Share

Permintaan Axele

Suara ketukan pintu sudah terdengar. Laudia bergegas membukakan pintu rumahnya. Dan tetap meminta bapaknya untuk menunggu mereka di ruang makan.

"Selamat malam nak. Kamu pasti Laudia ya," ujar Pak Edwin saat melihat ada gadis berpakaian sederhana di hadapannya.

"Iya om. Om temennya bapak ya? Mari om, tante, mas, silahkan masuk. Bapak sudah menunggu di ruang makan. Maaf ya kalau rumahnya kecil dan jelek," jawab Laudia.

"Terima kasih Laudia. Kamu jangan merendah seperti ini. Dulu rumah om jauh lebih tidak layak," ucap Pak Edwin.

Laudia hanya menyunggingkan sedikit senyumannya. Lalu berjalan menuntun tiga tamu penting bapaknya kedalam rumah.

Mata Nyonya Mela mengamati dari ujung rambut hingga ujung kaki Laudia. Dan matanya juga berkelana melihat ke seisi ruangan. Begitu juga Axele, matanya tak beralih memandangi punggung Laudia yang berjalan lebih dulu di hadapannya.

"Cih, apa dia gadis yang mau dijodohkan denganku? Papa ini gimana sih. Gadis buluk dan norak seperti ini dibandingkan dengan Sofia yang model, jelas tidak ada apa apanya," batin Axele kesal.

"Papa ini apa-apaan sih. Axele yang tampan mau disandingkan dengan gadis seperti dia. Arghh, aku tidak  akan pernah menganggap dia menantuku. Jelas dia beruntung mendapatkan anakku Axele, sedangkan Axele bernasib sial harus mempunyai istri yang modelnya seperti dia," geram Nyonya Mela.

Sebenarnya Laudia gadis yang cantiknya natural.

Dia tidak butuh riasan berlebih di wajahnya hanya untuk terlihat mempesona. Cukup dengan bedak saja, Laudia bisa membuat siapapun terpana dengan wajah cantiknya. Sayangnya, Laudia tidak pintar merawat diri dan berpakaian modis. Sehingga Nyonya Mela dan Axele tidak bisa melihat kelebihan dan kecantikan Laudia.

Sesampainya di ruang makan, kedua sahabat itu pun melepas rindu dengan sebuah pelukan. Lalu Pak Edwin memperkenalkan istri dan anaknya pada Pak Widodo dan juga Laudia.

Jantung Laudia tiba tiba berdetak kencang, saat tangan Axele menjabat tangannya. Matanya pun tak pernah berkedip melihat laki laki tampan dan bertubuh atletis dihadapannya. Mungkinkah ini cinta saat pandangan pertama? Entahlah, yang jelas ada perasaan aneh di dalam hati Laudia saat melihat Axele.

Tapi tidak dengan Axele. Dia sama sekali tak menyukai Laudia. Mungkin hanya ada Sofia didalam hatinya. Namun Axele tetap bersikap biasa di depan mereka apalagi papanya.

"Mari silahkan dimakan. Ini semua Laudia yang masak," ucap Pak Widodo.

"Wah Laudia. Kamu ternyata pintar masak juga ya." Pak Edwin melempar pujian pada Laudia dan membuat kedua pipi Laudia langsung memerah.

"Lihat Axele, calon istri kamu jago masak. Kamu pasti akan lebih betah dirumah nantinya," ucap Pak Edwin kembali.

Axele tersenyum getir. Baginya tak penting memiliki istri yang jago masak. Intinya dalam hati Axele hanya terukir nama Sofia. Apalagi Nyonya Mela, ia hanya menganggap ucapan suaminya seperti angin lalu yang tidak penting untuk di dengarkan oleh telinganya.

"Win, katanya kamu memiliki dua putra. Terus mana putra kamu yang satunya?" tanya Pak Widodo yang hanya melihat ada satu orang laki laki yang dibawa sahabatnya. Padahal Pak Edwin bercerita jika dia memiliki dua orang putra.

"Oh Lexio, dia sedang sibuk mengurus skripsi. Jadi dia tidak bisa ikut bersama kami kesini," jawab Pak Edwin.

"Eh iya Laudia. Kamu kuliah dimana?" Nyonya Mela tiba tiba mulai bersuara, setelah sedari tadi dia hanya menyimak pembicaraan suaminya.

"Laudia gak kuliah tan, tapi kerja."

Deg...

Nyonya Mela langsung meletakan sendok dan garpu nya dan menatap mata Laudia tajam.

"Gak kuliah? Kerja? Memang kamu kerja dimana" tanya Nyonya Mela sinis.

"Emm.. Laudia kerja di restoran tan."

"Restoran? bagian apa?"

"Waitress."

Uhukk..Uhukkk...

Nyonya Mela langsung mengambil gelas berisi air disampingnya sambil mencoba mengatur nafas. Rasanya Nyonya Mela ingin menyiram air ke wajah suaminya. Biar suaminya sadar dan membatalkan perjodohan gila ini. Dia semakin tidak rela jika putra sulungnya mendapat istri seorang pelayan restoran.

"Jadi kamu kerja bagian waitress?" Axele langsung menyela pembicaraan. Ia tahu jika saat ini mamanya sedang emosi dan dia tidak mau mendengar keributan lagi antara mama dan papanya.

