"Coba cerita sama kakak," ucap Fiya dengan lembut. Tapi Rini hanya menggelengkan kepalanya. Fiya hanya terdiam, tidak tau harus bagaimana.
"Emm, ya udah kalo gak mau cerita gak apa-apa," ucap Fiya sambil berpikir ia harus bagaimana. "Oh iya nama kucing ini siapa? Lucu kayak kamu tau.""Namanya Kitty," ucapnya tertawa begitu bahagia."Namanya bagus, lucu lagi," ucap Fiya sambil ikut tersenyum.Sekitar tiga puluh menit, Fiya menemani Rini. Hingga kini Aryan sudah kembali dan menghampirinya."Papa," ucap Rini sambil memeluknya begitu erat."Papa?" Tanya Fiya yang kebingungan. Apa yang terjadi sekarang? Apakah Aryan mempunyai anak? Ia baru tau sekarang?"Kamu baik-baik aja kan selama Papa gak ada?" Tanya Aryan sambil tersenyum kepada anak itu.Fiya semakin membulatkan matanya. Bagaimana tidak Aryan sendiri memanggilnya dengan sebutan Papa. Sangat begitu jelas terdengar. Apa itu benar anak Aryan? Pertanyaan itu sangat ingin Fiya tanyakan. Tapi ia bungkam, karena ia bukan siapa-siapa. Jadi lebih baik ia diam.Mereka berbincang sebentar, sekedar menanyakan kabar dan lainnya. Setelah itu baru Fiya dan Aryan berpamitan. Sorotan mata anak kecil itu terlihat begitu sedih. Hal itu membuat Fiya semakin bingung. Apakah benar dia anak Bos nya?Sudahlah, Fiya tidak terlalu peduli sekarang. Hal yang ia pedulikan sekarang adalah mereka akan kemana. Ia kira perjalanan mereka hanya sampai 2 tempat itu. Ternyata tidak. Kali ini ia datang di sebuah villa."Akhirnya beristirahat," batin Fiya sambil melihat-lihat sekelilingnya. Tidak juga buruk. Tempat ini begitu bagus. Tidak mewah tapi ini benar-benar bagus.Setelah melihat-lihat barang-barang di sana. Fiya tersadar. Dia tidak membawa pakaian ganti. Ia tidak mengira akan bermalam hari ini. Sudahlah, bagaimanapun ini sudah pekerjaannya.Jam sekarang menunjukkan pukul 4 sore. Sekitar 2 jam Fiya tidur siang. Sekarang ia harus bangun. Ia harus bersiap-siap keluar ke tempat yang entah di mana. Aryan benar-benar misterius.Tiba-tiba suara ketukan pintu dari luar terdengar. Fiya membuka pintu dan mendapati seorang pelayan hotel membawa sebuah paper bag."Mbak ini pakaiannya, dari Pak Aryan," ucapnya sambil memberikan paper bag itu.Fiya termenung sebentar. "Iya, terimakasih." Daripada memakai baju yang kotor. Mending ia memakai baju pemberian dari Aryan. Begitulah yang ia pikirkan.Fiya membuka paper bag itu. "Dress lagi?" Tanyanya sambil menatap dress yang panjangnya hanya selutut dan kembang itu.Tanpa lama-lama Fiya mengganti pakaiannya. Ia kemudian mengikat rambutnya dengan asal. Tidak buruk juga. Dress itu sangat santai dan sepertinya sangat cocok untuk pergi ke pantai."Pasti ke pantai," ucap Fiya sambil mengambil handphonenya.Fiya ingin mensearch lokasi di sana. Tapi suara ketukan pintu dari luar terdengar lebih dulu. Fiya segera keluar dan mendapati Bos nya."Sudah siapa?""Sudah Pak!""No! Kamu harus manggil saya sayang atau gak Aryan. Ada yang ngikutin kita," ucap Aryan."Dimana?" Tanya Fiya yang langsung melihat ke kanan kiri.Aryan langsung memegang kepala Fiya agar tidak melihat ke arah manapun. "Lihat aku aja," ucapnya sambil menatap mata Fiya.Fiya hanya terdiam dan membeku. Kemudian Aryan mengambil tangan Fiya dan menggenggamnya. Tidak ada penolakan sekarang. Fiya sebisa mungkin untuk terlihat biasa saja dan bersikap santai.Setelah perjalanan mereka sekitar lima belas menit. Akhirnya sampai di sebuah pantai. Penampakannya hampir sama seperti Bali. Fiya benar-benar takjub. Bagaimana Aryan bisa menemukan surga seperti ini. Fiya benar-benar senang. Senyumnya begitu lebar."Sekarang kita makan dulu," ucap Aryan yang kemudian mengambil tangan Fiya dan membawanya ke restoran dekat pantai.Fiya hanya mengikutinya