Share

Part 3 (Tawaran busuk kepada Azizah)

"Tapi kamu dengerin dulu aku sampai selesai bicara, jangan kamu bantah. Paham?"

Azizah semakin merasa tidak enak, dengan gerak-gerik Galang. Seperti ada sesuatu yang sedang dia rencanakan tetapi belum tahu pasti apa itu, "Ya sudah, Mas. Bicara saja. Aku pasti dengerin!"

"Ok. Jadi begini, temen atau yang lebih jelasnya sahabat. Sedang mencari karyawan baru di perusahaannya. Dia tuh pengusaha sukses, perusahaannya ada dimana-mana. Dia jauh lebih sukses dari aku," jelas Galang.

"Trus? Maksudnya?"

"Nah, sekarang perusahaan aku tuh lagi kolaps. Bahkan saat ini sudah diambang kebangkrutan. Kamu paham kan?" tanya Galang sembari berusaha berpikir cara untuk menyampaikan agar tidak ada rasa curiga pada Azizah atas apa maksud dia yang sebenarnya dari semua ini.

"Ya terus? Mas mau bekerja di perusahaan dia? Terus perusahaan yang kolaps itu mau ditinggal begitu saja? Maaf, Mas. Aku gak setuju dengan pendapat kamu ini. Ini salah. Harusnya kamu berusaha lebih keras lagi, agar perusahaan peninggalan orang tua kamu itu tetap bertahan. Buka justru malah meninggalkan begitu saja."

Galang menatap langit-langit ruang makan.

Ia menarik napas panjang bebarapa kali, seperti berusaha menenangkan dirinya, "Nah ini salah satu hal yang paling aku benci dari kamu, Zah. Kamu tuh orangnya sok tahu, aku belum selesai bicara kamu udah ngawur kemana-mana. Bisa gak sih, kamu dengerin aku dulu?"

"Ya makanya kamu, Mas. Kalau bicara jangan sepotong-sepotong, jadi aku yang dengerin kamu tuh gak salah sangka. Ya sudah, sekarang jelaskan dengan jelas."

"Kamu tahu, 'kan? Hasil gaji kamu selama ini menjadi guru itu gak mencukupi? Nah, aku mau kamu berhenti menjadi guru. Biar nanti, aku urus kamu untuk masuk di kantornya temen aku itu."

Azizah terdiam sejenak.

Ya, bekerja menjadi seorang guru bukan hanya perihal gaji baginya. Tapi juga soal pengabdian. Dan yang terpenting, ia melakukan semua itu dengan ikhlas karena bisa mendidik anak-anak yang sejatinya belum diberikan Allah SWT kepada pernikahan mereka sampai saat ini. Tapi di sisi lain, sebagai seorang istri dia juga harus mendengarkan apa yang dikatakan sang suami. Apalagi, ini tentang hal ekonomi. Ia sadar, keadaan ekonomi keluarga mereka memang saat ini sedang kacau. "Tapi, Mas. Aku sampai saat ini bahagiakan menjadi seorang tenaga pendidik. Aku sudah nyaman, Mas."

"Duh azizah! Kamu tuh paham gak, sih? Sekarang ini kehidupan ekonomi kita sedang berada di ujung tanduk. Jika terus seperti ini, jangankan perusahaan. Bahkan rumah ini juga bakal habis terjual. Kamu mau kita tinggal di jalanan?"

"Ya gak gitu, Mas. Tapi kalaupun aku kerja di perusahaan teman kamu itu, apa mungkin aku bisa menyelamatkan perusahaan? Seberapa besar dia akan memberikan gaji, apa cukup gaji itu untuk menolong perusahaan kamu?"

Mulai bingung.

Galang mulai merasa bingung, bagaimana harus menjawab pertanyaan Azizah sekarang. Karena memang, pertanyaan itu cukup masuk akal. Sekalipun nanti Azizah menjadi manajer, belum tentu gaji yang dia Terima akan cukup untuk menyelamatkan sebuah perusahaan. Harus benar-benar mencari alasan yang tepat. Karena sadar, jika nanti Azizah benar-benar mau bekerja di perusahaan milik Ferdy, sudah pasti mereka akan semakin sering bertemu. Dan itu, akan mempermudah jalan bagi Galang untuk me membuat mereka berdua semakin jauh lebih dekat. Perlahan, ia akan mulai membuat rasa itu tumbuh antara istrinya dengan Ferdy.

Jika semua ini dia ceritakan.

Sudah pasti, Azizah akan menolak mentah-mentah semua rencana Galang. Dan dia tidak akan bisa mendapatkan dana segar buat mempertahankan perusahaan miliknya.

*********************

Belum sempat Galang berbicara.

Terdengar handphone miliknya berdering, ternyata itu adalah panggilan dari makanan yang dia pesan. "Tolong kamu ambil makanan di depan, itu makanannya sudah sampai," ucap Galang kepada Azizah.

