Safa turun di depan rumah mewah barunya, rumah bergaya klasik yang bertempat di pemukiman elit itu tampak berkelas, tapi entah mengapa gadis itu seperti enggan menapakan kakinya setiap kali memasukinya, mungkin saat ini ia baru merasakan kehilangan sosok yang begitu tulus menyayanginya siapa lagi jika bukan Rania.Gadis berusia hampir sama dengan Safa berlari menghampiri Safa, seakan tak sabar ingin memberitahukan sesuatu.“Safa, kamu dari mana?” tanya Nayla, di tangannya memegang sebuah ponsel, baru masih terbungkus kardus warna putih.“Aku tadi menemui Mamah Rani,” jawab Safa.“Lihat Safa, aku dibelikan Papah ponsel baru, ini merk termahal, kamu tahu harganya hampir sepuluh juta,”“Apakah aku juga dibelikan Nay,” wajah Safa berbinar sambil melihat ponsel baru milik Nayla.“Sayangnya tidak, kata Papah ponselmu masih bagus,” sahut Nayla sambil mera
Larasati menarik travel bag, yang berisi pakaiannya, menuju kamar tamu yang ditunjukkan asisten rumah tangga. Kamar berukuran besar dengan kamar mandi di dalam, membuat nyaman wanita baya, yang langsung merebahkan diri ditempat tidur.“Siapa namamu?” tanya Larasati.“Ratmi, Nyonya.”“Ratmi, bawakan aku sarapan, dan teh, bawa ke kamar ya!” perintah Larasati.“Iya Nyonya,” jawab asisten rumah tangga yang berusai 40 tahuan itu.Larasati berlagak seperti nyonya besar, sepanjang waktu di rumah Faiz yang baru, sepanjang siang ia berendam di kolam renang, semua keperluannya disiapkan asisten rumah tangga.“Ahhh beruntung sekali Faiz menikahi Kinan, akhirnya putraku mempunyai rumah besar yang ada kolam renangnya,” ucap Larasati pada dirinya sendiri.Sementara itu, Safa menemui Rania di Restoran Kemuning.“Safa, kamu makan dulu ya, Mamah masih berkerja, satu jam sel
Malam itu Faiz pulang larut, Larasati sudah menunggunya di teras rumah, sambil mondar-mandir ia bermaksud mengadukan sikap Kinan pada dirinya siang tadi, Larasati tidak terima dituduh mencuri uang Faiz. Mobil avansa milik faiz, berhenti di garasi rumah, terlihat pria itu turun dari mobil, wajahnya terlihat letih dan lelah.“Ibu, kenapa diluar, udara dingin, nanti Ibu masuk angin,” ucap Faiz, sambil berjalan ke arah ibunya.“Ibu mau bicara denganmu, duduklah sebentar,” suruh Larasati sambil menarik tangan Faiz dan menyuruhnya duduk di kursi teras.“Ada apa?”“Siang tadi, aku masuk ke kamarmu dan mengambil uang dari almari pakaianmu, tapi Kinan marah, ia menganggap ibu mencuri, biasanya ‘kan seperti itu, ibu selalu mengambil uang dari almari, dulu Rania tidak keberatan jika aku mengambil uangmu,” protes Larasati kesal.Faiz menatap sang ibu dengan ekpresi datar. ”Jangan samakan Rania dan Kinan, Bu. Jelas beda Kinan itu wanita perkerja, ia merasa apa yang ada di rumah ini juga miliknya,
Kinan mencelos. ”Tidak mungkinlah Mas, lihat saja penampilan mantan istrimu itu, jauh dari kata elegan, tukang masak saja sudah berani mendekati Dokter,” ejek Kinan. “Ahh sudahlah kita kesini makan malam,” sahut Faiz. Faiz dan Kinan pun menyuap hidangan menu yang sudah disajikan di atas meja. Faiz masih sesekali menatap Rania, wanita itu kadang menebar senyum pada Fathan, dan tampak bahagia sekali, entah apa yang mereka bicarakan hingga membuat Rania tertawa bahagia. “Mas, bagaimana dengan perkejaan Mas Faiz di kantor, kapan jabatan kepala departermen akan diberikan lagi?” tanya Kinan membuat Faiz terkejut. “Hemmm tidak tahu Kinan, kepala dinas baru mengevaluasi beberapa pejabat yang akan di naikan jabatan, aku sudah berusaha keras meningkatkan kinerjaku, ini semua gara-gara Rania, yang mengirim foto dan video itu.” “Lihat saja nanti, aku pastkan mantan istrimu itu mendapatkan balasannya,” ancaman Kinan tidak dihiraukan Faiz, pria itu sibuk menyuap makanan dihadapannya. Lalu ia t
