Halo, pembaca. Akhirnya bab 15 bisa terupdate. Bagaimana kabar Anda? Badai matahari akhir-akhir ini menimbulkan cuaca yg panasnya kelewatan. Jaga diri, ya, semoga pembaca selalu sehat.- Teha
"Jangan underestimate terhadap Elowen, ya! Meskipun lebih banyak area pedesaan di sini, orang-orangnya tidak udik, tahu," ucapku sewot, setengah bercanda menanggapi ucapan Judith."Ceileh! Yang sudah jadi nyonya di Elowen nih, ye, siap pasang badan ngebelain." Ledekan Judith belum berhenti. Perempuan itu cengar-cengir seperti tapir.Eh, tapir bisa cengar-cengir kah?"Jelas dong! Katanya don't judge the book by its cover, so kalau kamu belum benar-benar mengenal Elowen, jangan menilai hanya dari penampilannya yang sederhana ini," imbuhku yakin."Ampun deh! Baiklah, Bu Xander yang telah menjadi duta pariwisata Elowen.""Apaan sih?""Hahaha."Baik aku maupun Judith memang tinggal di Hazelton, sebuah kota yang cukup modern. Semenjak kecil kami terbiasa dengan suasana kota yang ramai, dan menikmati kemudahan hidup di sana."Jadi apa yang spesial di Elowen, khususnya di tempat ini, yang membuatmu betah? Selain karena ada Xander tentunya. Hihi," tanya Judith dengan bumbu kepo yang sedikit kur
"Enak saja! Buat apa?!""Eh, kok kamu tahu sih?"Setengah tak percaya kutolehkan kepala ke samping, dan menatap Judith dengan mulut menganga. Demi menjaga harga diri, aku menyangkal tuduhan Xander, eh, di saat bersamaan Judith malah sebegitu gampangnya mengiyakannya sambil bersikap centil.Dia ini benar-benar kawan yang tidak setia kawan.Tak dinyana, sedang seru-serunya kami membicarakan Xander, eh, objek yang kami omongin malah muncul. Inilah satu alasan mengapa kita tidak boleh membicarakan orang lain di belakangnya, ya, pembaca!"Eh ..., maksudku ... hehe ... itu ...." Terbata-bata sambil garuk-garuk kepala, Judith mencoba menganulir ucapannya."Kalian sudah makan? Sepertinya belum." Dengan sikap yang sangat santai Xander mengambil air mineral dan meminumnya. Gibahan kami tadi seakan telah dilupakannya.Di hari Sabtu Xander hanya bekerja setengah hari, jadi ia bisa pulang relatif siang. Peluh membasahi baju yang dikenakannya, anehnya di mataku dia terlihat seksi.Entah CEO macam ap
"Wuah! Ayam, sosis, daging, sayuran, jagung, cumi, udang! Aku sangat bahagia hari ini!!!"Judith berteriak kegirangan sambil menari-nari sewaktu menyaksikan berlimpah hidangan yang tengah disiapkan oleh orang-orang di rumah besar sore ini. Bahkan daftar makanan yang disebutkannya baru mencakup setengahnya, masih banyak yang lain.Sebagai nyonya rumah, istri dari bos perkebunan, aku juga tak mengetahuinya, dan dibuat terperangah dengan berbagai macam makanan yang tersaji.Ini bahkan lebih hebat daripada saat mereka membuat pesta penyambutan untukku, seakan mereka menjamu Judith sebagai seseorang yang sangat penting ... ah, mereka pasti tak tahu bahwa perempuan ini hanyalah 'penculik' mempelai wanita bos mereka."Makanlah sepuasmu, sayang. Jangan khawatirkan apapun, stok makanan sore ini cukup untuk mematahkan kaki meja," ujar Julia mempersilakan Judith untuk tidak menahan diri."Oh, Julia! Terima kasih!" Judith memeluk Julia dengan begitu erat hingga wanita itu kesulitan bernapas.Ada b
"Sakit! Aku nggak mau pulang." Penampilan kusut nan menyedihkan disertai rintih kesakitan menjadi senjata Judith untuk menolak pulang ke rumah orang tuanya malam itu.Air mata buaya! Hhh, tapi mau bagaimana lagi, ia terlihat kesakitan, dan keringat dingin membanjiri dahinya. Setelah meminum ramuan dari Julia, Judith meringkuk dan menolak untuk membuka matanya barang sekejap."Biarkan saja dia tidur di sini malam ini," saran Julia yang setia memantau keadaan Judith. Pun Rafael masih ikut menunggu.Kupandang Xander meminta pertimbangan, sekaligus izin yang diperlukan agar sahabatku diperbolehkan bermalam di sini. Bagaimanapun ini adalah rumahnya.Suamiku mengangguk setuju. "Hubungi saja orang tua Judith agar mereka tak cemas menanti," sarannya, yang segera kulakukan."Halo, Mrs. Kelly!" sapaku begitu panggilan suaraku dijawab."Hai, Theodora sayang! Apa kabar?" Respons hangat dari ibu Judith membawa kami ke obrolan pembuka yang menyenangkan.Seperti anak perempuannya, Mrs. Kelly berpemb
