Share

Pernikahan Apa Ini ?

30 Menit berlalu. Sambil menunggu Axele, Lexio dan Laudia berbincang-bincang di ruang tamu. Sesekali mereka juga bersandau gurau bersama tanpa ada rasa canggung meski baru beberapa kali bertemu.

Ditengah candaan mereka, terdengar ada suara mobil berhenti di depan rumah. Dengan segera Laudia berlari keluar, sesaat saat tahu jika mobil suaminya yang datang.

"Lexi, sepertinya itu Mas Axele," ucap Laudia.

"Iya Laudia. Itu mobil Kak Axele."

"Yaudah aku keluar dulu ya."

"Iya."

Laudia langsung menyambut kedatangan Axele yang sedari tadi sudah ia tunggu.

"Mas, kamu pasti lelah ya? Mau aku buatkan teh hangat dulu?" ucap Laudia.

"Gak usah. Apa Lexio masih ada di sini?"

"Masih mas. Dia sedang menunggu kamu di dalam."

"Oh," jawab Axele. "Laudia aku bisa minta tolong sama kamu?" ujarnya lagi.

"Minta tolong apa mas? Mas mau aku siapkan air hangat untuk mandi?"

"Bukan. Aku minta tolong, jika sampai rumah nanti jangan bilang sama papa jika aku pergi ke kantor ya," pinta Axele.

Laudia mengangkat sebelah alisnya, sambil memicingkan matanya. "Memang ada apa mas?"

Axele memegang kedua pundak Laudia, lalu menatap matanya dalam-dalam.

"Papa pasti akan marah sama aku kalau tahu aku pergi ke kantor dan malah tidak menemani kamu yang baru saja kehilangan bapak. Bukannya aku tidak mau menemani kamu Laudia, tapi tadi yang menghubungiku adalah klien penting. Mana mungkin aku bisa menolaknya," jelas Axele.

"Iya mas. Aku gak akan cerita sama papa."

"Makasih ya Laudia."

"Sama sama mas."

Senyuman manis Laudia tak pernah lepas mengurai dari bibirnya. Sesekali ia menoleh ke samping, mencuri pandang wajah suaminya yang selalu saja membuat hatinya berdesir.

"Mas Axele, kamu laki laki sempurna. Tampan, gagah, pekerja keras dan lembut. Aku bahagia sekali bisa menjadi istrimu mas. Dan aku sangat berterima kasih karena bapak sudah memilihkan kamu sebagai pendamping hidupku," batin Laudia.

Dari balik jendela, Lexio menatap kesal kakaknya. Lexio pikir mungkin pekerjaan kakaknya akan beralih menjadi seorang aktor. Sandiwara di depan Laudia, membuatnya muak hingga ia bergegas keluar lalu memutuskan untuk pamit pulang duluan.

Tak lama setelah kepergian Lexio, Axele mengajak Laudia untuk pulang ke rumahnya. Laudia sudah menenteng tas dan kopernya di bawa oleh Axele.

"Ayo Laudia ini sudah malam. Papa pasti sudah menunggu kita di rumah," ucap Axele.

"Iya mas."

Langkah kaki Laudia seakan berat meninggalkan rumah dimana ia dibesarkan. Banyak sekali suka dan duka di dalam rumah itu. Matanya mulai berkaca-kaca, bahkan tangannya bergetar saat akan mengunci pintu rumahnya.

"Laudia, ayo," ucap Axele yang tiba tiba datang dan menepuk pundaknya dari belakang.

"eh iya mas."

Laudia bergegas mengunci pintu rumahnya dan berjalan seiringan dengan Axele. Air mata akhirnya jatuh membasahi pipinya saat mobil Axele perlahan melaju dan meninggalkan rumahnya.

Sepanjang perjalanan baik Laudia dan Axele sama- sama diam. Beberapa kali Laudia ingin mengajak bicara suaminya, tapi melihat Axele yang fokus menyetir terpaksa Laudia memilih untuk mengunci mulutnya dan mengurungkan niatnya untuk memulai pembicaraan antara mereka.

Namun, tiba tiba suara Axele memecahkan keheningan diantara mereka.

"Laudia," panggil Axele.

"Iya mas."

Axele menepikan mobilnya sejenak. Mungkin jujur dari sekarang adalah keputusan yang tepat untuk mengatakan tentang hubungannya dengan Sofia. Menurut Axele, Laudia tidak akan marah saat tahu jika dirinya sudah memiliki kekasih. Lagipula pernikahan ini terjadi karena perjodohan dan tidak ada pertemuan diantara mereka sebelumnya.

"Ada apa mas? Apa ada hal yang ingin mas katakan sama aku?" tanya Laudia.

Jantung Laudia kini tengah berdetak kencang. Apa Axele ingin bermesraan dulu dengannya di dalam mobil? Atau mungkin Axele mau mencium bibirnya sekaran? Laudia berusaha menahan rasa nervousnya, jangan sampai Axele mendengar suara nadinya sekarang.

"Aku ingin berkata jujur sama kamu," ucap Axele pelan.

