‘’Nel, kamu baik-baik saja?’’ Lelaki yang sedari tadi kutunggu akhirnya dia datang juga. Aku menyahut dengan gelengan kepala dan ada rasa lega di hatiku.‘’Ta—tapi dia selalu saja mengintipku. Aku takut kalo dia nanti macam-macam,’’ ucapku lirih.‘’Kamu tenang saja, aku akan tetap di sini untuk menjaga kamu. Oke?’’ Dia berusaha meyakinkan dan menenangkan aku.‘’Ma—maksud kamu, kamu tidur di sofa itu?’’ tanyaku terbata sembari menunjuk ke arah sofa yang berjarak dari tempat istirahatku.Spontan dia langsung mengangguk. Membuat aku terdiam. Bagaimana bisa aku beristirahat, sedangkan di ruangan ini ada lelaki lain yang bukan mahramku.‘’Bagaimana kalo aku diapa-apain sama lelaki itu? Kan kita nggak tahu siapa dia sebenarnya,’’ bisik hatiku.Aku tak bisa percaya sepenuhnya kepada lelaki itu. Kita kan tak tahu bagaimana isi pikiran orang lain, bagaimana niatnya. Makanya aku harus tetap hati-hati.‘’Ya udah, kalo gitu aku tidur di luar aja dekat pintu.’’ Membuatku mengerjap pelan.Dia berge
‘’Jangan berteriak kalo kamu nggak mau mati!’’ Lelaki itu berpakaian serba hitam dan menutupi kepalanya, hanya mata saja yang kelihatan dan dia menodongkan pisau tajam kepadaku. Membuatku begitu takut dan dadaku terasa sesak. Ya Allah, apa yang harus kulakukan?‘’A—apa mau kamu?’’ kataku dengan terbata, menahan rasa takut yang hadir dan keringat dingin membasahi mukaku. Orang itu terus saja mendekat ke arahku. Hingga aku pun tak ingat apa-apa lagi.‘’A—aku di mana?’’ Kuedarkan pandangan ke sekelilingku.Tempat apa ini? Ruangan yang hanya memiliki cahaya remang-remang dan dipenuhi dengan karton saja. Jadi lelaki asing itu membawaku ke sini. Apa mau lelaki itu? Dan siapa dia?‘’Aduhh!’’ Rupanya tanganku yang berdarah.Kuyakin lelaki itu tadi menarik infus dengan paksa di tanganku hingga menimbulkan luka. Aku meringis kesakitan sembari masih memandangi luka di tanganku, darahnya bertetesan hingga jatuh ke karton yang tergeletak di tembok. Dengan tubuh yang masih terasa lemas, aku bangki
‘’Bukannya suamiku udah aku serahkan sama kamu, Chika!’’ ulangku kembali dengan ketus. Dia menatapku begitu sangat tajam dan terus saja mendekat ke arahku yang tengah berbaring. Aku takut jika wanita murahan ini melakukan sesuatu padaku. Apalagi aku dalam keadaan seperti ini. ‘’Ma—mau apa lagi kamu?’’ Dia malah diam membisu tetapi matanya menatapku lebih tajam, seperti singa yang akan menerkam mangsanya. Ya Allah! Tolong lindungi aku dari orang yang berniat jahat padaku.‘’CHIKAA!!!’’‘’Astaghfirullah! Ya Allah. Ternyata aku cuman mimpi.’’ Aku terbangun dengan keringat dingin yang bercucuran dan aku mengela napas lega. Ya, untung saja hanya mimpi.Bagaimana kalau mimpiku jadi kenyataan? Apalagi seorang Chika, si pelakor yang bisa saja melakukan apa pun itu demi mendapatkan apa yang dia mau. Ahh! Bukankah lelaki pengkhianat itu sudah akuserahkan sepenuhnya pada si wanita murahan itu. Bukannya itu yang dia mau? Lalu kenapa lagi dia menerorku dengan mengirimi pesan yang berupa ancaman p
‘’Ngapaian aku harus pindah ruangan, Ren?’’ ucapku dengan terheran, menatap lelaki yang baru saja dua hari ini aku kenal dia. Dia masuk dengan terburu-buru, tanpa mengucapkan salam dan tanpa menghubungiku. Itu membuatku terheran dengan tingkah lakunya.‘’Ada Deno dia mau ke sini. Dan barusan aku ngelihat dia sedang menanyakan ruangan kamu,’’ sahutnya dengan wajah cemas.‘’Yuk, kamu harus pindah ruangan dan aku udah ngasih tahu Dokter Irma, dia udah setuju.’’‘’Nggak, Ren. Aku nggak akan pindah,’’ kataku dengan kesal.Sedangkan bibi Sum masih memeluk anakku sambil menatap heran ke arahku. Mau ngapain lagi si lelaki itu ke sini? Bukannya aku sudah memberikannya kebebasan. Bukannya aku sudah memberikannya pada si wanita murahan itu?‘’Bi, tolong ya. Bawa Naisya pulang dulu. Aku nggak mau anakku ketemu Papanya sekarang,’’ titahku pada wanita yang setia menemaniku selama ini. Dia tampak mengangguk dan dengan pelan merubah posisi putriku.‘’Uang masih ada kan, Bi? Pake maxim online aja ya.
