Siella tersenyum dengan lebar memandangi wanita tersebut, ini jelas sekali adalah bagian dari rencananya yang berjalan sangat mulus sekali.
“Iya. Silakan duduk,” Siella mempersilakan sambil menunjuk kursi depannya.
Wajah Rifia yang kelihatan kikuk tersebut jelas tahu siapa Siella ini. dan Siella berusaha berpura-pura bahwa ini adalah kali pertama mereka bertemu satu sama lain.
Rifia duduk di depannya, dan jelas sekali dia merasa canggung saat berhadapan dengan Siella.
“Kamu sudah tahu, kan? Kalau aku mencari pengganti untuk posisi sekretaris di perusahaan tempatku bekerja? Dan kamu orang yang mengajukan diri, kan?” tanya Siella.
Rifia menganggukkan kepalanya, kelihatan berusaha sangat sopan. Padahal sifatnya jelas sekali seperti orang licik yang berusaha mengubur bangkainya.
“Sebelumnya kamu pernah punya pengalaman menjadi sekretaris pribadi? Atau mungkin ini pertama kali? Karena perusahaan yang akan kamu pegang cukup besar,” Siella sedikit memancing.
“O- oh, belum. Kebetulan ini pertama kali bagiku. Aku tahu dari orang terdekat, katanya kamu memang membuka lowongan, dan aku tertarik,” jawabnya.
‘Sial, aku tidak tahu kalau yang membuka lowongannya itu istri Vano!’ kesal Rifia di dalam hati. Dia salah karena mengira tawarannya itu ia dengar dari bawahan ayahnya.
Sayangnya ia tidak bertanya lebih detail, dan malah langsung setuju saja atas rekomendasi dari ayahnya yang memintanya untuk belajar bekerja secara mandiri.
Wajah masamnya tidak disembunyikan sama sekali. Bahkan jelas sekali kelihatannya. Jadi Siella jadi makin tertarik membuatnya makin terperangkap pada jebakan ini.
“Bagus. Aku sedang terburu-buru mencari penggantiku, jadi aku bersyukur beritanya cepat menyebar,” Siella berusaha sedikit lebih santai.
Drappp…. Drap…. Drapp…. Langkah kaki yang tampak terburu-buru tersebut mendekat ke arah mereka berdua duduk tersebut. Suaranya seperti orang yang sedang panik sekali.
“Sayang, ada apa? Kenapa mendadak memanggilku?” Vano datang, dengan keringat membasahi wajahnya tersebut.
Saat menoleh ke arah Vano yang baru saja datang, Rifia yang juga melihat kedatangan Vano tersebut tersentak sampai tangannya gemetar. Ia tidak tahu kalau Siella juga mengundang Vano ke sini.
Dan Vano yang melihat keberadaan Rifia di depannya tersebut terkejut. Rifia bertemu dengan Siella. Selingkuhan dan istrinya saling bertemu satu sama lain.
Perasaan Siella makin menggebu memanaskan permainan ini. karena melihat bahwa wajah mereka yang tampak kaget tersebut membuat Siella menikmati bagaimana mereka berdua tidak bisa berkata selama beberapa saat.
“I- ini, -Dia siapa, sayang?” Vano bertanya. Kentara sekali dia berusaha tidak kenal dengan Rifia.
“Ah, sayang. Kenalkan, dia adalah sekretaris baru yang akan menggantikanku di kantor,” Siella berusaha mempertahankan senyumannya sembari mengenalkan Rifia.
“Hah? Maksudmu?” Vano terkejut, alisnya yang mengkerut ke bagian tengah dahinya menunjukkan bahwa dia sedikit terkejut akan keputusan tiba-tiba ini.
