Fiya melihat lekat pelayan yang membawa bunga itu. Memastikan bahwa dia tidak ke arahnya. Tapi sepertinya tidak sesuai harapan. Sekarang ia sudah telat berada di meja makan mereka.
Aryan mengambil bunga itu sambil berdiri dan tersenyum. Kemudian ia berjalan pelan ke arah Fiya dan mengulurkan tangannya. Wajah Aryan menyiratkan ia harus melakukan hal romantis itu sekarang.Dengan terpaksa, Fiya menggapai tangan Aryan sambil tersenyum. "Bunga ini buat aku?" Tanya Fiya sambil tertawa bahagia.Aryan tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Gimana? Kamu suka kan sayang?" Tanyanya sambil memberikan bunga itu.Fiya mengambil buket bunga itu dan menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum begitu indah hingga kantong matanya terlihat. "Makasih."Mereka berdua lalu berpelukan. Orang-orang di sana yang melihat keromantisan itu tentu saja ikut turut bahagia. Hingga yang ada di sana memberikan tepuk tangan yang meriah.Fiya kira kejutan itu sudah sampai sini saja. Tapi ternyata itu baru saja permulaan. Sekarang adalah acara intinya. Fiya akan di lamar. Benar-benar di luar dugaan. Tiada ada angin, hujan, tiba-tiba di lamar.Aryan mengambil cincin itu yang ternyata sudah ia siapkan di satu bunga mawar. Ia membuka kelopak salah satu bunga mawar itu. Terlihatlah sebuah cincin dengan permata yang begitu indah. Terlihat sangat elegan dan cantik."Fiya, aku tau ini mendadak. Tapi aku yakin kalau kamu adalah seseorang yang sangat-sangat cocok untuk selalu berada di sampingku. Fiya, will you marry me?"Sorakan pengunjung di sana begitu heboh. Mereka dengan sama-sama menyorakkan, "Terima," berulang-ulang kali. Hingga akhirnya Fiya mengatakan, "Yes, I want to marry you." Aryan lalu memasangkan cincin itu ke jari manis Fiya dan mencium tangan Fiya.Suara tepuk tangan yang sangat meriah. Mereka berdua lalu saling tersenyum dan berpelukan. Akting mereka benar-benar luar biasa. Tapi apa itu akting? Atau kenyataan?Setelah lamaran itu, Fiya dan Aryan lalu kembali duduk dan makan. Tidak terlalu banyak kata-kata. Karena Fiya sedang bingung sekarang. Haruskah ia bahagia atau sedih."Pak waktunya sudah dekat," ucap Fiya yang melihat jam tangannya."Dia ada di sini," ucap Aryan dengan santainya sambil memotong-motong daging sapinya."Di sini?" Di mana?" Tanya Fiya sambil melihat-lihat sekelilingnya."Sekarang kita makan dulu," ucap Aryan lalu menukarkan daging yang sudah ia potong tadi ke Fiya.Perlakuan kecil itu sudah benar-benar membuat Fiya jatuh cinta. Wajahnya terus menerus memerah.Setelah menikmati makan malam, Aryan mengajak Fiya ke suatu ruangan VVIP di restoran tersebut. Di sana sudah menunggu seorang pria paruh baya berpakaian modis bak seorang desainer.Fiya sangat terkejut begitu mengetahui pria itu adalah Stefanus, desainer ternama dari Italia.. Ternyata Aryan mengundang Stefanus ke acara lamaran mereka. Fiya di sana tentunya kebingungan. Karena apa yang ia katakan tadi di kantor tidak sesuai. Sekarang di hadapannya adalah Stefanus, desainer terkenal."Hello, welcome to Indonesia," ucap Aryan yang menjabat tangan Stefanus."Hello, thank you," ucap Stefanus."Hello," ucap Fiya juga ikut tersenyum."Aku bisa bahasa Indonesia," ucap Stefanus dengan bahasa yang agak kaku.Aryan dan Fiya hanya saling melirik dan tertawa kecil. Mereka lalu duduk bersama dan tak lama itu, pramusaji datang dengan membawa makanan penutup.Setelah itu, tanpa lama Aryan langsung menjelaskan maksud dan tujuannya kali ini. Ia ingin bekerja sama dengannya. Aryan ingin membuka sebuah brand fashion. Karena sebelumnya perusahaan nya hanya mengeluarkan brand furniture."Setelah melihat tadi, saya yakin kerja sama kita akan sukses. Dan rancangan anda kali ini akan kami