‘’Mas! Kamu nggak ke kantor hari ini?’’ kataku sembari menggunjangkan tubuh atletisnya itu.Sudah jam 07.00, namun dia tak kunjung bangun. Tak biasanya dia susah untuk dibanguni. Setelah keselingkuhannya terungkap, dia pun menginap di rumahku karena tak ada lagi tempat untuk menginap. Jika ke rumah orang tuanya tak mungkin, yang ada dia dicurigai dan dimarahi sama mereka. Apalagi mama dan papanya itu begitu sangat menyayangi si sok alim.Aku heran kok bisa-bisanya itu orang disayang sama mertuanya, padahal pandai berhias pun tidak. Sedangkan mas Deno sudah mengatakan padaku kalau dia sudah bosan dengan calon mantan istrinya itu.‘’Nanti aku susul aja deh ya. Aku masih ngantuk,’’ katanya yang menggeliat dan kembali menarik selimutnya.‘’Lah, Mas hari ini kan kita ada meeting dengan clien perusahaannya Pak Dayat. Kamu atasan loh,’’ ketusku yang bergegas menarik kembali selimutnya. Namun, dia tetap berusaha menarik kembali selimut tebal itu.‘’Apaan sih, Chik. Aku masih ngantuk loh, apal
‘’Maksud Ibu apa ya?’’ tanyaku berpura-pura tak tahu. Jangan-jangan wanita separuh baya ini tadi melihat mas Deno berada di dalam rumahku. Atau dia malah mengintip?‘’Itu ada laki-laki di dalam rumah kamu tadi. Apa itu suami kamu, Chik?’’ selidiknya sambil menatapku.‘’Ibu salah liat kali. Mana mungkin ada lelaki di rumahku. Kan aku belum punya suami,’’ sanggahku cepat. Dia masih menatapku heran.‘’Kepo banget nih orang tua. Terserah akulah! Mau bawa laki-laki nginep di sini atau tidur dengannya. Kok malah suka ngurusin hidup orang lain sih,’’ rutukku dalam hati. Dan menatap malas wanita yang namanya bu Ningrum itu, tetangga sebelah kiri rumahku.‘’Benaran kan, Chik? Lagian kalo kamu mau bawa temen laki-lakimu ke sini, bawa siang hari aja. Kami ini diberi tugas untuk menjagamu,’’ katanya yang membuat aku makin kesal.‘’Lah, udah aku bilang barusan. Kalo aku nggak ada bawa laki-laki ke sini, sok ngatur hidup orang lain aja!’’ ketusku yang bergegas melangkah menuju garasi. Wanita separu
‘’Aku mau bicara sama kamu. Kamu ada waktu nggak sekarang?’’ Pesan dari Fani? Berkali-kali kupandangi di aplikasi hijau itu.Tumben dia mengirimiku pesan. Apa dia mengajakku untuk ketemuan? Apa yang ingin dibicarakannya padaku? Tak biasanya dia mengirimiku pesan. Ya, sejak bekerja di kantor Mas Deno, Fani tak pernah menghubungiku. Hanya aku sesekali yang menghubunginya, itu pun aku menghubunginya karena semata-mata bertanya tentang si pelakor itu.‘’Aku nggak bisa, Fan. Kamu mau bicara apa? Lewat telpon saja ya,’’ balasku kemudian dan mengirimkan ke kontak wattsappnya itu. Tampak sudah centang dua, namun belum bewarna biru. Aku menghela napas berat.‘’Mungkin Fani nggak tahu, kalo aku udah seminggu lebih di rumah sakit,’’ gumamku lirih yang tak putusnya memandangi benda pipih yang tengah kugenggam. Masih tertayang pesan Fani di sana.Eh, ternyata sudah bewarna biru. Itu artinya sudah diread oleh Fani. Tampak dia tengah mengetik balasan.‘’Ini penting banget. Nggak bisalah lewat telpon
‘’Pa, jangan ke mana-mana ya,’’ lirih putriku yang tengah terbaring lemas di tempat tidur. Tampak bibir mungilnya itu sangat pucat.‘’Iya, Dik. Papa selalu di sini kok,’’ sahutku yang bergegas mendekatinya yang tengah terbaring. Kuusap kepalanya dengan pelan.‘’Ya Ampun panas banget lagi.’’ Membuat aku terperanjat merasakan suhu tubuhnya yang begitu panas sekali.‘’Naisya! Sayang, kamu nggak apa-apa kan, Nak?’’‘’Naisya!’’Astaga! Ternyata aku hanya mimpi. Berulang kali kuusap mukaku dengan kasar. Apa arti dari mimpiku ya? Atau memang putriku sedang sakit di sana, apalagi si Nelda tak kunjung pulang ke rumah. Aku menghela napas kasar dan mengacak rambutku. Sudah seminggu lebih aku tak pernah ketemu dengan putri kecilku itu. Aku yang ingin bertemu dengannya selalu dihalang oleh kekasihku dan berbagai cara yang dilakukan oleh Chika agar aku tak ketemu dengan putri semata wayangku itu.‘’Mas, kamu kenapa?’’ suara khas bangun tidurnya membuyarkan lamunanku. Ya, pintu kamar memang tak kutu