Devano menggeram kesal karena ia tidak bisa melakukan pekerjaan dengan serius. Lelaki itu langsung menggebrak meja, sekarang memang hari minggu. Pria tersebut kini tengah berada di ruangan kerja, pikiran ceo ini tidak bisa terkendali. Selalu memikirkan kejadian semalam yang terbayang.
"Kenapa dia lama banget cari informasi! Dasar.""Sialan! Ini semua gara-gara cewek itu, awas aja kalau udah di hadapanku," sentak pria tersebut.Sedangkan kepala pelayan itu segera meminta semua bawahnya untuk pergi. Berpencar mencari keberadaan Kania, riak ketakutan sangat nampak. Ada juga yang menggerutu dan menyalakan atas kelakukan anak Erna ini."Sebenernya apa yang dilakukan Kania, kenapa Tuan seperti marah banget sama dia."Wanita itu berbicara sendiri sambil terus melajukan kendaraan roda dua menuju kediaman temannya mengobrol kala di rumah Devano. Di tempat Alex, lelaki ini telah menemukan semua data informasi tentang Kania, dia segera pergi ke tempat sang majikan berada. Bahkan dia langsung membuka pintu ruangan kerja, karena tadi ditelepon pria tersebut."Tuan, ini semua informasi Kania," kata lelaki itu.Devano menatap tajam saat melihat sang sekertaris langsung menerobos masuk. Tatapannya begitu menyeram, membuat Alex menelan ludah."Sini!"Alex segera menyerahkan berkas tentang informasi Kania, senyuman jahat terukir kala membaca semuanya. Lalu tak lama kemudian suara dering telepon terdengar dari saku, sekertaris. Lelaki itu segera mengangkat melotot kala mendengar ucapan pelayan yang diperintah mencari wanita tersebut."Di kediaman gadis itu, dia lagi dipaksa pergi bersama renternir, Tuan. Kayanya Ibu cewek itu menjadikan Kania sebagai pengganti uang yang dia pinjam," jelas Alex.Mata Devano membulat sempurna, tangannya terkepal mendengar itu."Sini handphonemu!"Lelaki tersebut segera menyerahkan benda pilih kesayangannya, lalu Devano segera memerintahkan pelayan tersebut untuk menahan Kania agar tak di bawa. Lalu pria berkuasa ini langsung mematikan sambungan telepon."Antarkan saya secepatnya ke rumah Kania!" perintah Devano.Di tempat Kania, wanita itu merontah meminta dilepaskan oleh lelaki kekar yang memegangi kedua tangannya. Sedangkan tatapan mesum di lemparkan oleh pria yang tadi menodong Erna untuk membayar hutang. Apalagi pakaian seksi gadis tersebut membuat mata yang melihat mulai berfantasi."Tuan! Tolong jangan bawa temanku," pinta Sella.Mendengar suara temannya, Kania langsung menatap perempuan itu. Jejak air mata terlihat jelas, bahkan putri Erna ini masih menangis. Seringai muncul dari lelaki yang dipanggil Tuan oleh Sella ini, ia segera mendekati pelayan kediaman Devano."Memangnya kenapa kalau saya bawa cewek ini? Lagian dia sekarang milik saya, karena Ibunya yang menjual bahkan memberikan dia buat melunasi hutang, jadi ... kenapa saya harus nurutin perkataanmu," ejek lelaki tersebut.Sella terdiam, dia bingung harus melakukan apa agar Kania tidak dibawa pergi."Eh, tapi ... kamu cantik juga, mau uang gak? Kalau mau ikut sama saya yuk! Bersenang-senang kita main bertiga," goda lelaki paruh baya itu.Mata wanita itu langsung membulat sempurna, seperti bola netra miliknya hendak keluar. Ia menggelengkan kepala lalu menepis lengan lelaki tua ini yang mau memegang dagunya."Cih! Belagu banget ya, tapi kalau udah ada uang mah pasti bertekuk lutut kan," lontar pria tersebut.Dia segera merogoh saku lalu mengeluarkan dompet dan mengambil uang melemparkan ke Sella. Lembaran berwarna merah, biru itu berjatuhan ke tanah, wanita tersebut berusaha menahan diri. Sedangkan Ibu, adik Kania berlari mengambil kertas tersebut sambil memamerkan senyuman."Sayang uangnya, Tuan. Dia gak ambil mendingan buat kami, gak mungkin kan uang ini Tuan ambil lagi," ucap Erna."Lihat! Mereka saja sampe segitunya, kamu kenapa belagu banget, padahal dari segi pakaian yang dilihat kamu cuma pembantu, kan," cibir lelaki tersebut."Jadi pembantu aja belagu banget, saya bisa bayar lebih bahkan berkali lipat. Asalkan kamu bisa memuaskan saya," lanjutnya.Kania yang sudah tak tahan, wanita itu langsung menyentak lelaki tersebut. Membuat semua terkejut, bahkan Ibu dan Adiknya membulatkan mata."Kamu!""Jangan mentang-mentang ada uang, kamu merendahkan kami!" sentak Kania.Pria paruh baya itu sempat terkejut lalu menyeringai. Ia segera mendepati Kania lalu segera mencengkram pipi wanita yang berkata dengan lantang. Melihat hal ini Sella terkejut, lalu suara notifikasi terdengar, matanya melotot membaca deretan kata yang terlihat.