Feiza menyelesaikan acara memasaknya, dan kini, dirinya dan Furqon sudah duduk manis di balik meja makan, menyantap makan malam mereka berupa sepiring nasi dengan balado terong dan ikan mujair gorengan Feiza sebagai lauk.
Feiza dan Furqon duduk bersebelahan. Sebenarnya, Feiza duduk di kursi yang tempatnya ada di seberang kursi yang biasanya Furqon duduki agar mereka tidak duduk berdampingan. Namun, rupanya, Furqon malah memilih duduk di samping Feiza. Feiza yang sudah terlanjur duduk tentu tidak mungkin bergeser guna pindah lagi. Selain olahan masakan yang menjadi makan malam, bakso kanji yang baru saja Feiza buat juga terhidang cantik di mangkuk besar atas meja. Lengkap dengan saus kacang yang dibuatnya juga. Selain itu, ada kecap dan saus sambal pula di atas meja berbahan kayu jati itu. Feiza dan Furqon makan dengan khidmat, sampai ... Ting tong~<"Feiza." Feiza merasakan sedikit goncangan lembut di tubuhnya bersamaan dengan indra perungunya yang mendengar ada seseorang yang menyebut namanya. "Fe." Kedua mata gadis itu akhirnya terbuka perlahan. Lalu hal pertama yang dilihat indra penglihatannya adalah wajah tampan Furqon yang duduk tepat di tepian ranjang sampingnya. "Kamu belum salat Isya," guman laki-laki itu menatap Feiza. Feiza meregangkan badannya sedikit lalu bertanya dengan suaranya yang terdengar sedikit serak. "Jam berapa sekarang, Gus?" Furqon mengulas senyum sebelum menjawab, "Jam setengah satu." Feiza yang masih berbaring di ranjang mengumpulkan kesadaran langsung membelalakkan kedua mata mendengar itu. "Apa?" Gadis itu bangun dan terduduk dengan buru-buru. "Udah jam setengah satu?" gumamnya lantas melihat jam dinding yang menunjukkan
Setelah menghabiskan kurang lebih dua jam perjalanan, Feiza akhirnya sampai di halaman depan rumahnya, kediaman sederhana milik ayah dan ibunya. Gadis itu segera turun dari atas kendaraan yang dinaikinya lalu mengulas senyum sembari menghela napas pendek. Semoga saja kedua orang tuanya tidak terkejut melihat kedatangan Feiza. Sebab, gadis itu kali ini pulang tanpa bilang-bilang alias tanpa memberi kabar. "Ayo, Feiza. Kita masuk." Furqon yang menyusul Feiza turun dari mobil bersuara. Ya, kali ini Feiza pulang ke rumahnya dengan laki-laki jangkung itu, suaminya. "Hm." Feiza mengangguk, menghela napas sekilas lalu mengayunkan langkah menuju rumah bersama Furqon. Feiza tidak tahu bagaimana mendefinisikan perasaannya sekarang. Pasalnya, ia memang senang bisa pulang dan bertemu kedua orang tuanya di akhir pekannya. Namun, Furqon yang ikut bersamanya bukan hal yang
Semua ini benar-benar gila! Feiza berakhir duduk berdua dengan Furqon di ranjang kamarnya dengan situasi yang seolah memojokkan Feiza untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada laki-laki jangkung berwajah rupawan itu. Ibu Feiza tidak main-main. Beliau benar-benar menyiapkan atau katakan saja menghias kamar Feiza seperti kamar pengantin sesuai ujarannya sebelumnya. Tidak sepenuhnya, sih. Namun, taburan bunga mawar di atas ranjang Feiza dan bau wangi melati dan kenanga yang menguar di sana. Apa itu namanya? Feiza tidak tahu harus disembunyikan di mana wajahnya. Semua ini benar-benar membuat gadis bermata mongoloid itu malu. Lalu kabar buruknya, Ibu Feiza sepertinya sengaja mengunci kamarnya. Dan yang paling buruk dari yang terburuk, ibu dan ayahnya sempat mengobrol dengan Furqon tadi. Feiza tidak dilibatkan secara langsung. Mendekat untuk curi dengar saja selalu dihalau oleh sang ibu. Namun, Feiza tahu, obrolan ketiganya pasti