“Mmmhh, ya, bagaimana ya aku menjelaskannya,” Siella sedikit berpikir sambil menyilangkan tangan serta kakinya, kemudian bersandar pada kursinya, “aku ingin keluar dari mencari pengalaman tambahan buat diriku. Tapi tenang saja, aku akan tetap di perusahaan kalau memang masih perlu. Tapi, aku datang hanya menjelaskan saja, bukan bekerja. Bagaimana? Boleh?”
Mungkin karena masih syok dengan keputusan dari Siella yang tiba-tiba tersebut, Vano tampak tidak bisa memberikan keputusan yang pasti saat mendengar penjelasan dari Siella barusan.
Namun, dalam pikiran sombong dan besar kepala dari Vano itu, jelas sekali menunjukkan bagaimana kesenangannya mendengar keputusan sang istri.
Kalau Rifia menggantikan Siella nanti, maka akan ada lebih banyak waktu baginya untuk bisa berduaan dengan Rifia. Dan jelas saja, kencan diam-diam mereka berdua akan jadi makin berkualitas dan makin erat pastinya.
“Tapi kenapa tiba-tiba? Kamu mau kemana? Apa ada perusahaan kompetitor yang membayarmu lebih? Atau ada pihak ketiga yang mencoba mengahsutmu?” Vano berusaha seolah-olah dia ingin mencegah kepergian dari Siella.
“Oh, tidak, tidak. Tenang saja. Aku belum berpikir mau bekerja dimana. Aku masih mencari perusahaan yang sesuai dengan minatku,” Siella langsung membantah.
“Lalu kenapa mendadak sekali? Kamu sampai mencarikan pengganti segera, dan bahkan masih mau membantuku,” Vano berkata dengan nada yang memelas, terdengar sangat menjijikkan sekali.
“Hanya antisipasi. Sudah bagus aku langsung carikan, jadi kamu tidak perlu pusing-pusing memikirkannya lagi,” Siella memberitahukan.
Vano hanya bisa melongo setelah mendengarnya. Jelas sekali dia tidak akan mencegah kepergian Siella ini. apalagi mengingat wanita yang Siella pilih ini adalah sang simpanan yang pastinya sangat ia cintai saat ini.
Menyeringai Siella melihat Vano yang terpaku sembari melirik kecil ke arah Rifia yang tampak tersipu senang atas keputusan dari Siella ini.
Melanjutkan rencananya selanjutnya, Siella langsung bangun dari duduknya dan berhadapan dengan Vano. “Kalau begitu, kamu bisa bicarakan dengannya tugas-tugasku, ya? Aku mau jalan-jalan. Pusing rasanya bekerja setiap hari,” keluh dari Siella.
Vano sedikit gelagapan langsung menjawab ucapan dari Siella, “I- Iya sayang. Tentu, aku akan menjelaskan kepadanya,” jawabnya.
Dengan perlahan dia mendekat ke arah Vano, kemudian mengelus pipi sang suami, dan dalam waktu sedetik langsung mengecup pipi Vano. Membeku tubuh Vano setelah menerima kecupan dari Siella yang terbilang tiba-tiba tersebut. Jelas saja dia sangat kaget.
“Aku pergi dulu, ya,” ucap Siella.
Ia langsung keluar dari kafe tersebut, dan berjalan menuju ke mobil yang terparkir sedikit tersembunyi dari tempat dirinya sebelumnya duduk. Devan telah mengintai dari awal, dari bagaimana pertemuan itu dimulai.
Segera Siella masuk ke dalam mobil dan duduk di sebelah Devan yang tampak santai duduk di sana sambil terus memandangi tempat Rifia dan juga Vano duduk tadi.
“Kamu sudah memasang alat pendengarnya, kan?” tanya Devan, saat Siella baru saja menutup pintu mobilnya.
“Sesuai perintahmu, aku memasangnya di tempat yang tidak kelihatan sama sekali,” balas Siella.
“Yah, bagus. Kamu cukup totalitas tadi. Sampai mengecup pipi Vano di depan Rifia,” Devan sedikit menunjukkan kekagumannya atas apa yang dilakukan oleh Siella barusan.