masukkan dalam koleksi eksklusif yang akan dipasarkan secara internasional," jelas Aryan.Fiya yang sedari tadi hanya menyimak menjadi mengerti maksud dari lamaran tadi. Kecewa? Sepertinya itu sudah pasti. Tapi ia sudah terlanjur masuk ke dalam hingga sulit untuk keluar dari masalah ini."Tentunya, tapi sebelum itu ada syaratnya," balas Stefanus."Tentu, silahkan," ucap Aryan sambil tersenyum tipis."Dalam rancangan saya kali ini adalah berjudul 'Marrying Me' jadi akan ada sebuah gaun pernikahan yang spesial. Dan saya ingin kalian menikah secepatnya dan memakai gaun itu," jelas Stefanus."Apa lagi sekarang?" Batin Fiya yang tetap tenang walaupun hatinya sedang gelisah."Tentunya, kami akan menikah sebentar lagi," ucap Aryan sambil mengambil tangan Fiya dan mengelusnya sambil tersenyum. Fiya membalas senyumannya itu, agar akting mereka akan benar-benar sempurna."Baik kalau begitu, saya tunggu kabar baiknya. Untuk kontraknya akan saya tanda tangani di hari pernikahan kalian, dan pada saat itu juga kita akan resmi bekerja sama," ucap Stefanus lalu menjabat tangan Aryan."Baik, semoga kita bisa bekerja sama," balas Aryan tersenyum.Stefanus kemudian pamit, karena ia harus kembali lagi ke negara asalnya. Begitu juga dengan Aryan dan Fiya. Sepanjang perjalanan mereka hanya terdiam. Aryan yang membuka suara pun tidak Fiya pedulikan sama sekali. Ia membutuhkan penjelasan sekarang."Fiya, maaf, tapi tadi benar-benar mendadak. Saya kira dengan lamaran itu cukup. Ternyata tidak. Ia menginginkan lebih.""Saya perlu berpikir Pak," ucap Fiya singkat.Aryan kemudian melanjutkan perjalanannya lagi yang sebelumnya terhenti itu. Saat sampai di kantor Fiya benar-benar akan gila sekarang. Otaknya sepertinya akan terbakar.Di satu sisi, Aryan tentunya juga kepikiran akan hal itu. Tidak seharusnya ia menikah hanya demi pekerjaan. Tapi keadaan menuntutnya untuk seperti ini.Hingga hari sudah larut dan waktunya pulang. Fiya terhenti saat ingin memencet tombol lift. Ia menatap Aryan yang sepertinya juga ingin pulang."Biar saya antar," ucapnya singkat."Nggak perlu Pak," balas Fiya lagi. "Saya udah pesan taksi," tambahnya lagi padahal ia belum pesan."Biar saya yang bayar. Kamu saya antar," ucap Aryan yang tetap kekeh ingin mengantarkan Fiya.Fiya hanya terdiam. Sepertinya malam ini juga berguna. Ia akan membicarakan hal pernikahan. Karena ini harus di bicarakan. Setelah sampai di depan apartemen Fiya. Fiya mulai membuka suara, " Pak boleh saya ngomong?""Silahkan.""Pak saya gak mau nikah sama orang yang gak saya suka," ucap Fiya yang singkat dan artinya sangat jelas."Kamu yakin berbicara begitu? Dalam pernikahan itu gak perlu suka.""Pernikahan itu tentang dua orang Pak, dalam artian nikah aja kita beda.""Saya akan kasih kamu apapun kalau menikah dengan saya.""Bukannya dari awal saya sudah bilang Pak? Saya gak perlu apa-apa.""Tapi saya perlu kamu.""Pak banyak kok cewek-cewek yang lain. Lagian saya juga cuma sekertaris Bapak.""Ada alasan kamu selain gak suka sama saya?"Fiya hanya terdiam. Sejujurnya memang tidak ada. Secara finansial memang menjadi istri Aryan adalah hal yang sempurna."Gak ada kan?""Saya izin keluar Pak," ucap Fiya lalu langsung keluar dari mobil Aryan dan berlari kecil tanpa melihat ke belakang sekalipun. Ia benar-benar bisa gila sekarang. Saat sampai di apartemennya, Fiya melakukan segala aktivitas malamnya sambil memikirkan kejadian tadi dan tentang lamaran Aryan tadi. Sampai akhirnya, sekarang adalah waktunya Fiya tidur. Ia mencoba memejamkan matanya tapi pikirannya terus-menerus berputar ke Aryan. Fiya kemudian melihat obat tidur yang biasanya ia makan. Ya, dia adalah insomnia. Mempunyai penyakit susah tidur, apalagi ketika banyak pikiran. Menjadi seorang sekretaris merupakan bukanlah hal yang mudah. Apalagi ia tidak punya pengalaman. Tapi entah kenapa, dari banyaknya orang yang mendaftar. Fiya adalah satu-satunya yang terpilih. Bukankah harusnya ia syukuri itu sekarang. "Gak bisa!" Fiya kemudian mengambil obat itu dan meminumnya. Kemudian perlahan ia memejamkan matanya. Menunggu obat itu bereaksi. Di sisi lain, Aryan yang menatap layar laptopnya terus