[Jangan sampai Kania lecet sedikitpun! Awas saja kalau sampai saya lihat ada goresan sedikipun, saya gak akan mengampuni.]"Emangnya kenapa, ha! Yang ber uang yang berkuasa, kamu lemah! Kamu miskin! Jadi harus tunduk di kakiku," bentak lelaki itu.Lelaki itu hendak mencium bibir Kania, wanita tersebut berusaha memberontak dengan tangan di pegangan. Lalu putri Erna ini meludah membuat pria paruh baya di depannya melotot."Beraninya kamu! Kamu harus dikasih pelajaran, dasar jalang!" murka pria tersebut.Tamparan langsung melayang ke pipi Kania, membuat wanita itu meringis. Bahkan bibir perempuan tersebut berdarah, mendengar suara tersebut Sella terkejut. Ia membulatkan mata melihat darah di sudut bibir Kania."Astaga! Apa yang kamu lakukan, tamatlah kita," pekik Sella.Sella segera mendekat lalu mengulurkan tangan memegang bibir Kania yang terluka. Lelaki paruh baya itu mengeryitkan kening saat mendengar perkataan tempat perempuan ini tadi."Kalian memang udah tamat! Berani sekali melawan Bos," sungut Erna.Dania menganggukan kepala, sedangkan lelaki yang tadi bingung itu langsung menyeringai. Ia menggerakan kepala ke atas dan ke bawah dan tangan bersidekap."Gimana ini ....""Tamat aku. Kamu terluka, Nia ," tutur wanita itu.Kania mengerutkan kening mendengar perkataan temannya ini, dia menggelengkan kepala lalu tersenyum dengan sudut bibir terluka."Gak papa kok, Sel. Ini gak sakit kok, cuma perih aja," ujar Kania.Teman bekerjaannya ini langsung menatap mata Kania lalu menggelengkan kepala, sedangkan Dania yang melihat ini mendelik."Lebay banget sih! Cuma luka dikit doang. Nanti juga sembuh sendiri, kaya dia dimutilasi aja sampe segitunya," cibir Dania.Sella langsung melirik kesal ke arah Dania, lalu dibalas oleh adik Kania ini. Dengkusan keluar dari bibir teman kerja perempuan itu."Sini kamu ikut aja sama saya! Pasti hidupmu lebih baik dari pada jadi pembantu," lontar lelaki itu.Pria paruh baya itu langsung menyuruh bawahannya memegang Sella, lalu segera dituruti salah satu dari mereka."Ayo kita bawa pergi mereka! Saya udah gak sabar mencicipi mereka, pasti arghhh ... pokoknya."Mereka langsung dibawa oleh para bawahan lelaki itu, dua perempuan tersebut terus memberontak. Mereka segera dimasuki di mobil, baru saja kendaraan ini hendak melaju mobil seseorang segera menghadang, melihat hal di depannya, Sella berwajah pusat."Siapa sih ini! Kenapa menghalangi jalan," geram lelaki itu.Saat seseorang keluar dari kendaraan tersebut mereka langsung terdiam. Lelaki tua yang tadi berwajah angkuh ini segera keluar dari mobil, diikuti bawahannya."Hallo Tuan, apa anda mau ketemu saya? Padahal anda bisa bilang aja nanti saya yang bakal ke kediaman atau kantor anda. Eh ... Tuan malah repot-repot mencari saya," cerocos lelaki tua itu.Devano hanya diam, dia menampakan wajah yang begitu dingin lalu tatapannya melirik kendaraan di depan matanya. Ia melangkah dan melewati mereka, dan segera membuka pintu mobil tersebut."Brengsek!"Kedua wanita itu langsung menunduk, sedangkan pemilik kendaraan ini dia mengerutkan kening lalu bergegas mendekati Devano."Tuan, gak perlu peduliin mainan saya ini. Kita bisa mengobrol di rumah dia, walau gak layak buat dimasuki Tuan tapi ...."Ucapan lelaki tua itu terhenti kala Devano menatap tajam seperti dari pandangan ini dia dikuliti hidup-hidup membuat lelaki tersebut bergidik ngeri."Kau ... melukai gadis ini, hanya saya yang boleh melakukan itu! Berani-beraninya kamu menyentuh milikku dan bahkan menganggap dia mainanmu," ucap Devano