Share

94. Runtuh

Nadina tiba-tiba mendapati tatapan kosong Sadewa yang terkesan mengganggu dirinya. Jarak duduk Sadewa saat ini juga jauh dari batas aman yang pernah ia tuturkan. Mereka terlalu dekat di sudut ruang tertutup itu.

Jantung Nadina berdegup kencang, keringatnya mulai mengalir, sementara tangannya mulai kuat mencengkeram ponsel.

“Kamu hendak memesan minuman lain dulu, Nadina?” tawar Sadewa tiba-tiba.

“Tidak! Nadina mau pulang saja sekarang,” ujar Nadina sembari dengan cepat bangkit dari sofa dan berjalan membuka pintu ruangan itu.

Sadewa tak memiliki pilihan lain selain mengikuti perintah wanita itu. Kafe yang ia pilih hanya kafe umum yang akan merespons teriakan. Ia tak bisa mengambil risiko di sana.

Akhirnya mereka berdua berada dalam mobil kembali ke jalanan kota dan menuju ke pondok. Seperti biasa, Sadewa berhenti di ujung jalan. Sadewa memberikan payungnya untuk melindungi Nadina dari hujan saat menuju pondoknya.

Baru saja Nadina mengangguk dan hendak bersiap, Sadewa malah dengan
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status