Aryan terkejut dan marah mendengar permintaan kliennya itu. Baginya, Fiya bukanlah sekedar aset perusahaan yang bisa dijual untuk keuntungan.
"Maaf Pak, saya tidak bisa menerima permintaan Bapak. Fiya adalah karyawan saya sekaligus pacar saya. Saya tidak akan menyerahkannya begitu saja demi uang," tegas Aryan.Klien itu terlihat kesal mendengar penolakan Aryan. "Jadi Bapak menolak kerja sama yang sangat menguntungkan ini hanya karena perempuan itu? Bapak pasti bercanda!""Saya serius, Pak. Ada hal-hal dalam hidup yang lebih berharga dari sekedar uang dan keuntungan bisnis. Lagipula masih banyak peluang kerja sama lain yang bisa kita jajaki," balas Aryan tegas.Aryan lalu berdiri dan berkata, "Saya gak perlu kerja sama ini," ucapnya lalu berjalan mencari Fiya.Klien itu hanya tersenyum tipis melihat kepergian Aryan. Entah apa yang terjadi dengan klien tersebut. Dan entah apa juga yang terjadi dengan Aryan. Padahal apa yang klien katakan adalah benar adanya.Tapi Aryan dengan cepat mengambil keputusan. Tanpa ragu. Setelah beberapa menit akhirnya Aryan sampai di depan toilet wanita. Ia menunggu Fiya sekitar satu menit."Loh Pak kenapa?" Tanya Fiya yang baru saja keluar."Ayo kita pergi sekarang.""Lalu kerja samanya?""Tidak jadi. Kamu blacklist dia."Fiya hanya bisa kebingungan. Ia ingin bertanya, tapi sepertinya dia juga tidak berhak tau. Akhirnya ia hanya bisa mengikuti Aryan hingga mereka sampai di parkiran. Aryan segera mengantarkan Fiya ke apartemennya. Tapi karena hari sudah larut. Fiya tanpa sadar tertidur selama perjalanan.Aryan yang tidak tega membangunkannya lalu hanya terdiam di depan apartemen Fiya. Sekian sepuluh menit Aryan hanya memperhatikan wajah Fiya. Begitu menenangkan."Apa iya aku bakal nikah sama dia?" Tanyanya dalam hati.Setelah sekitar sepuluh menit. Fiya akhirnya terbangun. Ia membuka matanya dan melihat Aryan yang sedang memainkan ponselnya. Fiya segera melihat jam di tangannya."Gila udah jam sebelas," batinnya."Pak, maaf ya saya ketiduran."Aryan mengangguk kepalanya. "Saya tau kamu pasti kecapean."Fiya hanya tersenyum tipis lalu ia pamit untuk pulang ke apartemennya.***Hari sudah pagi. Matahari mulai kembali bekerja menyinari bumi. Tapi kali ini tidak dengan Fiya yang tidak bekerja. Ia akan tertidur lelap hingga alarm nya akan berbunyi.Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Alarm Fiya yang biasanya berbunyi pukul 7 pagi. Sekarang jam sepuluh pagi. Fiya bangun dalam keadaan tersenyum sambil memperhatikan matahari yang sudah naik ke atas."Hari ini pakai baju apa ya?" Tanya Fiya sambil memilih bajunya yang tergantung di lemari.Setelah sekitar lima menit. Akhirnya Fiya sudah memutuskan untuk memakai apa. Ia kemudian memakainya dan segera memakai makeup. Setelah siap semuanya ia pergi dengan menggunakan taksi yang sudah ia pesan sebelumnya.Fiya berjalan menyusuri koridor perusahaan. Ia memperhatikan wajah orang-orang di sana. Terlihat sangat kewalahan."Gua dulu juga gitu." Batinnya.Saat Fiya sudah sampai di ruangannya. Telponnya langsung berbunyi. Ia pun segera pergi ke ruangan Aryan. Tidak lupa membawa buku kecil dan pulpen yang merupakan barang yang wajib ia bawa kemanapun dan kapanpun itu."Selamat Pagi Pak," sapa Fiya tersenyum tipis."Iya. Pagi. Oh ya jadwal saya hari ini ada kunjungan di mall kan?" Tanyanya."Iya Pak, apa perlu saya temani?" Tanya Fiya balik."Iya nanti juga akan ada Pak Rian, dia partner kerja sama kita yang baru. Pengganti orang kemarin. Kamu cari tau apa kesukaannya dan nanti kita bawa.""Baik Pak.""Oh iya satu lagi, usahakan 30 menit kamu sudah tau mau beli apa. Soalnya hal itu sangat berpengaruh pada kerja sama kali ini.""Baik Pak," ucap Fiya