"Coba cerita sama kakak," ucap Fiya dengan lembut. Tapi Rini hanya menggelengkan kepalanya. Fiya hanya terdiam, tidak tau harus bagaimana. "Emm, ya udah kalo gak mau cerita gak apa-apa," ucap Fiya sambil berpikir ia harus bagaimana. "Oh iya nama kucing ini siapa? Lucu kayak kamu tau.""Namanya Kitty," ucapnya tertawa begitu bahagia. "Namanya bagus, lucu lagi," ucap Fiya sambil ikut tersenyum. Sekitar tiga puluh menit, Fiya menemani Rini. Hingga kini Aryan sudah kembali dan menghampirinya. "Papa," ucap Rini sambil memeluknya begitu erat. "Papa?" Tanya Fiya yang kebingungan. Apa yang terjadi sekarang? Apakah Aryan mempunyai anak? Ia baru tau sekarang? "Kamu baik-baik aja kan selama Papa gak ada?" Tanya Aryan sambil tersenyum kepada anak itu. Fiya semakin membulatkan matanya. Bagaimana tidak Aryan sendiri memanggilnya dengan sebutan Papa. Sangat begitu jelas terdengar. Apa itu benar anak Aryan? Pertanyaan itu sangat ingin Fiya tanyakan. Tapi ia bungkam, karena ia bukan siapa-siapa
Setiap orang mempunyai rahasia masing-masing. Fiya punya rahasia, bukankah begitu juga dengan Aryan. Tidak mungkin bukan jika tidak ada rahasia. Percakapan mereka hanya cukup sampai di situ. Mereka hanya saling terdiam dan hanya menikmati apa yang sedang mereka lihat sekarang. Tidak lupa sesekali Fiya memotret pemandangan itu. Dan tanpa sengaja ia memotret Aryan yang tengah memandang ke laut. "Sempurna," batin Fiya melihat foto itu di handphonenya. Setelah melihat matahari terbenam, mereka berdua kembali ke vila untuk beristirahat. Setelah seharian bersama, Fiya merasa ia semakin mengenal Aryan. Tapi semakin mengenal, Fiya semakin ingin menjauh. Karena ia begitu sempurna. Sedangkan ia hanya sebatang kara. Berjuang keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Flashback on. Suara petir yang menggelegar begitu terdengar menakutkan. Tapi tidak dengan Fiya saat enam bulan lalu. Saat ia benar-benar tidak mempunyai uang untuk menyewa tempat yang lebih layak untuk ia tinggali. Pada saat itu
"Pak, saya siap untuk jadi istri bapak." "Bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Besok kita nikah. Lalu kita akan punya anak banyak. Bagaimana kalau sepuluh? Apakah kamu mampu? Rasanya ingin lebih, tapi ya sudahlah sepuluh saja cukup," ucapnya sambil tersenyum tipis. "Baik Pak." "Kamu memang harus nurut sama saya. Karena saya adalah Bos kamu." Fiya menutup buku itu, ia benar-benar ternganga dengan alur cerita yang peran wanitanya benar-benar bodoh. Sangat tidak waras. Orang mana yang membaca cerita seperti itu. "Ya kali 10 anak," ucap Fiya sambil mengambil kentang goreng itu. "Kenapa?" tanya Dito yang datang dengan wajah kebingungan. "Gak apa-apa, ini ceritanya agak di luar nalar. Emang ada ya cewek yang mampu buat anak sampe 10?" Tanya Fiya yang heran. "Ada sih pasti. Bahkan lebih."Fiya hanya terdiam dan memikirkan. Hingga tanpa ia sadari bahwa Dito sadar akan hal yang berbeda dari diri Fiya. "Fiya kamu mau nikah?" Tanya Dito. "Nikah?" Tanya Fiya yang kebingungan. "