dan memang benar apa yang ia katakan tadi. Ia mendapati seseorang yang sedang memotret mereka berdua.Setelah makan, mereka pergi ke tepi pantai. Menikmati pantai yang indah. Karena sedari tadi tidak ada pembicaraan. Fiya kemudian membuka suara."Bapak. Eh kamu kok bisa ketemu pantai sebagus ini," ucap Fiya yang duduk di tepi pantai. Karena sudah sedari tadi mereka berjalan menyusuri pantai."Karena pantai ini memang hanya sebagian orang yang tau. Dan pantai ini tidak boleh di sebarkan nama tempatnya. Itu adalah kesepakatan dari penduduk setempat sini," jelas Aryan."Oh gitu, pantes," ucapnya sambil mengangguk-anggukkan kepalanya."Gimana kamu suka?""Suka," ucap Fiya singkat sambil menikmati pemandangan di sana."Kamu yakin gak mau nikah sama saya?" Tanya Aryan yang entah kenapa tiba-tiba membahas mereka berdua."Saya gak pantes buat Bapak. Saya gak punya apa-apa," ucap Fiya. "Sedangkan Bapak punya segalanya. Bapak bisa kok saya cariin istri yang lebih cocok.""Orang tua saya sudah setuju sama kamu.""Itu kan Bapak tinggal bilang aja. Bahwa kita ya emang gak jodoh."Aryan terdiam. Kata-kata yang Fiya lontarkan kepadanya benar-benar ludes ia jawab dengan sejelas-jelasnya. "Tapi saya pilih kamu, buat nikah sama saya. Kita masih punya waktu untuk saling kenal."Fiya hanya terdiam. Ia menyimpan sebuah rahasia yang tidak bisa ia katakan sekarang. Jadi ia tidak mungkin membicarakan dirinya sendiri."Atau saya dulu? Apa yang ingin kamu tau?""Em...." Fiya terpikir sejenak. "Oke pertanyaan pertama, tadi di panti asuhan dia anak rahasia Bapak?"Aryan terkekeh. Ia kemudian menjelaskan bahwa Rini merupakan anak yang ia temui di pantai tempat yang mereka datangi sekarang. Ia menemukan Rini tiga tahun yang lalu pada saat ia berumur 4 tahun. Aryan sudah mencari orang tuanya kemana-mana. Tapi nihil tidak ada. Bahkan sudah ia laporkan ke polisi. Tapi bahkan sampai sekarang, tidak pernah ia mendapat informasi apapun.Akhirnya, pada saat itu ia membawanya ke Panti asuhan. Yang mana kebetulan Panti asuhan itu merupakan bagian dari perusahaannya. Karena Aryan yang menemukan Rini, pada akhirnya Rini memanggilnya dengan sebutan Papa.Sebutan itu tidak bisa di ubah. Apalagi Aryan yang takut akan membuatnya sedih. Karena Orang tuanya yang meninggalkannya sendirian di pantai itu."Kirain dia anak Bapak," ucap Fiya sambil mengangguk kepalanya. "Pertanyaan kedua, Bapak harus jujur. Kenapa harus saya yang nikah sama bapak?""Bukannya sebelumnya sudah saya katakan," ucap Aryan."Sebelumnya? Saya rasa bapak gak jujur.""Karena kamu baik, pekerja keras, kamu juga orangnya gak yang gimana-gimana. Makanya saya pilih kamu."Fiya hanya terdiam. Tidak jauh berbeda dengan jawaban sebelumnya. Sepertinya sampai kiamat pun akan tetap sama saja jawabannya. Hal itu sudah membuat Fiya tidak mood."Sekarang giliran saya kan?""Hm..," ucap Fiya."Orang tua kamu kemana?""Kenapa?""Ya saya cuma mau kenal aja sama mereka.""Orang tua saya ada, tapi gak saya anggap ada. Bisa pertanyaan lain gak Pak?" Tanya Fiya sambil menatap dengan tatapan sendu. Mendengar kata orang tua membuatnya sedih.Setiap orang mempunyai rahasia masing-masing. Fiya punya rahasia, bukankah begitu juga dengan Aryan. Tidak mungkin bukan jika tidak ada rahasia. Percakapan mereka hanya cukup sampai di situ. Mereka hanya saling terdiam dan hanya menikmati apa yang sedang mereka lihat sekarang. Tidak lupa sesekali Fiya memotret pemandangan itu. Dan tanpa sengaja ia memotret Aryan yang tengah memandang ke laut. "Sempurna," batin Fiya melihat foto itu di handphonenya. Setelah melihat matahari terbenam, mereka berdua kembali ke vila untuk beristirahat. Setelah seharian bersama, Fiya merasa ia semakin mengenal Aryan. Tapi semakin mengenal, Fiya semakin ingin menjauh. Karena ia begitu sempurna. Sedangkan ia hanya sebatang kara. Berjuang keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Flashback on. Suara petir yang menggelegar begitu terdengar menakutkan. Tapi tidak dengan Fiya saat enam bulan lalu. Saat ia benar-benar tidak mempunyai uang untuk menyewa tempat yang lebih layak untuk ia tinggali. Pada saat itu
