Share

BAB 2

Devano menggeram kesal karena ia tidak bisa melakukan pekerjaan dengan serius. Lelaki itu langsung menggebrak meja, sekarang memang hari minggu. Pria tersebut kini tengah berada di ruangan kerja, pikiran ceo ini tidak bisa terkendali. Selalu memikirkan kejadian semalam yang terbayang.

"Kenapa dia lama banget cari informasi! Dasar."

"Sialan! Ini semua gara-gara cewek itu, awas aja kalau udah di hadapanku," sentak pria tersebut.

Sedangkan kepala pelayan itu segera meminta semua bawahnya untuk pergi. Berpencar mencari keberadaan Kania, riak ketakutan sangat nampak. Ada juga yang menggerutu dan menyalakan atas kelakukan anak Erna ini.

"Sebenernya apa yang dilakukan Kania, kenapa Tuan seperti marah banget sama dia."

Wanita itu berbicara sendiri sambil terus melajukan kendaraan roda dua menuju kediaman temannya mengobrol kala di rumah Devano. Di tempat Alex, lelaki ini telah menemukan semua data informasi tentang Kania, dia segera pergi ke tempat sang majikan berada. Bahkan dia langsung membuka pintu ruangan kerja, karena tadi ditelepon pria tersebut.

"Tuan, ini semua informasi Kania," kata lelaki itu.

Devano menatap tajam saat melihat sang sekertaris langsung menerobos masuk. Tatapannya begitu menyeram, membuat Alex menelan ludah.

"Sini!"

Alex segera menyerahkan berkas tentang informasi Kania, senyuman jahat terukir kala membaca semuanya. Lalu tak lama kemudian suara dering telepon terdengar dari saku, sekertaris. Lelaki itu segera mengangkat melotot kala mendengar ucapan pelayan yang diperintah mencari wanita tersebut.

"Di kediaman gadis itu, dia lagi dipaksa pergi bersama renternir, Tuan. Kayanya Ibu cewek itu menjadikan Kania sebagai pengganti uang yang dia pinjam," jelas Alex.

Mata Devano membulat sempurna, tangannya terkepal mendengar itu.

"Sini handphonemu!"

Lelaki tersebut segera menyerahkan benda pilih kesayangannya, lalu Devano segera memerintahkan pelayan tersebut untuk menahan Kania agar tak di bawa. Lalu pria berkuasa ini langsung mematikan sambungan telepon.

"Antarkan saya secepatnya ke rumah Kania!" perintah Devano.

Di tempat Kania, wanita itu merontah meminta dilepaskan oleh lelaki kekar yang memegangi kedua tangannya. Sedangkan tatapan mesum di lemparkan oleh pria yang tadi menodong Erna untuk membayar hutang. Apalagi pakaian seksi gadis tersebut membuat mata yang melihat mulai berfantasi.

"Tuan! Tolong jangan bawa temanku," pinta Sella.

Mendengar suara temannya, Kania langsung menatap perempuan itu. Jejak air mata terlihat jelas, bahkan putri Erna ini masih menangis. Seringai muncul dari lelaki yang dipanggil Tuan oleh Sella ini, ia segera mendekati pelayan kediaman Devano.

"Memangnya kenapa kalau saya bawa cewek ini? Lagian dia sekarang milik saya, karena Ibunya yang menjual bahkan memberikan dia buat melunasi hutang, jadi ... kenapa saya harus nurutin perkataanmu," ejek lelaki tersebut.

Sella terdiam, dia bingung harus melakukan apa agar Kania tidak dibawa pergi.

"Eh, tapi ... kamu cantik juga, mau uang gak? Kalau mau ikut sama saya yuk! Bersenang-senang kita main bertiga," goda lelaki paruh baya itu.

Mata wanita itu langsung membulat sempurna, seperti bola netra miliknya hendak keluar. Ia menggelengkan kepala lalu menepis lengan lelaki tua ini yang mau memegang dagunya.

"Cih! Belagu banget ya, tapi kalau udah ada uang mah pasti bertekuk lutut kan," lontar pria tersebut.

Dia segera merogoh saku lalu mengeluarkan dompet dan mengambil uang melemparkan ke Sella. Lembaran berwarna merah, biru itu berjatuhan ke tanah, wanita tersebut berusaha menahan diri. Sedangkan Ibu, adik Kania berlari mengambil kertas tersebut sambil memamerkan senyuman.

"Sayang uangnya, Tuan. Dia gak ambil mendingan buat kami, gak mungkin kan uang ini Tuan ambil lagi," ucap Erna.

"Lihat! Mereka saja sampe segitunya, kamu kenapa belagu banget, padahal dari segi pakaian yang dilihat kamu cuma pembantu, kan," cibir lelaki tersebut.

"Jadi pembantu aja belagu banget, saya bisa bayar lebih bahkan berkali lipat. Asalkan kamu bisa memuaskan saya," lanjutnya.