lagi. Kemudian ia izin untuk keluar. Setelah di ruangannya, dengan cepat ia membuka internet untuk mencari tau tentang Pak Rian.Pada hari itu Fiya benar-benar di buat berpikir keras. Semua yang Fiya cari tidak ada yang cocok. Berita dan beberapa artikel mengatakan berbagai hal yang berbeda. Membuat Fiya menggaruk kepalanya."Seorang desainer?" Batin Fiya bertanya-tanya. "Perusahaan desainer pastinya tidak jauh dari...."Fiya bingung sekarang. Ia tidak tau menahu tentang itu. Pada akhirnya ia pun mencari lagi di Internet hingga dapat. Sudah tiga puluh menit lamanya. Sudahlah ia menyerah.Tapi kemudian ia terpikir saat melihat karyawan yang sedang lewat di ruangannya. "Tanya mereka mungkin gak ada salahnya?" Batinnya.Fiya membuka pintunya dan berdiri di depan pintu ruangannya. Ia menunggu karyawan wanita itu. Tapi begitulah ia tidak memiliki keberanian. Pada akhirnya mereka hanya saling tersenyum tipis.Fiya lalu akhirnya hanya menghela nafasnya. Tiba-tiba Aryan keluar dari ruangannya. Ruangan Fiya yang tepat berada di depan ruangan Aryan tentu terkejut."Kamu kok kayak setan aja.""Gak kok Pak," balas Fiya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Kita pergi sekarang."Fiya membulatkan matanya. "Tapi Pak, saya masih gak tau kasih apa ke Pak Rian.""Tidak usah," ucap Aryan."Bukannya setengah menit lagi ya Pak?""Ikut saja," ucap Aryan. Fiya lalu langsung masuk sebentar ke ruangannya dan mengambil tas dan memasukkan handphone, buku, dan pulpen.Tidak seperti biasanya, Aryan membawa mobil yang membuat Fiya rasa tidak enak. Padahal biasanya selalu sopir yang membawa mereka."Saya aja Pak yang nyetir," ucap Fiya."Sudah kamu duduk di samping saya saja."Sudahlah jangan tanya lagi. Fiya tidak bisa membantah. Dan sekarang keadaannya kembali lagi seperti itu. Mereka sedang berada di restoran. Saat itu Aryan sedang memesan makanan. Sedangkan Fiya hanya memperhatikan Aryan dan pelayan tersebut.Setelah pelayan orang itu pergi, akhirnya Fiya berani untuk berbicara. "Pak saya rasanya gak enak kalo gini," ucap Fiya."Kamu tau? Keluarga saya masih gak percaya sama kita. Dan liat di arah kiri kamu, ada orang yang bersembunyi lagi memfoto kita," ucap Aryan."Jadi saya harus gimana?" Tangannya."Tidak usah gimana-gimana, hanya perlu bersikap layaknya sepasang kekasih."Fiya memejamkan matanya. Ia saja tidak pernah pacaran. Bagaimana bisa ia memerankan hal itu."Tidak usah di pikirkan," ucap Aryan sambil mengelus rambut Fiya. "Saya punya kejutan buat kamu."Fiya sekarang benar-benar akan melayang. Hatinya sudah sangat berdebar kencang. Matanya tidak berkedip melihat Aryan yang benar-benar tidak seperti biasanya yang memasang wajah kakunya.Tiba-tiba suara alunan musik terdengar di restoran yang sebelumnya sunyi itu. Fiya bingung ada apa sekarang. Apa maksud kejutan itu. Biasanya kejutan tentunya akan membuat bahagia. Tapi tidak dengan Fiya sekarang. Ia takut.Tapi walaupun begitu ia tetap positif thinking. Mungkin saja itu spesial ada orang. Fiya terlihat biasa saja hingga orang yang membawa banyak bunga mawar itu berjalan ke arahnya.Fiya melihat lekat pelayan yang membawa bunga itu. Memastikan bahwa dia tidak ke arahnya. Tapi sepertinya tidak sesuai harapan. Sekarang ia sudah telat berada di meja makan mereka. Aryan mengambil bunga itu sambil berdiri dan tersenyum. Kemudian ia berjalan pelan ke arah Fiya dan mengulurkan tangannya. Wajah Aryan menyiratkan ia harus melakukan hal romantis itu sekarang. Dengan terpaksa, Fiya menggapai tangan Aryan sambil tersenyum. "Bunga ini buat aku?" Tanya Fiya sambil tertawa bahagia. Aryan tersenyum tipis dan menganggukkan kepalanya. "Gimana? Kamu suka kan sayang?" Tanyanya sambil memberikan bunga itu. Fiya mengambil buket bunga itu dan menganggukkan kepalanya. Ia tersenyum begitu indah hingga kantong matanya terlihat. "Makasih." Mereka berdua lalu berpelukan. Orang-orang di sana yang melihat keromantisan itu tentu saja ikut turut bahagia. Hingga yang ada di sana memberikan tepuk tangan yang meriah. Fiya kira kejutan itu sudah sampai sini saja. Tapi ternyata itu baru saja p