Siella yang duduk di sebelah Devan memperhatikan wajah pria tersebut dengan seksama. Kemudian dengan niat buruknya sedikit menjahili pria tersebut.
“Kenapa? Kamu cemburu ya?” godanya dengan sangat senang.
Devan langsung memasang wajah masam sambil melirik sinis ke arah dari Siella. Ia seperti ingin menarik pujiannya barusan yang ia tunjukkan kepada Siella. Rasa-rasanya penyesalan memang selalu datang belakangan.
“Dih, cemburu buat apa? Kamu pikir aku gay sampai harus cemburu kamu mencium Vano?!”
“Ooopsss,” Siella sedikit menutup mulutnya menggunakan tangannya, “Jadi kamu suka Vano?!” Makin-makin Siella menambahkan bumbu jahilnya kepada Devan.
“Sembarangan!” pekik dari Devan.
“Hahaha, maaf-, maaf, aku bercanda,” Siella langsung tertawa. Perasaan puasnya tadi melihat respon Vano dan Rifia terbawa sampai sekarang.
Devan yang daritadi sudah kesal itu kemudian mengeluarkan ponselnya. Kemudian ia menyalakan ponsel dan membesarkan suara dari alat perekam yang tersambung ke ponselnya tersebut.
Di dalam sana, tampaknya Rifia dan Vano sedikit terlibat cekcok yang panas akibat dari perbuatan Siella yang cukup berani.
“Kenapa kamu senyum-senyum?!” pekik dari Rifia.
“H- Hei, sayang. Bukan begitu. Aku hanya terkejut kenapa Siella jadi seperti itu,” Vano berusaha menjelaskan.
“Halah! Banyak alasan! Kamu suka, kan! Dicium wanita murahan tadi itu dengan seenak jidat!” Kembali Rifia meninggikan suaranya.
Sebenarnya, wanita murahan di sini itu Rifia, bukan? Aneh sekali seorang wanita yang berpacaran dengan suami orang menyebut sang istri sah sebagai wanita murahan. Dia benar-benar kebakaran jenggot akibat ulah dari Siella di depan matanya tersebut.
Vano yang mendengar Rifia marah tersebut, berusaha untuk membujuk sang pacar yang marah karena melihat dirinya dicium sang istri sendiri tadinya.“Tidak sayang. Aku juga terkejut, kenapa dia bisa seperti itu? Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya!” tegas dari Vano.Mendelik tajam Rifia melihat wajah sang pria yang merupakan kekasihnya tersebut, tengah memohon kepadanya supaya tidak salah paham atas apa yang baru saja terjadi tersebut.Api cemburu melahap akal sehatnya, dan itu membuatnya jadi benar-benar marah tidak terima dengan apa yang terjadi di depan mereka kala tersebut.“Sayang…,” Vano membujuk dengan memegang tangan Rifia dengan halus, “percaya padaku, aku hanya mencintaimu sepanjang hidupku,” sambung Vano.Hanya dengan ucapan manis bak buaya yang sedang mencari mangsa tersebut, Rifia benar-benar luluh dengan apa yang dikatakan oleh Vano barusan. Dia sampai tersipu malu karena merasa bahwa pria di depannya jauh lebih memilihnya.“Pokoknya aku tidak mau dia menyentuhmu lagi! K
Siella yang sudah dibuang di tepi jalan tersebut hanya bisa merenung selama beberapa saat. Ia sama sekali tidak tahu harus berkata apa, dan harus melakukan apa lagi.Sadar akan tindakannya yang setengah-setengah, jelas membuat Siella merasa malu kepada Devan yang mau membantunya.Padahal mereka tidak sepaham dan sejalan, tetapi karena Devan punya dendam tersendiri dengan Vano, membuatnya mau membantu Siella yang merupakan orang yang tidak ia senangi.Tapi mau bagaimana lagi? Melawan perasaan adalah perlawanan paling berat dan sulit untuk Siella lakukan. Move on itu perlu proses yang tidak singkat, dan tidak bisa terjadi hanya dalam waktu semalam.‘Sekarang aku harus apa?’ batinnya yang bertanya-tanya.Ia melangkah perlahan ke depan dengan kepala menunduk. Segala isi pikirannya yang buruk dan juga kosong benar-benar membuat Siella tidak bisa berpikir jernih.TINNNNNNN. Bunyi klakson mobil dari arah kanan yang mendatanginya dengan kecepatan yang tidak bisa dikendalikan.Siella yang menol
