Share

First Date

"Saya izin keluar Pak," ucap Fiya lalu langsung keluar dari mobil Aryan dan berlari kecil tanpa melihat ke belakang sekalipun. Ia benar-benar bisa gila sekarang.

Saat sampai di apartemennya, Fiya melakukan segala aktivitas malamnya sambil memikirkan kejadian tadi dan tentang lamaran Aryan tadi.

Sampai akhirnya, sekarang adalah waktunya Fiya tidur. Ia mencoba memejamkan matanya tapi pikirannya terus-menerus berputar ke Aryan. Fiya kemudian melihat obat tidur yang biasanya ia makan. Ya, dia adalah insomnia. Mempunyai penyakit susah tidur, apalagi ketika banyak pikiran.

Menjadi seorang sekretaris merupakan bukanlah hal yang mudah. Apalagi ia tidak punya pengalaman. Tapi entah kenapa, dari banyaknya orang yang mendaftar. Fiya adalah satu-satunya yang terpilih. Bukankah harusnya ia syukuri itu sekarang.

"Gak bisa!" Fiya kemudian mengambil obat itu dan meminumnya. Kemudian perlahan ia memejamkan matanya. Menunggu obat itu bereaksi.

Di sisi lain, Aryan yang menatap layar laptopnya terus menerus berpikir keras dengan kejadian tadi. Ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya. Hanya kejadian tadi yang terus berputar di pikirannya.

Ia lalu mengetik dan mensearch. Dan ya dia sudah menemukan solusi. Ia tau harus bagaimana sekarang.

***

Hari sudah pagi, Fiya yang tengah memoles wajahnya tiba-tiba terkejut saat mendengar ponselnya berbunyi. Ia menatap layar ponsel itu.

"Pak Aryan?" Batin Fiya yang membaca nama di layar handphonenya. Segera ia menaruh lipstik nya dan mengangkat telponnya.

"Halo Pak?"

"Bapak udah di bawah?" Tanya Fiya yang terkejut karena Aryan yang sudah ada di bawah menunggunya untuk pergi ke kantor bersama-sama.

Dengan cepat Fiya berkemas, dan mengambil tas nya. Ia dengan segera turun untuk menghampiri Aryan.

Saat sudah sampai Fiya mengetuk pintu mobil Aryan. Tak lama itu Aryan membuka pintu dan Fiya langsung masuk.

"Kok tumben Bapak jemput saya?" Tanya Fiya yang terus terang.

"Hari ini first date kita."

"Maksud bapak?" Tanya Fiya yang tidak percaya dengan apa yang Aryan katakan.

"Kita akan seharian berdua. Makan, main, semuanya apapun yang kamu mau," jelas Aryan.

"Buat apa Pak? Lalu bagaimana dengan pekerjaan saya?"

"Seperti yang kamu ucapkan semalam."

Fiya makin tidak mengerti sekarang. Apakah maksudnya ia akan membuat Fiya suka pada Aryan? Apa itu mungkin?"

Aryan lalu menancapkan gas nya. Sedangkan Fiya hanya bisa terdiam. Ia bingung harus bagaimana. Keadaan saat ini benar-benar membuatnya bingung harus bagaimana. Ia pun tidak punya keberanian untuk menolak.

Perjalanan itu lumayan bagus. Karena pemandangan saat di perjalanan yang sangat indah membuat Fiya sangat menikmatinya. Pantai-pantai yang begitu indah. Dan jarang orang-orang yang berlalu lalang.

"Kita akan kemana Pak?" Tanya Fiya membuka suara.

Tidak lama Aryan berhenti di suatu tempat makan. Tempat itu begitu sederhana, tapi saat itu pengunjung lumayan ramai. Sepertinya tempat itu lumayan populer di sana.

"Kita sarapan disini," ucap Aryan.

Fiya lalu mengikuti langkah Aryan dan memasuki tempat makan itu. Ia memperhatikan tiap-tiap sudut tempat di sana. Sebenarnya ia cukup terkejut dengan Aryan yang mau makan di tempat seperti ini. Lebih terkejutnya penjual itu sudah hafal dengan wajah Aryan.

"Sekarang ngajak pacar ya Pak?" Tanya seorang nenek yang tidak begitu tua, tapi bisa di bilang sudah hampir. Terlihat dari rambutnya yang campur antara hitam dan putih.