"Xander ..., kau sudah tidur?" ucapku lirih.Setelah menutup pintu penghubung aku berjalan mengendap-endap mendekati tempat tidur di kamar utama. Cahaya redup dari lampu tidur cukup memberiku keyakinan bahwa pria itu benar-benar tidur duluan.Benar, Xander telah berbaring dan memejamkan mata di satu sisi tempat tidur, dan menyisakan cukup banyak ruang untukku di sebelahnya. Ia bahkan meletakkan sebuah guling di tengah ranjang sebagai pembatas."Bisa juga dia!" decakku menahan tawa. Satu selimut terlipat rapi di bagian ranjang yang kosong, jikalau aku membutuhkannya, seakan ia memberikan opsi bila aku tak mau berada di bawah satu selimut dengannya.Xander seakan bertekad agar istrinya mau tidur di ranjangnya malam ini. Kalimat sembrono semacam, "Tidur saja di lantai, bila kamu tak mau tidur di ranjangku," sama sekali tak terucap dari mulutnya.Ia bahkan tidur duluan, bisa jadi untuk menghindari keributan. Hmm, tampaknya aku harus belajar untuk lebih percaya kepadanya, bahwa omongannya b
"Bagaimana kondisimu, Jud? Sudah baikan? Perutmu aman?" Kutodongkan sejumlah pertanyaan kepada pasien semalam yang masih berbaring dengan nyaman di atas tempat tidurku.Berkat provokasi Xander, aku terpaksa berlari pulang hanya untuk mendapati Judith masih terlelap. Ia baru terbangun ketika aku selesai mandi. Tahu begini tadi aku jalan kaki saja. Hah!"Masih sempat ke toilet beberapa kali, tapi sepertinya hari ini sudah tidak apa-apa," jawab Judith dengan suara malas.Wajar dia terlihat pucat, pasti semalam Judith kurang tidur karena sakit perut dan harus pergi ke toilet. Bangun tidur saja kesiangan!"Kenapa kamu tidak membangunkan aku? Sudah kubilang kalau ada apa-apa cepat panggil aku di kamar sebelah," ujarku sedikit mengomel. Semalam sebelum berangkat ke kamar sebelah, aku sudah mewanti-wanti agar Judith memanggilku bila ia butuh bantuan."Bagaimana mungkin aku akan mengganggu kenyamanan sepasang suami istri yang sedang tidur bersama?" cibirnya dengan sindiran nyelekit yang tidak t
"Jangan macam-macam!" Teguran keras itu tak hanya mengagetkan Judith, tetapi aku dan Xander pun sedikit tersentak, lalu melihat sekilas satu sama lain. Tanpa sadar kami mengucapkan kalimat itu secara bersamaan. Kami memiliki kekhawatiran yang sama. "Kompak banget, ya, kalian berdua ini," kekeh Judith, tetapi jelas terasa sewotnya. Mimiknya berubah, wajahnya melengos, dan perhatiannya terfokus pada makanan di depannya, satu pertanda bahwa dirinya sedang ngambek. "Tidak baik seorang pemuda dan seorang gadis yang baru mengenal untuk pergi berdua. Tak baik untuk orang yang melihat, dan lebih tak baik lagi untuk mereka berdua," cakap Xander penuh pertimbangan. Hmm, mode bisnis menyala! Sejauh ini aku masih berusaha memahami cara Xander berpikir dan bersikap, dan meskipun belum berhasil seratus persen, aku selalu tahu ketika suamiku bersikap sebagai seorang pebisnis. Saat itu sikapnya sangat percaya diri, meyakinkan, dan sedikit mengintimidasi. "Ah, kau ini seperti ayahku saja."
Bab 1."Kamu ..., apa yang kau lakukan di sini???"Aku berseru kaget, saat melihat sosok pria di hadapanku.Hari ini adalah hari pernikahanku dengan Alex, kekasihku. Kepadaku, MC jelas-jelas menyatakan bahwa mempelai priaku telah menanti, tetapi, Alex tidak ada di panggung. Justru, saudara sepupunya lah yang berdiri dengan angkuh di sana."Di mana Alex?" tanyaku lagi ketika menyadari kealpaan calon suamiku.Kuedarkan pandanganku ke sekeliling ballroom, tetapi Alex sama sekali tak nampak batang hidungnya. Tiba-tiba aku mendapat firasat buruk akan hal ini.Lalu dengan air muka datar, pria angkuh itu melangkah mendekatiku. Aroma maskulin yang memikat semerbak di udara."Kau mencari suamimu, Theodora?” ucapnya dengan wajah yang sinis. “Perkenalkan, Xander—Alexander Noah Smith, suamimu" lanjutnya dengan yakin."Apa???"Ini pasti penipuan. Nama mereka memang sama, Alexander, tetapi calon suamiku bukanlah Alexander yang ini."Kau pasti bergurau, Xander.” Aku tertawa kosong. “Tolong, seriuslah