Mendengar ucapan dari Devan, membuat Siella sama sekali tidak bisa menjawab apa yang brausan dikatakan kepada dirinya tersebut.Meski ucapan dari Devan benar, dan jelas saja mencoba untuk membuat Siella sadar dan tidak tutup mata lebih jauh mengenai apa kenyataan yang ada. Namun, hati Siella seolah menolak untuk menerimanya.Tatapan Siella yang bergetar penuh keraguan itu disadari oleh Devan yang daritadi berada di depannya. Dia sebagai pria hanya bisa terheran dengan logika wanita yang tidak jalan kalau sudah urusan perasaan.Segera Devan menarik tangan Siella, supaya masuk ke dalam mobil. Siella sama sekali tidak melawan. Dia mengikuti kemana perginya Devan. Ia banyak terdiam tanpa melawan sama sekali meski Devan sudah sampai sedemikian rupa.Tatapan mata yang melihat ke jalanan tersebut membuat Siella sadar, bahwa Devan mengarahkan mobil yang mereka naiki ke salah satu hotel dekat sana.Dengan mata yang terbelalak, dirinya menoleh ke arah Devan dengan raut wajah yang terkejut sekali
Tekad Siella kali ini berusaha untuk lebih bulat daripada sebelumnya. Karena selama ini dia benar-benar berada di titik yang tidak menyenangkan sedikit pun.Napasnya yang menggebu terasa panas menguasai seluruh isi pikirannya dan juga menghantam hati kecilnya untuk berhenti berharap kepada Vano. Sudah jelas-jelas dirinya ini diselingkuhi! Bisa-bisanya ia masih berusaha untuk berpikiran positif.“Apa yang harus aku lakukan supaya mereka benar-benar jera?!” kesal Siella yang menatap dengan penuh amarah.“Coba saja hancurkan hubungan mereka dari dalam,” jawab dari Devan.“Maksudmu? Aku ini orang yang memiliki hubungan resmi dengan Vano! Bukan wanita itu!” pekik Siella.“Aku tahu. Maksudku, coba kamu buat mereka bertengkar karena ulahmu. Entah itu kompori atau terserahlah, kamu yang jadi pemain, kamu yang menentukan,” jawab dari Devan.Bertengkar? Jadi Devan memintanya melakukan hal seperti tadi, yang dimana emosi dari Rifia akhirnya meledak karena tidak terima atas apa yang dilakukannya k
Segelintir senyuman ditunjukkan oleh Siella saat mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Benar, ia tidak boleh memakai hatinya lagi untuk persoalan ini. Vano sudah melampau terlalu jauh.“Tapi, tadi katamu kamu kan mau mendekati Rifia juga, bagaimana kalau kamu juga pakai ini untuk ancaman perusahaan ayahnya?”“Ha?” Siella sedikit kaget dengan saran dari Hani yang cukup berisiko tersebut.“Iya. Perusahaan ayah Rifia itu besar sekali! Jelas citra perusahaan akan hancur kalau sampai ada skandal di keluarganya. Apalagi aku dengar desas-desusnya, kalau keluarga Rifia menjunjung tinggi kedisiplinan,” jelas Hani.Siella yang sama sekali tidak kepikiran ke sana mereasa sedikit tersentak selama beberapa saat. Dirinya tidak punya masalah dengan keluarga Rifia, jadi kenapa harus membawanya juga?“Aku rasa itu ide buruk. Aku tidak punya masalah dengan mereka, aku hanya punya masalah dengan Rifia,” jawab dari Siella.“Justru itu! Rifia bisa saja dibuang oleh keluarganya demi menjaga citranya. Kamu m