Sementara di tempat lain, tepatnya di rumah Faiz dan Kinan yang baru, Safa tersenyum semringah menyaksikan live streaming peresmian Harafa Hospital, ia menatap kagum pada perubahan sang ibu, juga jabatan yang sekarang di embannya. Kepala cheff rumah sakit adalah jabatan yang sangat bergengsi menurut Safa, ia berjalan cepat menemui Larasati yang tengah sibuk di dapur.“Oma, lihatlah Mamahku sekarang berbeda,” ujar Safa, memperlihatkan layar ponsel, ke arah Larasati.Larasati menajamkan mata rentanya. ”Ambil kaca mata Oma, di meja kamar, mata Oma sudah nggak jelas,” suruh Larasati.“Baik Oma, aku ambilkan kaca mata Oma.”Safa setengah berlari menuju kamar Larasati dan mengambil kaca mata, setelah itu menghampiri sang Oma yang menunggu Safa.Larasati meraih cepat kacamata yang disodorkan cucunya itu. Kacamata pun segera dipakai dan melihat ke arah layar.“Benar ini Mamahmu, Safa. Tak kusangka Rani
Setibanya di rumah mewahnya, Kinan membanting tas dan sepatunya di lantai, membuat Larasati terkejut.“Ada apa Kinan?”“Itu, anak Ibu, main tarik saja, aku sedang berbincang dengan para tamu yang hadir di acara peresmian Harafa Hospital, tapi Mas Faiz malah cemburu,” sahut Kinan.Larasati hanya menghela napas panjang. “Jika Faiz cemburu itu tandanya cinta, kamu harusnya bangga dong, bukan marah-marah seperti itu.” Larasati berucap sambil duduk di sofa ruang tengah menyalakan televisi“Sudah malam, tidak usah berdebat lagi,” sela Faiz, sambil berjalan ke lantai dua menuju kamarnya.“Kinan, apa benar Rania, menjadi kepala cheff rumah sakit?”“Ibu, tahu darimana?”“Dari ponsel, Safa yang memperlihatkan pada Ibu tadi,” sahut Larasati ingin mendengar cerita dari Kinan.“Iya, Bu, itu benar, aku yakin, Rania jual diri pada Pak Fathan iya, ‘kan Bu,” Kinan menyungingkan senyum sinis.“Bisa jadi Kinan, atau Dokter Fathan jatuh cinta pada Rania,” tebak Larasati.“Nggak mungkin, ada puluhan wani
Pagi menyapa, sinar sang surya bersinar dengan cerahnya, Rania bersemangat pergi ke Harafa Hospital, hari ini adalah hari pertama ia kerja, di tempat yang baru dan dengan jabatan baru. Celana kain warna hitam, dipadukan dengan blouse warna navy mempercantik penampilan Rania, polesan wajah yang sederhana dengan rambut yang diikat. Rania menatap dirinya di cermin, sambil menerbitkan senyumnya ia tak menyangka saat ini sudah menjadi wanita karir, bukan lagi wanita yang berdiam di dalam rumah.Rania menaiki ojek online untuk sampai di rumah sakit Harafa Hospital, sekitar lima belas menit sampailah Rania di tempat tujuannya.Kini ia berjalan memasuki loby, ada banyak hal yang akan ia lakukan, salah satunya adalah mengadakan pertemuan dengan staff ahli gizi, karena apa yang ia kerjakan sangat berhubungan dengan gizi dan nutrisi pada pasien.Seharian Rania sibuk dengan perkerjaan, hingga masalah Safa semalam ia lupakan.Hingga waktu hampir menjelang malam, Rania baru selesai, ia pun berma
“Bagaimana jika polisi menyelidikinya, apa Nay, akan di penjara?” “Tutup mulutmu Nay, jangan bilang seperti itu, kamu tidak sengaja ‘kan jadi tolong tenanglah sedikit, Mamah akan cari cara supaya kamu keluar dari masalah ini.” Kinan beralih duduk di samping Nayla, pikirannya terus berpikir. “Malam ini tinggalah disini, Mamah akan pulang melihat keadaan Safa, matikan ponselmu, sekarang emosimu belum terkontrol, Mamah takut kamu keceplosan, istirahatlah dan tenangkan dirimu,” suruh Kinan. “Baik Mah..” Kinan mengantarkan Nayla ke kamar, menyelimuti tubuhnya lalu pergi meninggalkannya sendiri. Kinan kembali duduk di ruang depan, menyalakan ponsel, dan benar saja, panggilan dari Faiz dan chat dari Faiz. Wanita bertubuh sintal itu menghembuskan napas pelan, lalu mencoba meghubungi Faiz. “Hallo Mas Faiz, ada apa? maaf ponselku low battery?’ “Safa terjatuh dari lantai dua kamarnya, aku perlu bicara denganmu, segeralah pulang!” perintah Faiz, lalu menutup poselnya. Kinan bergegas kelua