"Jujur soal apa mas?" Pikiran Laudia semakin melayang tinggi. Ia berpikir jika Axele akan menyatakan cinta untuknya.

"Begini Laudia. Sebenarnya saat aku menerima perjodohan kita dan menikahi kamu, aku sudah memiliki kekasih. Dan aku sangat mencintainya. Namanya Sofia, jika kamu sering melihat televisi kamu pasti kenal dia. Dia seorang model dan artis layar lebar."

Jeder...

Hati Laudia seperti tersayat pisau tajam. Perih tak berdarah. Padahal ia begitu berharap lebih pada Axele, tapi kenyataan yang keluar dari mulut Axele sungguh membuat sekujur tubuhnya melemas.

"Maksud kamu apa mas?" suara berat dan lirih keluar dari mulut Laudia.

"Aku tidak bisa jika harus berpisah dengan Sofia. Aku sangat mencintainya. Aku harap kamu mengerti. Aku menikah dengan kamu itu karena terpaksa. Jika aku menolak, papaku mengancam tidak akan memasukkan aku dalam hak warisnya," jelas Axele.

"Apa jangan jangan tadi siang kamu pergi dengan pacar kamu itu mas dan kamu berbohong sama aku soal bertemu klien?" tanya Laudia.

Axele mengangguk. "Iya Laudia. Maafkan aku. Sebenarnya tadi aku ingin jujur. Tapi keadaan kamu yang sedang berkabung, membuat aku tidak tega mengatakannya."

Deg..

Butiran bening mulai memenuhi kedua kelopak mata Laudia. Namun dengan segera ia menyekanya. Andai saja rasa cinta Axele belum tumbuh di hatinya, mungkin rasa sakit hati itu tidak akan sesakit ini.

"Laudia aku tahu kamu kecewa. Tapi aku sudah jujur semua dengan kamu. Gini aja, aku tidak akan keberatan jika kamu menjalin hubungan dengan laki laki mana pun. Begitu juga dengan aku. Kapan pun aku ingin pergi dengan Sofia, kamu juga gak berhak melarangku. Jadi kita sama sama enak kan? Tapi jika di depan mama dan papaku, aku ingin kita berakting mesra dan harmonis."

Ucapan Axele baru saja semakin membuat hati Laudia sakit. Pernikahan macam apa yang sedang di jalaninya sekarang. Bagaimana bisa Laudia mencintai pria lain jika hatinya saja sudah ia berikan pada Axele.

"Terus sampai kapan kita akan berpura-pura di depan mama dan papa mas?" tanya Laudia. Terdengar suaranya kini semakin berat.

"Aku juga belum tahu Laudia. Yang jelas untuk sementara kita seperti ini dulu sampai kita punya alasan untuk berpisah tanpa membuat papa curiga. Dan mulai besok kita tinggal di apartemenku ya. Krena kalau tinggal bersama mama dan papa jelas aku tidak bisa bebas bertemu dengan Sofia," kata Axele.

Laudia hanya bisa tersenyum getir. Senyuman yang semula lebar kini terlihat seperti di paksakan. Apalagi keinginan Axele untuk berpisah dengannya, semakin menusuk relung hatinya.

"Laudia, kenapa kamu diam? Kamu gak keberatan kan?"

"Oh enggak kok mas. Aku juga sadar diri siapa aku sebenarnya. Jika di bandingkan dengan pacar mas, aku gak ada apa-apanya. Dan sebagai seorang istri, aku akan ikuti keinginan mas. Karena bapak selalu berpesan sama aku untuk selalu menuruti perintah suami."

"Hmm, makasih Laudia jika kamu mengerti. Oh iya satu lagi. Meskipun nanti kita tinggal di apartemenku, aku janji aku tidak akan menyentuh kamu. Jadi kamu jangan takut. Ada dua kamar di sana, jadi kita bisa tidur terpisah dan tidak satu ranjang," jelas Axele.

"Iya mas. Ada lagi yang mau mas sampaikan?"

"Gak ada kok. Sekali lagi makasih buat pengertian kamu."

"Sama-sama mas," jawab Laudia.

Axele sudah kembali menjalankan mobilnya. Sepanjang perjalanan, Laudia hanya melihat bintang di langit dari kaca dalam jendela mobil. Wajah bapaknya seakan terlihat berada di tengah bintang disana.

Diam-diam Laudia mengusap air matanya yang tidak mau untuk diajak berhenti. Setelah cukup tenang, ia kembali melirik ke samping dimana Axele masih fokus menyetir mobil.

"Aku akan sabar menunggu kamu mas, sampai kamu bisa mencintaiku. Mungkin tidak untuk sekarang, tapi aku yakin seiring berjalannya waktu kamu bisa memperlakukan aku selayaknya seorang istri. Semoga saja rasa lelah di hatiku tidak pernah ada dan kita bisa hidup selamanya hingga maut yang bisa memisahkan. Seperti apa yang bapak harapkan dalam pernikahan kita ini," gumam Laudia dan untuk pertama kalinya ia melihat Axele tersenyum ke arahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status