dingin.Mereka sangat terkejut atas ucapan Devano, sedangkan Kania menundukan kepala dan tubuhnya gemetar. Sella yang memang takut karena tidak menjalankan perintah sang majikan dengan benar. "Kamu kenapa, Nia? Kenapa kamu tiba-tiba mengigil gini pas ada Tuan Devano," seru Sella. Suara wanita itu terdengar oleh Devano, membuat pria tersebut menoleh lalu menyeringai. Kania mengepalkann tangan dengan keadaan terikat ke belakang."Gadis satunya ya Tuan? Em ... silakan ambil aja Tuan, lagian saya cuma mau bawa yang satunya, soalnya pengganti lunasin hutang Ibunya," sahut pria paruh baya itu. Usia lelaki itu memang sekitar enam puluhan, tetapi dia sangat takut dengan pria yang lebih muda di depannya ini. Kekuasaan Devano sangat menyeramkan, jika saja berbuat salah bisa gawat. "Saya pengen mereka berdua, satu pembantu saya dan satunya milik saya. Paham! Apa anda mau mengambil mereka dari saya," sinis Devano. Lawan bicara Devano langsung menggeleng dengan cepat, ia melangkah mendekati pria ter
Lelaki itu kembali melakukan perbuatannya kembali, tetapi kini dalam keadaan sadar. Devano segera memakai pakaian dan meninggalkan Kania di kamar, pintu ia kunci. Sedangkan wanita yang dia gauli terbaring di kasur dengan mata terpejam, karena pingsan setelah beberapa ronde pria tersebut melakukannya."Bener-bener gak ada reaksi apapun," gumam lelaki itu."Harus membuktikan sama yang lain, mungkin udah sembuh," lanjutnya.Devano segera menyuruh Alex menyiapkan wanita di klub malam miliknya. Mendengar perintah majikan, lelaki itu sangat terkejut tetapi segera menuruti. Pria ini segera melajukan kendaraan menuju tempat tersebut. "Rasanya nikmat," ucap Devano. Dia melepaskan keperjakaan pada Kania, bahkan dalam keadaan mabuk. Membuat Devano sangat tak percaya dan melakukan lagi tadi untuk membuktikan.Sedangkan di tempat lain, Alex sangat kebingungan. Harus wanita manakah yang akan menemani majikannya, karena pusing akhirnya lelaki itu memilih beberapa perempuan untuk menunggu di kamar
"Lelet banget sih! Mau cosplay jadi keong," sinis Devano. Lelaki itu memandang dengan tatapan tajam ke arah temannya, sedangkan pria yang menyandang dokter pribadi keluarga Devano ini hanya menghela napas. "Dia yang harus diperiksa?" tanya dokter itu. Devano hanya menggerakan kepala ke atas dan ke bawah membuat lelaki yang berstatus dokter itu segera mendekati Kania. Pria ini lekas memeriksa wanita terbaring di ranjang, lalu menganggukan kepala. "Dia belum makan, maghnya kambuh. Nanti kukasih resep obatnya," lontar sang dokter. Mendengar hal tersebut, lelaki yang berkuasa di sini memandang Kania lalu dokter ini. Ia memiringkan kepala lalu segera menyelimuti Kania kembali, membuat orang yang baru memeriksa wanita itu mengerutkan kening."Gak mual pas bersentuhan kulit sama dia?" Lelaki itu langsung mendongak menatap temannya, wajah Devano sangat datar membuat orang sulit menebak apa yang dipikirkan pria tersebut. "Ya! Dan cuma dia yang bisa disentuh." Azka semakin mengerutkan
Mendengar ucapan Erna, Rentenir itu langsung mengomeli wanita tersebut. "Sialan! Kenapa gak bilang kalau dia punya Tuan Devano, ha! Mau ngebunuh saya, kamu!" sentak lelaki itu. Erna mengeryitkan kening mendengar omelan lelaki tua itu. Begitupun Dania, wanita yang usia tidak jauh dari Kania dia menatap sang Ibu. "Maksud Tuan, gimana? Saya gak paham. Tuan Devano? Siapa. Kania punya dia? Maksudnya gimana sih," lontar Erna. Mendapati ucapan Erna, lelaki lawan bicara wanita itu mendengkus. "Gak perlu banyak omong! Kamu tanyakan aja sama anakmu itu, dia dibawa Tuan Devano sekarang. Dan hutangmu udah dilunasi sama dia," sungut pria tua itu. Dia langsung mematikan sambungan telepon, membuat Erna yang memanggil berdecak. Ia memilih mendaratkan bokong di kursi, diikuti Dania ikut duduk si samping wanita ini."Sini, Bu! Aku dengerin perkataan pria tua itu," pinta Dania. Wanita itu langsung menyerahkan benda pipih tersebut. Memang ia saat menelepon segera merekam pembicaraan, untuk bukti a