"Pak, saya siap untuk jadi istri bapak." "Bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Besok kita nikah. Lalu kita akan punya anak banyak. Bagaimana kalau sepuluh? Apakah kamu mampu? Rasanya ingin lebih, tapi ya sudahlah sepuluh saja cukup," ucapnya sambil tersenyum tipis. "Baik Pak." "Kamu memang harus nurut sama saya. Karena saya adalah Bos kamu." Fiya menutup buku itu, ia benar-benar ternganga dengan alur cerita yang peran wanitanya benar-benar bodoh. Sangat tidak waras. Orang mana yang membaca cerita seperti itu. "Ya kali 10 anak," ucap Fiya sambil mengambil kentang goreng itu. "Kenapa?" tanya Dito yang datang dengan wajah kebingungan. "Gak apa-apa, ini ceritanya agak di luar nalar. Emang ada ya cewek yang mampu buat anak sampe 10?" Tanya Fiya yang heran. "Ada sih pasti. Bahkan lebih."Fiya hanya terdiam dan memikirkan. Hingga tanpa ia sadari bahwa Dito sadar akan hal yang berbeda dari diri Fiya. "Fiya kamu mau nikah?" Tanya Dito. "Nikah?" Tanya Fiya yang kebingungan. "
Ia mengetuk pintu dan memastikan Aryan menyuruhnya masuk terlebih dahulu. "Masuk!" Fiya kemudian masuk tanpa memandang ke arahnya. Ia memfokuskan ke arah berkas. "Ini Pak berkas yang harus bapak tanda tangani hari ini." Aryan kemudian mengambil pulpen dan menandatangani berkas itu. "Nanti makan siang sama saya," ucapnya sambil memberikan berkas yang sudah ia tanda tangani itu. "Saya makan di kantin kantor aja Pak," ucap Fiya sambil tersenyum sopan dan kemudian langsung pamit. Sedangkan Aryan hanya menghela nafasnya. Bisa di katakan sekarang sedang salah paham. Semua itu karena Riani yang tiba-tiba saja mendekat ke arah kursi Aryan dan membuat mereka seolah-olah sedang berpelukan. Saat wakun makan siang tiba. Aryan segera menyelesaikan pekerjaannya dan langsung menghampiri Fiya. "Ikut saya sekarang." Aryan langsung jalan terlebih dahulu, tanpa memikirkan Fiya. Mau tak mau Fiya harus ikut sekarang. Tidak ada penolakan. Mereka pergi menggunakan mobil Aryan dan sampai di restoran ya
Fiya yang segera ingin masuk terhenti. Saat ini juga ia merasa sangat buruk. Sepertinya Riani benar-benar spesial untuk Aryan. Dan sekarang ia tau bahwa Riani adalah sosok wanita yang begitu ia cintai. Tapi entah kenapa sekarang malah putus. Fiya tengah di ambang kebingungan sekarang. Ia melihat jari manis di tangan kanannya. Ingin ia lemparkan saja cincin itu. "Aku terhanyut dalam kebohongan ini," batinnya. "Riani, stop bahas masa lalu! Saya gak kenal kamu lagi! Sekarang yang di depan kamu adalah calon istri saya. Saya akan menikahinya secepatnya!" Bahkan kata-kata yang Aryan lontarkan saat itu tidak berpengaruh pada Fiya. Wajahnya sedari tadi hanyalah wajah tanpa ekspresi. Datar. "Masuk," ucap Aryan. Tanpa lama Fiya mengikuti perkataan Aryan dan masuk ke dalam mobil itu. Kemudian Aryan segera menancap gas. Sedangkan Fiya hanya menatap Riani di kaca mobil. Pertemuan mereka dengan klien berjalan dengan lancar, karena keprofesionalan mereka. Bersikap biasa saja layaknya tidak ter