"Iya mas. Memang kenapa? Yang penting kerjanya halal kan?" Laudia mendesis kesal. Apa ada yang salah dengan pekerjaannya sekarang. Ia tahu raut kekecewaan di wajah Axele dan Nyonya Mela. Tapi Laudia tidak peduli. Daripada melacur,pikirnya.

"Iya. Gak papa kok." Axele mencoba tersenyum walau sebenarnya hatinya semakin kecewa pada papanya yang lebih memilih Laudia daripada Sofia.

"Hmm, tapi jika kamu menikah dengan Axele kamu harus berhenti bekerja. Karena saya jujur keberatan memiliki menantu seorang pelayan," sahut Nyonya Mela.

Pak Edwin langsung memberikan tatapan tajam ke arah istrinya. Ia merasa tidak enak pada sahabatnya dan juga Laudia dengan perkataan istrinya yang dia pikir menyinggung hati mereka.

"Mah..," seru Pak Edwin.

"Loh pah. Kenapa? Apa aku salah meminta itu pada Laudia? Ingat pah, Axele calon penerusmu. Jadi dia pasti sanggup untuk memberi nafkah pada Laudia. Bukannya kewajiban seorang istri itu juga berada di rumah dan suaminya yang bekerja. Bukan begitu Pak Widodo?" ucap Nyonya Mela.

"Iya benar kata istri kamu Win. Tentu, jika Laudia sudah menikah nanti dia akan keluar dari pekerjaannya dan mengurus nak Axele. Iya kan Laudia?" kata Pak Widodo.

Laudia menganggukkan kepalanya. "Iya pak."

Kini kedua keluarga itu mulai membahas rencana pernikahan putra dan putri mereka. Dan dari kesepakatan yang diambil bersama, dua minggu lagi Axele akan meminang Laudia.

Jujur dari lubuk hatinya yang paling dalam, Axele merasa keberatan. Axele juga bingung, apa yang mau dia katakan pada Sofia. Tapi ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa dan Axele hanya bisa menuruti keinginan papanya untuk segera menikahi Laudia.

"Lihat saja Laudia, aku akan buat kamu menderita dalam pernikahan kita. Dan aku jamin tidak lama,kamu akan meminta cerai dari aku," batin Axele sambil tersenyum sinis ke arah Laudia.

Tapi Laudia salah mengartikan senyuma dari bibir Axele. Ia kira Axele merasakan hal yang sama ia rasakan saat ini.

"Mas Axele, kamu terlihat semakin tampan jika tersenyum seperti ini. Aku gak menyangka ternyata bapak memang memilihkan jodoh yang terbaik buat aku," ucap Laudia dalam hati.

Di sela sela pembahasan pernikahan, Axele kembali bersuara.

"Pah,mah,om, dan Laudia apa boleh Axele meminta sesuatu?" tanya Axele.

"Apa nak Axele?" ucap Pak Widodo. Sedangkan Pak Edwin dan Nyonya Mela langsung menatap Axele bingung.

"Jika menikah nanti, Axele ingin ajak Laudia tinggal bersama di apartemenku. Karena jika kita sudah menikah, Axele ingin menjaga privasi rumah tangga Axele dan Laudia nantinya."

Jedeerr..

Mata Laudia langsung membelalak. Apa bisa ia meninggalkan bapaknya yang sakit-sakitan sendirian di rumah. Ingin rasanya Laudia menolak keinginan calon suaminya. Tapi saat menoleh ke samping, ia melihat bapaknya sudah manggut-manggut seakan mengabulkan permintaan Axele.

"Iya nak Axele. Bapak gak keberatan. Memang lebih baik jika kalian sudah menikah kalian tinggal tidak bersama orang tua. Bapak senang jalan pikiran Nak Axele yang dewasa ini," ujar Pak Widodo.

"Terima kasih pak."

"Tapi pak, Laudia gak bisa biarin bapak tinggal sendirian. Mending bapak ikut Laudia aja ya pak ya," sahut Laudia.

Ucapan Laudia membuat Axele semakin kesal. Belum jadi istri aja sudah memberontak dan mengambil keputusan sendiri. Axele berharap semoga bapak mertuanya itu akan menolak keinginan Laudia.

Beruntung apa yang diharapkan Axele terwujud. Pak Widodo tetap menggelengkan kepalanya sambil menggenggam tangan Laudia.

"Tidak Laudia. Bapak akan tetap tinggal di sini. Lagipula kamu bisa kapan pun menengok bapak di rumah," ucap Pak Widodo.

"Iya Laudia. Benar kata bapak. Kapan pun kamu mau, kamu bisa mengunjungi bapak setiap waktu," imbuh Axele.

"Mama setuju. Kalian memang lebih baik tinggal terpisah dari kami. Dan saya minta kamu menurut dengan kemauan Axele. Dia kan calon suami kamu,dan kamu calon istrinya. Jadi kamu wajib menuruti perintahnya. Bukan begitu Pak Widodo?" ucapan Nyonya Sarah semakin membuat Laudia tidak bisa berkata apa apa.

"Baiklah. Laudia akan mengikuti apa kemauan Mas Axele. Dan aku janji pak, setiap hari aku akan selalu mengunjungi bapak," ucap Laudia.

"Iya nak. Kapan pun kamu kesini, pintu rumah bapak akan selalu terbuka lebar kamu," jawab Pak Widodo yang disambut pelukan dari Laudia.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status