Jessen mengalihkan pandangannya ke arahku. "Buatkan aku makanan." Suruhnya.
Heh? Dia pikir aku apa huh?
"Woy. Aku bukan pembantumu. Jadi jangan memerintahkanku." Bentakku.
Dia tersenyum miring sambil menunjukkan buku mistis di tangannya. Dia memiringkan kepalanya. "Selesaikan atau tidak."
"Iish... Bisanya ngancem. Ck."
Dia kembali memasukkan buku mistis ke dalam sakunya. Dan kembali membaca buku.
Aih... Malasnya.
Aku pun pergi ke dapur memasak makanan.
Aku memasak nasi goreng lagi.
Ya lord... Aku memang minim masak. Aku ngak paham.
Aku pun menyelesaikan masakan dan meletakkannya ke meja makan.
Aku masuk ke dalam kamar lagi untuk memanggilnya. "Udah siap." Kataku.
Dia masih tak menggubris kalimatku.
"Is. Udah masak loh. Aku udah capek masak. Jangan kacangi napa." Pekikku .
Dia menoleh ke arahku datar. Dia sedikit menggerakkan rahangnya ke kanan sekejap. "Sini." Dia memanggilku.
Ck
"Kenapa... Kan ngak salah. Kan enak ada teman yang bantu ngerjai tugas. Mau cewek mau cowok, kan sama aja sih. Lebay." Aku pun berdiri dari dudukku."Kau anterin aku ke kampus atau gimana?" Sambungku.Dia tak memperdulikan pertanyaanku.Aku menaikkan salah satu ujung bibir atasku menyerong.Udah paham lah ya kan.Dia pasti takkan mau mengantarku.Aku pun beranjak pergi dari hadapannya.Dia menahan tanganku membuatku menoleh ke arahnya. Dia melepaskan tangannya. "Selesai ngampus. Kau langsung pulang."Aku memutar bola mataku ke kanan. "Iya loh..."Aku kembali berjalan ke luar apartemen Jessen.Aku pun pergi ke kampus dengan kendaraan umum.Sialnya nasibku.***Aku mengikuti kuliah dengan lancar hari ini pada matkul pertama yang masuk. Sekarang jam istirahat, aku pun ke kelas Tessa untuk mengajaknya ke kantin bareng.Aku melihat Tessa lagi berduaan dengan kak Rio.Ya kali aku ke sa
Jessen menatapku datar. "Masuk ke kamarku. Dia aku yang tangani.""Kau jangan bilang aku di rumahmu ya! Nanti dia kira aku ini wanita apaan..." Tegasku.Jessen membuang wajah malas. "Hm."Aku langsung pergi ke kamarnya dan menutup kamar berharap mereka tidak ke sini.Aduh....Aku menunggu.Srekk.Terdengar suara pintu depan apartemen Jessen yang terbuka.Degdeg...Jantungku semakin berdegup kencang."Mana Valen?" Suara Ken terdengar berdengung sampai kamar.Astaga..."Ini apartemenku." Sambung Jessen.Bagus Jes."Aku tak percaya. Aku mau ke kamarmu."DAMN...Oh my God, Oh my God!Aku harus ke mana!Aku berjalan tanpa arah di kamar Jessen.Mampus aku... Mampus!Ah.. Aku tau! Sembunyi dalam lemari!Aku langsung bersembunyi dalam lemari Jessen dengan cepat. Duduk di dalamnya dan menutupi badanku dengan berbagai baju.SreekkPintu
DegDegDegBadanku membantu mendengar kalimat Jessen tadi. Aku mencoba melepaskan pelukannya. Dia semakin memelukku erat. "Udah aku bilang aku masih sakit. Rawat yang bener lah." Kata Jessen tanpa melihat ke arahku dan tetap menutup matanya."Kau udah gila ya?!" Pekikku.Dia menatapku datar. "Kenapa?"Aku menggelengkan kepalaku tak percaya. "Kau benar-benar sudah tak waras."Jessen menenggelamkan wajahnya di leherku, membuat jantung ini berdebar seperti berlari maraton 100 meter!"Memang pacaran ngak boleh bermesraan?" Kata Jessen polos.Tunggu. Apa kubilang? Polos? Tindakan seperti ini polos kau katakan Val?!Di mana otakmu!Suasana semakin memanas.Dia semakin mendekapku dan bernapas di leherku.Val! Sadar! Sadar!Jangan sampai kau lepas kendali!Dia semakin mengeratkan dekapannya.Semakin erat.Erat.Aku tak dapat lagi mengontrol diri!Ini keadaan