"Dah di ajak malah protes, gak di ajak waktu itu juga protes," balas Dito yang memang benar kenyataannya. "Oke deh, kebetulan lagi free. Jam berapa?" Tanya Fiya. "Satu jam lagi mulai," balasnya. "Ya udah kita ketemu di sana ya. Sekalian aku mau beli skincare." Setelah itu mereka berdua langsung berangkat. Fiya dan Dito sama-sama menggunakan taksi untuk pergi ke sana. Fiya datang terlebih dahulu, membuatnya bosan jika menunggu Dito terlebih dahulu. Pada akhirnya ia masih terlebih dahulu untuk membeli keperluannya. Saat sedang memilih-milih, handphone Fiya berbunyi. Ia segera mengangkatnya. Itu ada sebuah telepon dari Dito. "Halo?" "Kamu dimana?""Aku lagi di toko KKV. Kamu lama sih," ucap Fiya protes. "Ya gimana lagi, kan agak jauh dari cafe. Tunggu di sana.""Iyaa Dito," ucap Fiya lalu kembali mencari-cari kebutuhannya. Saat sedang mencium aroma-aroma parfum, Dito datang dan segera menghampirinya. "Mau beli parfum?" Tanya Dito. "Ya masa mau beli ayam," balas Fiya. Dito han
Saat sudah sampai di apartemennya. Fiya menghela nafasnya. Ia memperhatikan di sekelilingnya. Barang yang satu persatu ia beli menggunakan gajinya selama menjadi sekretaris. "Setidaknya aku punya tabungan yang setidaknya masalah makan masih aman," ucap Fiya menghela nafasnya lebih dalam lagi. Ia kemudian mandi dan segera duduk di meja kerjanya. Ia menghidupkan laptopnya dan mengetik satu kata per kata menggunakan jarinya. Sekarang ia mengetik surat pengunduran diri. "Mungkin ini jalan terbaik, dari pada aku harus bersaing sama mantannya. Masalah pekerjaan yang waktu itu kayaknya juga gak masalah. Toh ada Riani mantan Aryan. Aku yakin mereka akan bersama lagi," gumam Fiya yang entah kenapa ia menjadi sedih untuk melepas pekerjaannya. Baru saja akhir-akhir ini ia terbiasa. Tapi sudah akan ia tinggalkan. "Kamu pasti akan dapat pekerjaan yang lebih bagus," ucapnya pada diri sendiri. Setelah selesai membuat surat pengunduran diri itu. Fiya segera tidur. Melepas penat dari pekerjaan ya
Siang hari yang seharusnya indah sekarang berubah menjadi suram. Fiya terkejut saat mendapati seseorang di depan pintu apartemennya. Ia yang saat itu sangat berantakan karena belum mandi dan tentunya juga ia baru bangun dari tidurnya. "Bukannya Go Food," batin Fiya. "Perasaan tadi pesen makanan sama Go Food. Kok sekarang malah Pak Aryan," batinnya lagi sambil melihat wajah Aryan sambil tersenyum. Fiya yang melihat Aryan jarang-jarang senyum malah menjadi takut. "Bapak ngapain di sini?" "Pesanan kamu, udah saya bayar tadi. Boleh masuk?" Tanyanya. "Ada yang harus saya bicarakan." "Kayaknya sekarang gak bisa Pak," ucap Fiya sambil tersenyum kemudian melihat apartemennya yang sangat berantakan itu. "Saya ada kegiatan lain. Habis makan saya langsung keluar," ucapnya lambat karena posisinya saat ini adalah membohongi Aryan. "Kalau gitu saya antar," ucap Aryan. "Gak usah Pak, beneran gak usah," ucap Fiya yang sebenarnya tidak nyaman sekarang. Sangat susah untuk menolak orang, apalagi A
"Siapa takut," ucap Fiya sambil tersenyum. Ia sangat percaya diri. Menembak adalah sebuah keahliannya. Hanya saja sekarang ia sudah jarang untuk bermain game ini. Karena bermain game seperti ini adalah membuang uang Fiya secara cuma-cuma. Mereka kemudian mengambil senapan itu. Aryan memperhatikan Fiya yang sangat serius memperhatikan botol yang sangat jauh itu. Ia hanya tersenyum tipis. Kemudian ia fokus untuk menembak. Sebab ia harus menang. Pekerjaan adalah taruhannya. Setelah menyelesaikan 3 babak kini hasilnya sudah keluar. Yang memenangkan pertandingan itu adalah Fiya. Fiya begitu kegirangan dan tertawa bahagia sambil memperhatikan Aryan yang kesal karena kalah. "Permainan lain," ucap Aryan yang kemudian menariknya dan membawanya ke tempat game lain. Sekarang adalah game Bowling, melempar bola ke arah pin bowling untuk mendapatkan skor. "Ini?" Tanya Fiya sambil percaya diri. "Ini sih gampang Pak.""Gak usah ngomong dulu, buktiin!" Fiya tersenyum tipis. Mereka kemudian bertan