Kania yang sudah tak tahan, wanita itu langsung menyentak lelaki tersebut. Membuat semua terkejut, bahkan Ibu dan Adiknya membulatkan mata.

"Kamu!"

"Jangan mentang-mentang ada uang, kamu merendahkan kami!" sentak Kania.

Pria paruh baya itu sempat terkejut lalu menyeringai. Ia segera mendepati Kania lalu segera mencengkram pipi wanita yang berkata dengan lantang. Melihat hal ini Sella terkejut, lalu suara notifikasi terdengar, matanya melotot membaca deretan kata yang terlihat.

[Jangan sampai Kania lecet sedikitpun! Awas saja kalau sampai saya lihat ada goresan sedikipun, saya gak akan mengampuni.]

"Emangnya kenapa, ha! Yang ber uang yang berkuasa, kamu lemah! Kamu miskin! Jadi harus tunduk di kakiku," bentak lelaki itu.

Lelaki itu hendak mencium bibir Kania, wanita tersebut berusaha memberontak dengan tangan di pegangan. Lalu putri Erna ini meludah membuat pria paruh baya di depannya melotot.

"Beraninya kamu! Kamu harus dikasih pelajaran, dasar jalang!" murka pria tersebut.

Tamparan langsung melayang ke pipi Kania, membuat wanita itu meringis. Bahkan bibir perempuan tersebut berdarah, mendengar suara tersebut Sella terkejut. Ia membulatkan mata melihat darah di sudut bibir Kania.

"Astaga! Apa yang kamu lakukan, tamatlah kita," pekik Sella.

Sella segera mendekat lalu mengulurkan tangan memegang bibir Kania yang terluka. Lelaki paruh baya itu mengeryitkan kening saat mendengar perkataan tempat perempuan ini tadi.

"Kalian memang udah tamat! Berani sekali melawan Bos," sungut Erna.

Dania menganggukan kepala, sedangkan lelaki yang tadi bingung itu langsung menyeringai. Ia menggerakan kepala ke atas dan ke bawah dan tangan bersidekap.

"Gimana ini ...."

"Tamat aku. Kamu terluka, Nia ," tutur wanita itu.

Kania mengerutkan kening mendengar perkataan temannya ini, dia menggelengkan kepala lalu tersenyum dengan sudut bibir terluka.

"Gak papa kok, Sel. Ini gak sakit kok, cuma perih aja," ujar Kania.

Teman bekerjaannya ini langsung menatap mata Kania lalu menggelengkan kepala, sedangkan Dania yang melihat ini mendelik.

"Lebay banget sih! Cuma luka dikit doang. Nanti juga sembuh sendiri, kaya dia dimutilasi aja sampe segitunya," cibir Dania.

Sella langsung melirik kesal ke arah Dania, lalu dibalas oleh adik Kania ini. Dengkusan keluar dari bibir teman kerja perempuan itu.

"Sini kamu ikut aja sama saya! Pasti hidupmu lebih baik dari pada jadi pembantu," lontar lelaki itu.

Pria paruh baya itu langsung menyuruh bawahannya memegang Sella, lalu segera dituruti salah satu dari mereka.

"Ayo kita bawa pergi mereka! Saya udah gak sabar mencicipi mereka, pasti arghhh ... pokoknya."

Mereka langsung dibawa oleh para bawahan lelaki itu, dua perempuan tersebut terus memberontak. Mereka segera dimasuki di mobil, baru saja kendaraan ini hendak melaju mobil seseorang segera menghadang, melihat hal di depannya, Sella berwajah pusat.

"Siapa sih ini! Kenapa menghalangi jalan," geram lelaki itu.

Saat seseorang keluar dari kendaraan tersebut mereka langsung terdiam. Lelaki tua yang tadi berwajah angkuh ini segera keluar dari mobil, diikuti bawahannya.

"Hallo Tuan, apa anda mau ketemu saya? Padahal anda bisa bilang aja nanti saya yang bakal ke kediaman atau kantor anda. Eh ... Tuan malah repot-repot mencari saya," cerocos lelaki tua itu.

Devano hanya diam, dia menampakan wajah yang begitu dingin lalu tatapannya melirik kendaraan di depan matanya. Ia melangkah dan melewati mereka, dan segera membuka pintu mobil tersebut.

"Brengsek!"

Kedua wanita itu langsung menunduk, sedangkan pemilik kendaraan ini dia mengerutkan kening lalu bergegas mendekati Devano.

"Tuan, gak perlu peduliin mainan saya ini. Kita bisa mengobrol di rumah dia, walau gak layak buat dimasuki Tuan tapi ...."

Ucapan lelaki tua itu terhenti kala Devano menatap tajam seperti dari pandangan ini dia dikuliti hidup-hidup membuat lelaki tersebut bergidik ngeri.

"Kau ... melukai gadis ini, hanya saya yang boleh melakukan itu! Berani-beraninya kamu menyentuh milikku dan bahkan menganggap dia mainanmu," ucap Devano dingin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status