"Saya izin keluar Pak," ucap Fiya lalu langsung keluar dari mobil Aryan dan berlari kecil tanpa melihat ke belakang sekalipun. Ia benar-benar bisa gila sekarang. Saat sampai di apartemennya, Fiya melakukan segala aktivitas malamnya sambil memikirkan kejadian tadi dan tentang lamaran Aryan tadi. Sampai akhirnya, sekarang adalah waktunya Fiya tidur. Ia mencoba memejamkan matanya tapi pikirannya terus-menerus berputar ke Aryan. Fiya kemudian melihat obat tidur yang biasanya ia makan. Ya, dia adalah insomnia. Mempunyai penyakit susah tidur, apalagi ketika banyak pikiran. Menjadi seorang sekretaris merupakan bukanlah hal yang mudah. Apalagi ia tidak punya pengalaman. Tapi entah kenapa, dari banyaknya orang yang mendaftar. Fiya adalah satu-satunya yang terpilih. Bukankah harusnya ia syukuri itu sekarang. "Gak bisa!" Fiya kemudian mengambil obat itu dan meminumnya. Kemudian perlahan ia memejamkan matanya. Menunggu obat itu bereaksi. Di sisi lain, Aryan yang menatap layar laptopnya terus
"Coba cerita sama kakak," ucap Fiya dengan lembut. Tapi Rini hanya menggelengkan kepalanya. Fiya hanya terdiam, tidak tau harus bagaimana. "Emm, ya udah kalo gak mau cerita gak apa-apa," ucap Fiya sambil berpikir ia harus bagaimana. "Oh iya nama kucing ini siapa? Lucu kayak kamu tau.""Namanya Kitty," ucapnya tertawa begitu bahagia. "Namanya bagus, lucu lagi," ucap Fiya sambil ikut tersenyum. Sekitar tiga puluh menit, Fiya menemani Rini. Hingga kini Aryan sudah kembali dan menghampirinya. "Papa," ucap Rini sambil memeluknya begitu erat. "Papa?" Tanya Fiya yang kebingungan. Apa yang terjadi sekarang? Apakah Aryan mempunyai anak? Ia baru tau sekarang? "Kamu baik-baik aja kan selama Papa gak ada?" Tanya Aryan sambil tersenyum kepada anak itu. Fiya semakin membulatkan matanya. Bagaimana tidak Aryan sendiri memanggilnya dengan sebutan Papa. Sangat begitu jelas terdengar. Apa itu benar anak Aryan? Pertanyaan itu sangat ingin Fiya tanyakan. Tapi ia bungkam, karena ia bukan siapa-siapa
Setiap orang mempunyai rahasia masing-masing. Fiya punya rahasia, bukankah begitu juga dengan Aryan. Tidak mungkin bukan jika tidak ada rahasia. Percakapan mereka hanya cukup sampai di situ. Mereka hanya saling terdiam dan hanya menikmati apa yang sedang mereka lihat sekarang. Tidak lupa sesekali Fiya memotret pemandangan itu. Dan tanpa sengaja ia memotret Aryan yang tengah memandang ke laut. "Sempurna," batin Fiya melihat foto itu di handphonenya. Setelah melihat matahari terbenam, mereka berdua kembali ke vila untuk beristirahat. Setelah seharian bersama, Fiya merasa ia semakin mengenal Aryan. Tapi semakin mengenal, Fiya semakin ingin menjauh. Karena ia begitu sempurna. Sedangkan ia hanya sebatang kara. Berjuang keras untuk menghidupi dirinya sendiri. Flashback on. Suara petir yang menggelegar begitu terdengar menakutkan. Tapi tidak dengan Fiya saat enam bulan lalu. Saat ia benar-benar tidak mempunyai uang untuk menyewa tempat yang lebih layak untuk ia tinggali. Pada saat itu