Mendengar hal itu Aryan hanya tersenyum tipis dan melihat ke arah Fiya yang pasrah. Mereka kemudian duduk di tempat yang telah di sediakan. Tidak lama itu makanan mereka sudah datang. Dari bau nya Fiya tidak bisa menyangkal bahwa ini terlihat sangat menggiurkan.

"Coba," ucap Aryan yang mempersiapkan Fiya terlebih dahulu untuk mencicipinya.

Fiya lalu memakannya. Rasanya benar-benar enak. "Ini mie ayam yang paling enak saya makan," ucap Fiya sambil tersenyum. Kekesalan Fiya seperti langsung sirna karena makanan.

Aryan hanya tersenyum tipis dan mulai makan mie ayamnya. Hanya suara dentingan sendok dan garpu di sana tentunya tidak lupa suara pengunjung lainnya yang begitu berisik. Tapi hal itu membuat suasana menjadi bagus bisa di bilang. Itu adalah suasana baru bagi Fiya.

Setelah mereka singgah untuk makan, mereka kembali melanjutkan perjalanannya. Hingga tiba saatnya di suatu tempat yang bisa di katakan seperti sekolah.

"Pak ini?" Tanya Fiya sambil melihat sekelilingnya.

"Itu," ucap Aryan sambil menunjukkan papan di dekat gerbang.

"Panti asuhan?"

"Ayo masuk," ucap Aryan yang diikuti Fiya dari belakang.

Saat sampai di sana pengasuh panti asuhan itu langsung menghampiri mereka. Ia tersenyum begitu ramah dan begitu tulus.

Mereka terlihat begitu akrab, sedangkan Fiya hanya menyimak hingga tiba-tiba anak kucing yang berwarna putih menghampirinya. Lalu di ikuti oleh anak kecil dengan rambut panjang sebahu.

Fiya lalu mengambil anak kucing itu. Ia tentu sangat gemas melihat itu. Begitu lucu dan imut.

"Kakak siapa?" Tanya anak kecil itu.

"Ini kucing kamu?" Tanya Fiya balik.

"Iya. Kucing aku banyak," jawabnya. "Kakak mau liat?"

Fiya kemudian melihat ke arah Aryan. Aryan lalu menganggukkan kepalanya. Ia membolehkan Fiya untuk pergi. Lagi pula ia harus membicarakan sesuatu dan ada urusan di panti asuhan itu.

Fiya kemudian mengikuti langkah kaki anak kecil itu. Anak kecil itu begitu bahagia, senyum nya yang begitu indah terlukis.

Sedangkan di sisi lain, Aryan yang melihat sosok berbeda dari Fiya terus memperhatikannya hingga Fiya sudah tidak lagi terlihat dari pandangannya.

"Pacarnya?" Tanya pengasuh itu.

Aryan hanya tersenyum tipis. Ia bingung harus berkata apa.

"Cantik, sepertinya juga dia anak yang baik."

"Bagaimana dengan perkembangan panti asuhan ini?" Tanya Aryan yang mengalihkan topik. Mereka kemudian saling berbicara sambil berkeliling ke panti asuhan itu. Karena sudah satu tahun lamanya ia tidak lagi ke sana karena ia yang sangat sibuk. Alasan lainnya juga adalah karena ia yang baru saja menjabat sebagai direktur di perusahaannya itu.

Di tempat lain, Fiya yang tengah mengikuti langkah kaki anak kecil itu akhirnya sudah sampai. Di sana benar-benar ada banyak. Tapi masalahnya adalah bahwa yang banyak itu adalah boneka kucing. Bukan hewan. Hanya satu kucing yang asli.

"Ini punya kamu semua?" Tanya Fiya.

Anak kecil itu menganggukkan kepalanya. Fiya hanya tertawa kecil. Kemudian ia melihat anak-anak yang di sana.

"Nama kamu siapa?" Tanya Fiya.

"Nama aku Rini kak."

"Rini gak main sama mereka?" Tanya Fiya yang melihat anak-anak kecil sedang bermain bersama-sama. Sedangkan ia hanya seorang diri bersama boneka dan kucingnya.

Rini hanya menggelengkan kepalanya. Raut wajahnya begitu sedih. Fiya menjadi kasian terhadap Rini. Ia tau pasti saat ini Rini pasti kesepian.

"Kenapa? Mereka jahat?" Tanya Fiya sambil jongkok agar bisa saling menatap dengan Rini.

Lagi-lagi Rini hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Kata mereka aku anak yang aneh."

"Aneh?" Tanya Fiya lagi. Ia melihat tidak ada keanehan dari Fiya. Lalu aneh dari mana?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status