Tak perlu menunggu waktu lebih lama lagi, Siella segera berlari ke kamarnya yang dimana memang sudah lama berpisah dengan Vano. Ia berlari sekencang yang ia bisa sebelum akhirnya menutup pintu dengan sangat keras.Sementara itu Vano membukakan pintu ke orang gila yang memencet bel rumahnya secara gila-gilaan di kala tersebut. Rasanya benar-benar gila hanya dengan memikirkannya saja.“Siapa sih?!” kesal dari Vano.“Halo, kami dari Chicken Go Delivery ingin mengirimkan pesanan ayam anda!” Seru dari seorang kurir dengan baju warna merah di depan rumahnya tersebut.Terkejut Vano mendengar ucapan orang yang mengirimkan ayam tersebut. Siapa yang memesannya? Vano yakin tidak memesannya. Apa jangan-jangan Siella yang memesannya?Segera Vano menoleh ke belakang, hendak bertanya kepada sang istri mengenai pesanan yang datang tersebut. Siapa tahu dia adalah orang yang memesannya.“Sayang, apa kam-“ BRAKHHH. Pintu kamar Siella tertutup sesaat setelah Vano menoleh ke belakan
Kembali suasana hening dari luar sana. Bisa dengan jelas Siella menyimpulkan bahwa tampaknya Vano pun terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Siella barusan.Debaran jantung Siella jadi makin kencang karena tidak bisa membayangkan bahwa mungkin saja habis ini akan ada emosi membara yang akan berputar sekeras angin dan akan membuat Siella jadi kesulitan.“Maaf…., Siella…,” Suara lirih terdengar dari luar sana.Siella tidak salah dengar, kan? Vano meminta maaf? Tapi kenapa tiba-tiba begini? Padahal dia tadi sangat menggebu memberikan emosinya yang besar dan ingin sekali mendobrak pintu kamarnya.“A- Aku akan bicara padamu besok…., maaf….” Sekali lagi, Siella mendengar ucapan dari luar sana.Sungguhan dia pergi dari depan pintu? Benar-benar pergi dan benar-benar tidak menampakkan dirinya lagi di sana. Kembali Siella menerima notifikasi pesan di ponselnya.(Dia sudah pergi dari sana.) Pesan dari Devan membuat Siella merasa lega.Lemas kaki Siella seketika setelah melewati kejad
“Wah, idemu bagus juga. Percakapan di dalam mobil memang selalu membeberkan banyak hal,” Devan cukup kagum setelah ikut mendengar rekaman tersebut.Mereka berdua duduk di rumah Hani yang dimana Hani sedang dalam kondisi sakit. Jadi mereka sekalian menjenguk, dan juga sekalian membicarakan rencana mereka tersebut.“Awalnya tidak kepikiran sama sekali. Hanya saja, mengawasi pergerakan Vano cukup sulit. Jadi aku coba sedikit demi sedikit, supaya tidak disadari,” jawab dari Siella.“Kamu juga harus waspada. Siapa tahu malah Vano yang mengawasimu dari ponselmu sendiri,” ujar dari Devan.“Yah, santai saja,” jawab dari Siella dengan menyepelekan ucapan dari Devan.Dari dalam kamar Hani, terdengar bagaimana langkahnya yang nampaknya ikut keluar dari dalam rumah sana. Ia kelihatan benar-benar pucat sekali.Seketika Siella langsung menoleh, dan melihat sang sahabat yang sedang sakit tersebut berusaha berjalan keluar dari dalam kamarnya tersebut.“Hani,” panggil Siella dengan sedikit lirih.Hani