Share

1. Rumah Setan

"Itu rumah siapa, Mbok? Kok, ada di tengah hutan begini?" Risna berkerut heran dan menghentikan ayunan kakinya ketika menjumpai pondok terpencil saat mencari kayu bakar bersama Mbok Darmi.

Aneh sekali. Ada rumah di tengah-tengah hutan begini. Bangunannya hanya berupa bilik kayu yang sudah mulai lapuk dimakan rayap, mungkin karena telah lama ditinggalkan pemiliknya. Tumbuhan sejenis sulur memanjang hingga ke atap rumah, rumput-rumput liar tumbuh dari halaman hingga ke depan pintunya yang tertutup rapat, juga dedaunan kering yang sudah seperti tumpukan sampah menutupi sisa lantai tanah di teras depan. Rumah itu seolah hanya menunggu giliran untuk merobohkan dirinya.

Risna terpaku selama beberapa saat. Sedikit melangkahkan kaki ketika ada sesuatu yang menariknya untuk mendekat. Hingga akhirnya Mbok Darmi menarik lengan majikannya dan memberi peringatan.

"Jangan didekati, Nduk. Itu rumah setan. Rumah terkutuk yang paling dihindari masyarakat sekitar," jawab Mbok Darmi.

"Rumah setan?"

Mbok Darmi mengangguk. "Mbok juga nggak tahu cerita lengkapnya. Tapi yang pasti, ada anak kecil yang tinggal di dalam rumah tersebut. Orang-orang sini menyebutnya sebagai anak setan. Karena dia selalu marah saat dengar suara adzan. Ya mirip-mirip jelmaan setan begitu. Karena warga selalu terganggu sama kehadiran anak itu, akhirnya dia diasingkan ke rumah ini sendirian. Jadilah sampai sekarang rumah ini disebut rumah setan."

Risna mengangguk-anggukkan kepalanya dan kembali mengamati rumah tersebut.

"Udahlah, Nduk, mending kita pergi aja dari sini. Mbok selalu ngeri waktu lewat di sekitar rumah setan. Lagian ini 'kan udah mau malam, nanti Pak Hasnan sama Den Satria nyariin sampean karena nggak pulang-pulang."

"Sebentar, Mbok, saya jarang-jarang liat yang beginian di kota. Mesti diabadikan biar nanti bisa diceritakan ke teman-teman arisan saya." Risna terkikik geli sambil mengeluarkan ponselnya. Beberapa kali mengambil gambar dari segala sudut. Mbok Darmi yang melihat tingkah majikannya hanya geleng-geleng kepala.

Brak!

Keduanya berjengit kaget ketika tiba-tiba terdengar suara gaduh dari dalam rumah. Risna langsung memasukkan ponselnya dan fokus ke arah depan. Sementara Mbok Darmi yang mulai ketakutan malah menarik tangan sang majikan berniat untuk mengajaknya pulang.

"Mbok, dengar sesuatu nggak? Kayaknya dari dalam."

"Iya, Mbok dengar. Udah, Nduk, kita pulang saja. Perasaan Mbok mulai nggak enak. Mbok takut terjadi sesuatu yang buruk sama kita. Kalau terjadi apa-apa, kita susah minta bantuan karena jarak jalan raya sama rumah ini lumayan jauh."

Tapi entah mengapa, Risna tak beranjak sedikit pun dari tempatnya berdiri. Perhatiannya masih tersita pada pintu lapuk rumah tersebut. Sejak kedatangannya kemari, Risna merasa seperti ada yang menyedot dirinya untuk mendekati rumah tersebut.

"Mbok, gimana kalau ternyata anak di dalam lagi butuh bantuan? Kita harus bantuin dia, Mbok."

Perempuan setengah baya itu menggeleng tegas dan menjawab cepat, "Enggak! Jangan lakuin apapun! Mbok nggak akan izinin sampean untuk berbuat yang aneh-aneh."

"Tapi, Mbok, Mbok sendiri yang bilang kalau anak itu sendirian di sini. Kalau terjadi sesuatu, nggak ada yang bantuin dia. Kasihan, Mbok."

"Tapi, Nduk–"

Risna tak mempedulikan panggilan Mbok Darmi. Kakinya yang jenjang mengajaknya untuk menaiki tiga undakan tangga kayu sebelum memasuki teras rumah. Ia berdiri di depan pintu, sedikit termangu sampai akhirnya mengetuk pintu tersebut perlahan-lahan.

"Ya Allah Gusti ... Nduk sampean ini keras kepala sekali. Sudah dibilangin jangan mendekat, jangan mendekat, sampean malah maju dan ngetuk pintunya. Masalah, wes masalah tenan iki." Mau tak mau Mbok Darmi menaruh kayu bakarnya ke tanah, lalu menghampiri sang majikan yang masih terus berusaha mengetuk pintu.

"Mbok, kok rumahnya sepi, ya? Jangan-jangan beneran terjadi sesuatu lagi sama anak itu?"

"Ya jelas sepi lah, wong yang di dalam itu anak setan, bukan anak ayam yang berisik karena nggak liat induknya. Udah, Nduk, pulang saja. Nurut sama Mbok."

"Sebentar, Mbok ... saya masih penasaran. Mbok kalau mau pulang, pulang duluan aja nggak apa-apa. Nanti saya nyusul."

Risna memegang gagang pintu yang juga terbuat dari kayu, lantas mendorongnya agak kuat karena pintu itu sedikit macet. Setelah pintu terbuka lebar, Risna membulatkan matanya.

Anak setan itu sedang menatapnya dari balik cahaya temaram. Menghunus netra Risna dengan pandangan seram dan ekspresi yang seolah terganggu dengan kehadirannya.

Akankah sosok menyeramkan itu menyerang Risna?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status