Ia mengetuk pintu dan memastikan Aryan menyuruhnya masuk terlebih dahulu. "Masuk!" Fiya kemudian masuk tanpa memandang ke arahnya. Ia memfokuskan ke arah berkas. "Ini Pak berkas yang harus bapak tanda tangani hari ini." Aryan kemudian mengambil pulpen dan menandatangani berkas itu. "Nanti makan siang sama saya," ucapnya sambil memberikan berkas yang sudah ia tanda tangani itu. "Saya makan di kantin kantor aja Pak," ucap Fiya sambil tersenyum sopan dan kemudian langsung pamit. Sedangkan Aryan hanya menghela nafasnya. Bisa di katakan sekarang sedang salah paham. Semua itu karena Riani yang tiba-tiba saja mendekat ke arah kursi Aryan dan membuat mereka seolah-olah sedang berpelukan. Saat wakun makan siang tiba. Aryan segera menyelesaikan pekerjaannya dan langsung menghampiri Fiya. "Ikut saya sekarang." Aryan langsung jalan terlebih dahulu, tanpa memikirkan Fiya. Mau tak mau Fiya harus ikut sekarang. Tidak ada penolakan. Mereka pergi menggunakan mobil Aryan dan sampai di restoran ya
Fiya yang segera ingin masuk terhenti. Saat ini juga ia merasa sangat buruk. Sepertinya Riani benar-benar spesial untuk Aryan. Dan sekarang ia tau bahwa Riani adalah sosok wanita yang begitu ia cintai. Tapi entah kenapa sekarang malah putus. Fiya tengah di ambang kebingungan sekarang. Ia melihat jari manis di tangan kanannya. Ingin ia lemparkan saja cincin itu. "Aku terhanyut dalam kebohongan ini," batinnya. "Riani, stop bahas masa lalu! Saya gak kenal kamu lagi! Sekarang yang di depan kamu adalah calon istri saya. Saya akan menikahinya secepatnya!" Bahkan kata-kata yang Aryan lontarkan saat itu tidak berpengaruh pada Fiya. Wajahnya sedari tadi hanyalah wajah tanpa ekspresi. Datar. "Masuk," ucap Aryan. Tanpa lama Fiya mengikuti perkataan Aryan dan masuk ke dalam mobil itu. Kemudian Aryan segera menancap gas. Sedangkan Fiya hanya menatap Riani di kaca mobil. Pertemuan mereka dengan klien berjalan dengan lancar, karena keprofesionalan mereka. Bersikap biasa saja layaknya tidak ter
"Dah di ajak malah protes, gak di ajak waktu itu juga protes," balas Dito yang memang benar kenyataannya. "Oke deh, kebetulan lagi free. Jam berapa?" Tanya Fiya. "Satu jam lagi mulai," balasnya. "Ya udah kita ketemu di sana ya. Sekalian aku mau beli skincare." Setelah itu mereka berdua langsung berangkat. Fiya dan Dito sama-sama menggunakan taksi untuk pergi ke sana. Fiya datang terlebih dahulu, membuatnya bosan jika menunggu Dito terlebih dahulu. Pada akhirnya ia masih terlebih dahulu untuk membeli keperluannya. Saat sedang memilih-milih, handphone Fiya berbunyi. Ia segera mengangkatnya. Itu ada sebuah telepon dari Dito. "Halo?" "Kamu dimana?""Aku lagi di toko KKV. Kamu lama sih," ucap Fiya protes. "Ya gimana lagi, kan agak jauh dari cafe. Tunggu di sana.""Iyaa Dito," ucap Fiya lalu kembali mencari-cari kebutuhannya. Saat sedang mencium aroma-aroma parfum, Dito datang dan segera menghampirinya. "Mau beli parfum?" Tanya Dito. "Ya masa mau beli ayam," balas Fiya. Dito han
Saat sudah sampai di apartemennya. Fiya menghela nafasnya. Ia memperhatikan di sekelilingnya. Barang yang satu persatu ia beli menggunakan gajinya selama menjadi sekretaris. "Setidaknya aku punya tabungan yang setidaknya masalah makan masih aman," ucap Fiya menghela nafasnya lebih dalam lagi. Ia kemudian mandi dan segera duduk di meja kerjanya. Ia menghidupkan laptopnya dan mengetik satu kata per kata menggunakan jarinya. Sekarang ia mengetik surat pengunduran diri. "Mungkin ini jalan terbaik, dari pada aku harus bersaing sama mantannya. Masalah pekerjaan yang waktu itu kayaknya juga gak masalah. Toh ada Riani mantan Aryan. Aku yakin mereka akan bersama lagi," gumam Fiya yang entah kenapa ia menjadi sedih untuk melepas pekerjaannya. Baru saja akhir-akhir ini ia terbiasa. Tapi sudah akan ia tinggalkan. "Kamu pasti akan dapat pekerjaan yang lebih bagus," ucapnya pada diri sendiri. Setelah selesai membuat surat pengunduran diri itu. Fiya segera tidur. Melepas penat dari pekerjaan ya