Kania langsung mengalihkan tatapannya pada lelaki yang terus fokus mengerjakan sesuatu di laptop. Sedangkan Devano dengan cepat memutar badan dan memandang wanita yang bisa ia sentuh. "Terima nasib aja, kamu gak akan aku biarin pergi dari sini!" lontar lelaki itu. "Fokus aja ke pemulihan badanmu itu, udah punya penyakit ke gitu makan gak teratur," cibirnya.Wanita itu mengerutkan kening mendengar penuturan Devano. "Makan mie doang tiap hari, emang gaji yang kukasih kurang! Lihat badanmu kurus banget, gak ada dagingnya kayanya. Tulang doang!" Mulut Kania terbuka saat mendengar ucapan lelaki itu yang sangat tepat. "Apa! Kok Tuan, tau. Jangan-jangan Tuan ngincer saya ya dari dulu," tuduh Kania.Devano memutarkan bola mata mendengar asal tebakan wanita tersebut. Dia bersidekap dan memandang sinis Kania. "Siapa kamu? Sampe aku mantau. Jangan kegeeran dan besar kepala, aku pengen dapetin kamu karena cuma kamu yang bisa kusentuh."Wanita ini mengerutkan kening sampai alis menyatu, meli
Semua langsung menoleh menatap asal suara, mereka semua melotot akibat terkejut. Melihat hal ini Devano melangkah mendekati, saat Kania hendak pergi dia dipegangi tangannya oleh orang yang berada di dekatnya. "Tuan, dia mau kabur. Hukum aja, beraninya kabur dari Tuan, udah bagus Tuan memilih dia," cerocos seorang perempuan.Devano melemparkan pandangan sekilas pada perempuan tersebut, lalu ia kembali menatap Kania. Senyuman sinis terulas di bibir lelaki tersebut, dia bersidekap. "Kalian pintar juga, memang benar. Kalau Dia! Berhasil kabur, kalian yang bakal kena dampaknya. Jadi ... kalau kamu masih berusaha kabur silakan, siap-siap aja mereka bakal ku pecat atau bahkan lebih," ucap Devano dingin.Mata Kania membulat sempurna mendengar ucapan Devano. ia melepaskan cengkraman tangan kepala pelayan yang memeganginya, lalu segera berjalan mendekati Devano dan menunjuk wajah pria tersebut dengan lengan gemetar. Semua yang berada di ruangan tersebut terkejut, wajah mereka memucat, melihat
Waktu terus bergerak tanpa jeda, seolah berlomba dengan detak jantung manusia. Hanya saja ia tak ikut berhenti kala para makhluk meninggal. Devano tengah berdiri di ambang pintu, menatap rintik hujan yang mengguyur bumi dan atap kediaman seluruh wilayah yang dikuasai. Pandangan mata begitu dingin sekaligus tajam, seperti dari tatapannya keluar sebuah benda tajam yang siap menghunus lawan.Lelaki ini sesekali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan, menatap benda kecil yang terus berputar menandakan waktu terus berjalan. Hawa dingin menusuk kulit tidak membuat lelaki ini mengubah riak wajah. Helaan napas kasar terdengar saat melihat bawaan yang baru sampai."Maaf, Tuan. Saya terlambat, saya bingung memilih pakaian buat Kania, karena tak tau ukuran badannya. Pas mau nanya, Tuan sudah mematikan sambungan telepon." Devano memiringkan kepala menatap bawaannya, apalagi mendengar suara pria itu yang terdengar gemetar membuat lelaki ini hanya memandang sinis."Kauu menyalahkanku! Ce
Wanita paruh baya itu mulai menceritakan semua yang di dengar. Ekspresi kesal muncul di riak wajah Kania kalah mendengar, tangannya terkepal merasakan amarah merambat. Lalu saat diri dikuasai emosi, dia tersadar kala merasakan sentuhan yang memegang tangannya. "Kenapa Ibu gak bilang pas aku dateng, dia bener-bener keterlaluan! Cuma gara-gara luka kecil di bibir ini. Dia sampe mecat Sella," geram Kania. Suara Kania sampai gemetar karena kemarahan, sedangkan wanita paruh baya tersebut segera meremas lembut tangan Kania. Seolah mencoba memadamkan api yang berkobar di hati perempuan tawanan sang majikan. Namun, belum sempat mengeluarkan suara, pintu terbuka dan muncul kepala pelayan menatap mereka. "Aku paham kamu peduli sama dia," seru sang kepala pelayan. Dia berkata demikian seraya menunjuk Kania. "Tapi jangan kasih tau semuanya, cukup seperlunya aja. Kalau Tuan Devano tau, bisa membahayakan kita semua, tau!" Dia memperingati dengan nada tegas, membuat Kania yang mendengar hal t