Feiza dan Fahmi sampai di depan gedung UKM dan sama-sama memarkirkan motor masing-masing di bawah salah satu pohon beringin yang ada di lapangan tempat parkir gedung itu, mencari tempat yang teduh. Setelahnya, keduanya langsung masuk ke basecamp HMJ mereka setelah menaiki lift dari lantai dasar ke lantai empat.
"Assalamu'alaikum." Fahmi yang berjalan di depan Feiza berujar salam. "Wa'alaikimussalam," jawab orang-orang yang ada di dalam serentak. "Feiza. Fahmi. Ayo duduk, duduk sini!" suruh seorang perempuan cantik berkacamata kepada Feiza dan Fahmi. "Iya, Mbak Hawa." Feiza mengangguk lalu duduk di tempat yang disuruh oleh Hawa, perempuan cantik berkacamata tadi yang tak lain merupakan senior jurusan Feiza setelah dirinya dan Fahmi saling bersalaman dengan beberapa senior dan teman mereka yang lain, yang kebetulan juga ada di basecamp itu. "Kalian kemarin"Feiza, tahu nggak, aku tadi pagi lewat depan kos kamu," gumam Fahmi. Matanya menatap lekat Feiza yang duduk manis di sampingnya.Gadis berparas cantik itu tampak sibuk membaca dan menekuri lembar demi lembar salah satu dokumen yang sebelumnya diberikan oleh Hawa."Pas Subuh Subuh." Fahmi melanjutkan."Hah? Apa, Mi? Kamu ngomong sesuatu?" tanya Feiza yang baru sadar jika Fahmi baru saja mengajaknya bicara. "Subuh apa?" tanyanya.Namun, Fahmi hanya merekahkan senyum dan menggelengkan kepala. "Nggak, bukan apa-apa.""Eh?! Beneran?" Feiza tampak kurang percaya. "Tadi kayaknya kamu ngomong sesuatu deh."Fahmi tersenyum lagi. "Bukan hal yang penting kok." Ia membalik halaman sebuah dokumen yang juga ada di depannya. "Yuk, baca lagi aja, Fe! Sambil nunggu Mas Dani sama Mas Satria. Kali aja mereka balik sebelum Zuhur.""Ah~ Iya." Feiza mengangguk lantas melanjutkan kegiatan membacanya lagi.Tak berselang lama, Hawa yan
Salim Aliyuddin: Gus aku sudah di depan Furqon membuka ruang obrolannya dengan Salim sesaat setelah ponsel canggihnya berbunyi dan menampilkan notifikasi pesan masuk dari santri abahnya yang menjadi khodamnya itu. Laki-laki itu pun segera mengaktifkan keypad ponselnya lalu mengetikkan pesan balasan untuk Salim. Furqon: Masuk Lim. Kita makan bersama Furqon segera membalas pesannya lantas kembali meletakkan ponselnya ke atas meja makan yang ada di depannya. Drtt ... Drtt .... Benda pipih persegi panjang yang baru sebentar Furqon letakkan di atas meja itu kembali berbunyi. Salim rupanya mengirimi Furqon pesan lagi. Furqon kembali meraih ponselnya dan membuka ruang obrolannya dengan laki-laki berambut gondrong itu. Salim Aliyuddin: Kalau berkenan tolong nje
"Gus, ngapunten, Neng Feiza di mana lho?" tanya laki-laki itu kepada Furqon di sela-sela acara makan. "Feiza?" tanya balik Furqon. "Iya, Gus. Kok ndak terlihat dari tadi. Apa jangan-jangan, Neng Feiza kurang nyaman, ya, kalau makan malam bertiga denganku juga? Sudah aku bilang ke njenengan kan, Gus, aku ndak usah ikut makan malam bersama. Kalau sudah begini jadi makin sungkan rasanya sama Neng Feiza." Furqon menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum mendengar penuturan Salim. "Kamu ini ngomong apa, Lim, Lim," gumam Furqon. Ia kemudian menghela napas. "Feiza ndak di sini. Dia ada di kosnya." Salim langsung membelalakkan mata mendengar informasi yang baru didengarnya dari gusnya iu. "Hah? Maksud njenengan, Gus?" tanya laki-laki itu dengan wajah terkejut menatap Furqon. "Ya." Furqon kembali menghela napasnya. "Feiza meminta pernikahan kami disembunyikan,
Kamis. Jika menurut pada kesepakatan yang sudah sama-sama disetujui Feiza dan Furqon, hari ini adalah hari di mana Feiza harus tinggal di rumah laki-laki jangkung yang secara agama sah menjadi suaminya itu.Furqon meminta Feiza tinggal di rumah kontrakannya dengan durasi yang lebih banyak daripada Feiza yang tinggal di indekosnya dalam rentang waktu satu minggu. Maka jika dinalar, itu artinya Feiza harus tinggal di rumah Furqon selama empat hari dari tujuh.Feiza sudah tinggal tiga hari di indekosnya semenjak ia kembali dari Jombang ke Plosojati. Mulai dari hari Senin, Selasa, dan Rabu. Meski di hari Senin malam sekembalinya ke Plosojati, Feiza sebenarnya sudah menginap di rumah Furqon. Namun, tetap saja. Di Kamis alias hari ini, gadis itu harus mulai tinggal di rumah Furqon seperti kesepakatan mereka. Hingga hari Minggu.Feiza bingung apa yang harus ia katakan kepada teman-temannya.Ia mau menginap di rumah saudara? Tapi, saudara yang mana? Feiza