"Pak, saya siap untuk jadi istri bapak." "Bagus, itu adalah keputusan yang luar biasa. Besok kita nikah. Lalu kita akan punya anak banyak. Bagaimana kalau sepuluh? Apakah kamu mampu? Rasanya ingin lebih, tapi ya sudahlah sepuluh saja cukup," ucapnya sambil tersenyum tipis. "Baik Pak." "Kamu memang harus nurut sama saya. Karena saya adalah Bos kamu." Fiya menutup buku itu, ia benar-benar ternganga dengan alur cerita yang peran wanitanya benar-benar bodoh. Sangat tidak waras. Orang mana yang membaca cerita seperti itu. "Ya kali 10 anak," ucap Fiya sambil mengambil kentang goreng itu. "Kenapa?" tanya Dito yang datang dengan wajah kebingungan. "Gak apa-apa, ini ceritanya agak di luar nalar. Emang ada ya cewek yang mampu buat anak sampe 10?" Tanya Fiya yang heran. "Ada sih pasti. Bahkan lebih."Fiya hanya terdiam dan memikirkan. Hingga tanpa ia sadari bahwa Dito sadar akan hal yang berbeda dari diri Fiya. "Fiya kamu mau nikah?" Tanya Dito. "Nikah?" Tanya Fiya yang kebingungan. "
Ia mengetuk pintu dan memastikan Aryan menyuruhnya masuk terlebih dahulu. "Masuk!" Fiya kemudian masuk tanpa memandang ke arahnya. Ia memfokuskan ke arah berkas. "Ini Pak berkas yang harus bapak tanda tangani hari ini." Aryan kemudian mengambil pulpen dan menandatangani berkas itu. "Nanti makan siang sama saya," ucapnya sambil memberikan berkas yang sudah ia tanda tangani itu. "Saya makan di kantin kantor aja Pak," ucap Fiya sambil tersenyum sopan dan kemudian langsung pamit. Sedangkan Aryan hanya menghela nafasnya. Bisa di katakan sekarang sedang salah paham. Semua itu karena Riani yang tiba-tiba saja mendekat ke arah kursi Aryan dan membuat mereka seolah-olah sedang berpelukan. Saat wakun makan siang tiba. Aryan segera menyelesaikan pekerjaannya dan langsung menghampiri Fiya. "Ikut saya sekarang." Aryan langsung jalan terlebih dahulu, tanpa memikirkan Fiya. Mau tak mau Fiya harus ikut sekarang. Tidak ada penolakan. Mereka pergi menggunakan mobil Aryan dan sampai di restoran ya
Fiya yang segera ingin masuk terhenti. Saat ini juga ia merasa sangat buruk. Sepertinya Riani benar-benar spesial untuk Aryan. Dan sekarang ia tau bahwa Riani adalah sosok wanita yang begitu ia cintai. Tapi entah kenapa sekarang malah putus. Fiya tengah di ambang kebingungan sekarang. Ia melihat jari manis di tangan kanannya. Ingin ia lemparkan saja cincin itu. "Aku terhanyut dalam kebohongan ini," batinnya. "Riani, stop bahas masa lalu! Saya gak kenal kamu lagi! Sekarang yang di depan kamu adalah calon istri saya. Saya akan menikahinya secepatnya!" Bahkan kata-kata yang Aryan lontarkan saat itu tidak berpengaruh pada Fiya. Wajahnya sedari tadi hanyalah wajah tanpa ekspresi. Datar. "Masuk," ucap Aryan. Tanpa lama Fiya mengikuti perkataan Aryan dan masuk ke dalam mobil itu. Kemudian Aryan segera menancap gas. Sedangkan Fiya hanya menatap Riani di kaca mobil. Pertemuan mereka dengan klien berjalan dengan lancar, karena keprofesionalan mereka. Bersikap biasa saja layaknya tidak ter
"Dah di ajak malah protes, gak di ajak waktu itu juga protes," balas Dito yang memang benar kenyataannya. "Oke deh, kebetulan lagi free. Jam berapa?" Tanya Fiya. "Satu jam lagi mulai," balasnya. "Ya udah kita ketemu di sana ya. Sekalian aku mau beli skincare." Setelah itu mereka berdua langsung berangkat. Fiya dan Dito sama-sama menggunakan taksi untuk pergi ke sana. Fiya datang terlebih dahulu, membuatnya bosan jika menunggu Dito terlebih dahulu. Pada akhirnya ia masih terlebih dahulu untuk membeli keperluannya. Saat sedang memilih-milih, handphone Fiya berbunyi. Ia segera mengangkatnya. Itu ada sebuah telepon dari Dito. "Halo?" "Kamu dimana?""Aku lagi di toko KKV. Kamu lama sih," ucap Fiya protes. "Ya gimana lagi, kan agak jauh dari cafe. Tunggu di sana.""Iyaa Dito," ucap Fiya lalu kembali mencari-cari kebutuhannya. Saat sedang mencium aroma-aroma parfum, Dito datang dan segera menghampirinya. "Mau beli parfum?" Tanya Dito. "Ya masa mau beli ayam," balas Fiya. Dito han