Sepulang kuliah aku tak pulang ke rumah Jessen. Aku di perpus kota.Aku masih memikirkan bagaimana nasibku sekarang.Tessa akan pergi, aku ngak mungkin kembali ke tempat nenek dan kakek. Kejauhan. Dan yang pasti aku ngak mau pulang ke rumah Jessen.Aku tidak mengerti pola pikir Jessen sekarang. Antara dia serius melakukannya apa engak, aku tak paham. Serius. Aku pusing.Mau ngak mau aku harus telpon nenek.Aku pun menelepon nenek.Tut Tut TutNenek tak mengangkat panggilanku.Aku mengusap wajahku gusar.Apa yang akan aku lakukan sekarang?!Ponselku bergetar.Aku harap ini nenek.Aku melihat layar ponselku. Ini Jessen.Aku tak mau mengangkatnya."Kenapa tak menungguku?" Ucap Jessen yang rupanya sedari tadi di sini.Aku tersentak kaget.Dia duduk di sebelahku menatapku datar.Aku sedikit demi sedikit menjauhkan diri dari padanya."Eh bego. Kau kenapa?" Katanya da
Aku belajar di dalam kelas dengan fokus.DrettPonselku bergetar. Aku melihat layar ponselku dan tertera ada chat masuk dari... Ken?Aku tak ingin membukanya.Ponselku kembali bergetar. Kali ini dia menelponku.Aku mematikannya.Ck. Sibuk amat sih ni orang, lagi belajar juga.Beberapa saat kemudian pintu kelas terbuka kencang, seluruh mata melihat ke arah sumber suara."Maaf pak mengaggu waktunya." Ken datang!"Iya. Ada apa Ken?" Tanya pak Sudarsono."Saya mencari Valentresia pak. Di panggil oleh pihak TU kampus pak." Jelasnya.Heh? Emang aku ada masalah sama perkuliahan makanya TU manggil aku?Pak Sudarsono mengangguk kemudian menghadap ke arah murid. "Valentresia."Aku berdiri. "I iya pak.""Silahkan ikuti Ken, ada yang perlu kamu urus di TU." Sambung pak Sudarsono.Aku pun mengangguk dan pergi bersama Ken.Aku terus memikirkan kenapa aku di panggil dengan TU. Aku udah b
Ken provAku tak fokus pada pembelajaran lagi sekarang. Tubuh ini terasa sangat panas menahan emosi.Baru kali ini, sepanjang sejarah kehidupan yang kujalani sekarang aku emosi tak terkontrol seperti ini!Aku terus bernafas dengan terus mendengus kesal.Bagaimana bisa Jessen mencium Valen seenak jidatnya?!Well. Sebenarnya aku juga begitu sih.. Tapi aku sangat tak terima kalau Valenku di sentuh apalagi di cium oleh orang lain selain aku. Aku tak terima!Aku mendengus kesal setiap kali mengingat kejadian itu. Membuat darah ku naik pagi pagi!Sial!"Woy Ken." Panggil Grabta yang duduk si sebelah bangkuku sekarang."Apa?" Aku melihatnya dengan tatapan api yang menyala-nyala."Oy. Santai dong."Aku membuang malas wajahku ke semi arah.
Aku sangat panik di ruang tunggu ini. Hal yang terus berputar di kepalaku adalah Apakah Jessen akan baik-baik saja?Astaga... Aku takut sekali.Aku duduk di kursi tunggu sambil menutup wajahku dengan telapak tanganku.Kakiku terus kuhentak hentakkan.Ck. Mana sih nih dokter... Lama banget keluarnya.SreetPintu ruang Jessen terbuka. Tampak seorang lelaki paruh baya menggunakan baju rapi dan jas panjang putih yang menutupi baju yang di kenakannya. Itu dokter yang memeriksa Jessen tadi beserta beberapa staf perawat pria dan wanita yang berjalan di belakang sang dokter.Aku langsung melangkahkan kakiku ke sana dengan segera."Dok. Gimana keadaannya dok?" Kataku dengan sedikit bernada tinggi bukan karena marah tapi karena kepanikan.Dia menepuk pelan pundakku. "Dia tak apa. Kau tak perlu mengkuatirkannya."Aku bisa bernapas lega. Syukurlah."Apakah saya bisa masuk dok?" Tanyaku dengan nada riang karena bersyuku
Ken melihat ke arah bibi datar. "Bi. Hari ini bibi ngak perlu masak." Kemudian Ken menatapku dengan senyuman. "Biar sayang aku aja yang masak."Kalimat itu membuat seluruh pelayanan yang bekerja di dekat kami tersipu-sipu malu.Tapi tidak denganku. Apaan coba dia?!"Siape sayangmu? Sok kecakepan amat sih."Para pelayan menahan tawa mereka yang kemudian di tatap sinis Ken, membuat mereka terdiam.Ken memelukku dari belakang membuatku menoleh sambil menatapnya menahan emosi. "Sayang.. Kalau kamu ngak masakinAku. Aku..." Dia menggigit bibir bawahnya kemudian sedikit mengatup dan memajukan bibirnya sambil menatap bibirku seperti akan menerkamnya."Heh!" Aku menyikut perutnya."Ahh.."Dia tetap tidak menyerah. Dia masih memelukku.Dia mencium pipiku. "Much." Kemudian memekik kegirangan. "Nah. Kenak kan..."Anjrit... Ini di depan umum!Para pelayan mengintip intip kami berdua selagi melaksanakan tugas. Mere