Tanpa menjawab

Azizah pun langsung bangkit dari tempat duduknya, kemudian langsung melangkah menuju pintu depan. Sementara Galang, langsung mengambil sebatang rokok dari dalam sakunya. Kemudian menyalakan, sembari menatap keatas langit-langit.

Wushhh ....

Gumpalan asap keluar dari mulutnya, pertanda ada sesuatu hal berat yang sedang dia pikirkan. Galang sendiri, adalah perokok berat. Apalagi sedang mendapatkan masalah seperti sekarang ini. Dalam sehari, dia mampu menghabiskan beberapa bungkus rokok.

"Sebenarnya ada apa, sih, Mas? Apa perusahaan kita akan segera habis? Jika memang seperti itu, ya sudah. Kita mulai semuanya dari awal lagi. Kita gunakan sisa investasi yang ada, untuk buka usaha baru," ucap Azizah sembari menyiapkan makanan yang dibeli Galang ke atas meja.

"Sudah. Kamu tidak perlu tahu soal perusahaan, sekarang kamu dengerin aja apa yang aku katakan. Itu saja cukup. Bisa gak, sih?!"

"Ya aku bisa saja menuruti apa yang Mas minta. Tapi pikirkan terlebih dahulu, apa semua itu benar-benar bisa mengembalikan semuanya? Karena jika aku memutuskan resign dari sekolah, maka akan sulit mendapatkan pekerjaan lain."

"Maksudnya, kamu tidak percaya dengan aku? Aku suami kamu, zah! Aku tahu apa yang aku lakukan buat keluarga."

Azizah meletakkan makanan di dekat Galang, "Bukan seperti itu, Mas. Ya sudah, kamu makan dulu. Nanti makanannya dingin gak enak. Abis itu kita mengobrol lagi, aku mau sholat dulu."

Tidak menjawab.

Galang membiarkan Azizah pergi, sembari menikmati makan malam yang sudah ada di hadapannya. Memang, saat ini ia terlihat makan dengan lahap. Tapi kembali lagi, isi kepalanya terus berputar memikirkan semuanya.

**************************

Galang mengambil handphone miliknya. Kemudian mengirimkan pesan kepada Ferdy.

[Malam, bro. Maaf kalau aku mengganggu waktu istirahat kamu.] chat Galang kepada Ferdy.

Beberapa menit.

Pesan tersebut tidak dibaca, Galang mulai gelisah. Takut Ferdy berubah pikiran dan membuat semua rencananya batal.

[Ya, Lang. Ada apa?] balas Ferdy.

Seketika raut wajah Galang langsung berubah.

Ia begitu senang, chat yang dia kirimkan dibalas oleh Ferdy, [Gini, Bro. Soal siang tadi. Kira-kira, bisa gak kalau istri aku bekerja di kantor kamu? Perusahaan utama, setidaknya di posisi yang benefit. Dan yang pasti bisa sering ketemu kamu. Sekretaris misal?]

Pesan dibaca.

Tapi beberapa saat Ferdy belum terlihat mengetik apapun. [Tenang, Bro. Kalau soal gaji gak usah terlalu dipikirkan, yang pasti dia bisa bekerja di perusahaan kamu.] chat galang lagi.

[Kalau soal gaji tidak masalah, Lang. Tapi aku bingung, mau posisikan dia sebagai apa. Sementara saat ini aku sudah punya tiga orang sekertaris pribadi.]

Mulai bingung.

Galang kembali berpikir keras, hingga suapan makan malamnya tertunda sejenak.

[Ya kan kamu bisa pecat atau pindahkan salah satu sekertaris kamu ke posisi lain. Aku yakin, istriku bisa menggantikan dia. Istri aku lulusan salah satu Fakultas terkenal di kota ini. Masa kamu ragukan kemampuannya?]

[Bukan gitu, Lang. Tapi gak mungkin semudah itu geser posisi seseorang di perusahaan.]

[Kenapa tidak bisa? Toh perusahaannya milik kamu. Ayoklah, Fer. Biarkan aku berusaha dulu. Kasi kesempatan.] Galang mulai kembali memaksa.

Tidak ada jawaban.

Chat dari Galang dibiarkan begitu saja beberapa saat. Berusaha bersabar, Galang pun kembali melanjutkan makan malamnya hingga selesai. Dan tidak lama, terlihat Azizah pun keluar dari kamar karena telah selesai melaksanakan sholat.

Tidak lama.

Ferdy pun membalas, [Ok, Lang. Tapi aku gak bisa putuskan sekarang. Kasi aku waktu. Karena ini bukan hanya soal persahabatan kita, ini juga menyangkut perusahaanku.]

[Ok, Bro. Aku tunggu jawaban kamu secepatnya.]

Galang pun langsung tersenyum lebar, sembari menatap layar handphonenya. Sepertinya, idenya kali ini mulai berjalan.

"Ada apa sih, Mas? Kamu kok senyum-senyum sendiri. Kamu chatan sama Ega, ya?" tanya Azizah, melihat gerak-gerik suaminya yang berbeda saat menatap handphone.

Galang melirik ke arah Azizah, kemudian berkata ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status