Gus Furqon: Sudah kubilang kamu harus sudah ada di rumah sebelum aku berangkat kuliah kan?Gus Furqon: Nanti malam kamu harus mendapat hukuman FeizaPandangan Feiza masih menatap lurus pesan Furqon yang masih terpampang nyata di layar ponselnya.Tatapan mata gadis itu horor.Feiza benar-benar tidak habis pikir oleh apa yang diketik sebagai pesan balasan oleh Furqon, laki-laki yang telah menjadi suaminya itu.Hukuman? Hukuman apa?Meski jantung Feiza berdebar dan perasaan tidak enak mendominasi hatinya, gadis bernetra mongoloid itu akhirnya memilih menayakan langsung kepada sang pengirim pesan apa maksud pesannya.Feiza: Hukuman apa Gus?Feiza berhasil mengirim pesan balasannya pada Furqon.Drtt ... Drtt ....Tidak lama, Furqon sudah membalas pesan Feiza.Gus Furqon: Kamu akan tahu sendiri nanti FeizaGus Furqon: Yg jelas hukumannya akan sangat kamu sukai jugaEntah ke
Feiza itu perempuan cerdas! Untung saja.Gadis itu tidak kehilangan akal saat Furqon meminta Feiza memasakkan makan siang untuknya.Seperti dugaan Feiza, tidak ada apa-apa di dapur Furqon selain persediaan mie instan, sosis, dan selusin telur ayam yang tampaknya baru diletakkan di dalam kulkas.Sekalian dan demi menghemat waktu, Feiza langsung memasak bahan-bahan yang tersedia itu, mandi super kilat, bersiap, lalu berangkat ke kampus setelah mampir ke salah satu warung yang dilewatinya.Peduli setan! Feiza membelikan nasi matang untuk Furqon di warung itu. Sebab akan terlalu memakan waktu jika menanak sendiri.Ya, Feiza tahu, tidak baik makan mie instan dengan nasi. Namun, apa boleh buat? Feiza khawatir Furqon tidak cukup kenyang jika hanya makan nasi dan olahan dari bahan telur ft. sosis. Jadi, Feiza mengolah mie instan juga dengan kedua bahan yang ada itu. Dan jika Feiza hanya membawakan bekal mie tanpa nasi, jelas kurang afdal disebut
"Ada yang bisa kubantu?"Feiza yang sedikit melamun terlonjak kaget mendengar suara Furqon yang terasa tepat di belakangnya itu. Dan benar saja, Feiza langsung mendapati sosok tinggi Furqon di belakangnya ketika menoleh.Baru saja gadis itu melamunkan pertemuan tak disengajanya dengan Tiara, teman satu angkatan dan jurusan dengannya yang kini sedang menjadi rivalnya dalam Pemilwa ketika berbelanja bahan-bahan makanan dengan Furqon.Untung Furqon sedang tidak bersama dan tidak di dekatnya saat itu. Jika tidak, Tiara tentu akan langsung curiga atas kebersamaan Feiza dan Furqon.Furqon sedang memilih barang belanjaan yang lain ketika itu, sedangkan Feiza sedang memilih sayur-mayur dan buah, sampai Tiara datang menghampirinya dan menyapa. Menyombong lebih tepatnya dengan barang-barang belanjaannya yang terlihat 'wah' dan cukup banyak sedangkan Feiza tampak tidak membawa apa-apa karena troli belanjanya sedang Furqon bawa. Namun, Feiza tentu tidak mengh
"Astaghfirullah. Kenapa jantung deg degan gini, ya?" Feiza bergumam sembari meremat kerudung yang dipakainya menutup dada sebelah kiri, letak jantungnya berdetak dengan cepat saat ini. "Hukuman apa yang akan diberikan Gus Furqon? Bukan sesuatu yang aneh-aneh, kan?" Feiza bermonolog dengan suara pelan. "Ya Allah, tolong hamba." Gadis cantik itu saat ini sedang duduk di sebuah sofa panjang yang ada di ruang keluarga, menunggu Furqon yang masih berkutat dengan cucian piring dan alat-alat bekas memasak yang tadi digunakan Feiza di dapur. Beberapa saat menunggu dengan jantung yang bertalu-talu, Furqon akhirnya menampakkan diri sembari tersenyum cerah ke arah Feiza. "Lama, ya?" tanya Furqon. "Eh. E-enggak kok, Gus." Feiza gugup menggeleng. "Jadi, njenengan mau hukum aku apa?" tanya Feiza setelah merasa mampu kembali menguasai dirinya. "Aku tadi padahal sampek ke rumah ini tepat waktu l