu kamu, Delia!" hardik Abhimanyu.

"Aku menawarkan jalan keluar dan istrimu setuju! Bagian mana yang keliru?" Delia membela diri. "Sekarang perjanjian sudah dibuat. Suka tidak suka, kamu sudah terikat oleh perjanjian ini. Aku bahkan sudah menggelontorkan modal yang tidak sedikit untuk menyelamatkan perusahaanmu, Bhim! Di mana rasa terima kasihmu?"

"Kamu menjebak kami semua. Dari awal, aku sudah menolak keras, tapi kamu malah mendatangi mertua dan istriku secara diam-diam," tuding Abhimanyu.

"Menjebak kamu bilang?" Delia tertawa sinis. "Aku tidak peduli dengan tuduhanmu. Yang jelas, kita sudah membuat kontrak dan sah di mata hukum! Kalau sampai kamu mengingkarinya, siap-siaplah berhadapan dengan para pengacaraku," ancamnya.

"Oh, jadi seperti ini permainanmu?" Abhimanyu tersenyum masam.

"Ya, dan kalau kamu sampai macam-macam, bukan cuma kamu yang kuseret ke penjara, tapi juga Mama dan istrimu itu!" tegas Delia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status