Nurul Faizah Az-Zahra POVGus Furqon berubah. Setelah kejadian malam itu, aku merasa ia mulai menjaga jarak dariku. Benar-benar menjaga jarak. Biasanya, ia akan sangat rajin mengirimku pesan. Sekarang mulai jarang.Seperti hari ini, saat aku membawakan bekal makan siang untuknya. Meski seperti biasanya, Mas Salim yang kumintai tolong untuk mengambilnya, Gus Furqon tidak mengucapkan terima kasih di ruang obrolan kami yang sudah beberapa hari ini sepi.Aku bukannya berharap ucapan terima kasih darinya. Sama sekali tidak! Namun, mengingat ia yang biasa mengucapkan terima kasih untuk hal-hal kecil yang kulakukan untuknya, dan lantas tiba-tiba berubah seperti itu tentu membuatku merasa aneh. Seperti ... ada sesuatu yang mengganjal, ada sesuatu yang hilang.Gus Furqon juga tidak lagi mengambil gambar masakanku untuk dijadikannya instra story. Padahal aku sangat ingat sekali, pertama kali ia kubuatkan bekal makan siang, Gus Furqon menjadikannya cerita di
Nurul Faizah Az-Zahra POV Besok sudah hari Kamis lagi, hari di mana aku harus kembali tinggal dengan Gus Furqon di rumah kontrakannya. Pemilwa yang katakan saja menjadi pesta rakyat 'kecil-kecilan' yang dikhususkan untuk mahasiswa telah sukses terlaksana dan pemimpin-pemimpin baru di setiap himpunan mahasiswa dan lembaga eksekutif lainnya telah mencapai hasilnya. Gus Furqon benar-benar terpilih menjadi presiden mahasiswa di fakultas kami setelah memperoleh 70% suara dari ribuan mahasiswa FTIK yang memiliki hak pilih, sedangkan aku sendiri, aku dan Fahmi berhasil mendapatkan suara terbanyak di jurusanku dan menjadi mandataris ketua dan wakil ketua himpunan mahasiswa jurusan PGMI setelah mengalahkan Tiara dan Arif, wakil gandengannya. Semuanya ... rasa-rasanya telah berjalan sesuai rencana. Sesuai yang kumau juga. Namun, aku merasa ada yang salah. Semuanya tidak benar-benar berjala
Nurul Faizah Az-Zahra POVKeesokan pagi, aku langsung membuka ruang obrolanku dengan Gus Furqon begitu bangun tidur. Lagi-lagi aku hanya bisa mendesah kecewa karena pesanku belum dibacanya.Aku mengecek statusnya di semua media sosial yang dirinya miliki, tapi ternyata tidak ada pembaruan.Gus Furqon tidak membuat insta story, WA story, ataupun yang lain.Mas Salim pun sama. Sebab biasanya, aku masih bisa mendapat informasi mengenai keberadaan Gus Furqon melalui pengintaianku terhadap status teman-temannya yang kontaknya kumiliki.Melihat status Mas Satria pun sama saja. Mas Dani juga.Selain ketiganya, tidak ada lagi yang bisa kujadikan sumber memperoleh informasi terkait keberadaan Gus Furqon, karena hanya mereka bertiga teman-teman Gus Furqon yang kontaknya kupunya.Usai mengerjakan ibadah salat Subuh, aku langsung bersiap pergi ke rumah kontrakan Gus Furqon dengan barang-barang yang akan kuperlukan selama empat hari
Nurul Faizah Az-Zahra POVAku lelah. Jarak yang membentang di antara Gus Furqon dan aku semakin jauh dan lebar, bersamaan dengan dirinya yang harus pergi untuk mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata alias KKN saat liburan semester ini, yang membuat kami menjadi semakin berjarak, tidak hanya secara mental. Namun, juga raga.Untuk mahasiswa transisi semester lima ke enam sepertinya, program KKN gelombang pertama di kampus kami memang bisa diambil ketika liburan pergantian semester. Dan dengan terpilihnya Gus Furqon sebagai presiden mahasiswa fakultas, memutuskan mengikuti program KKN pada gelombang pertama adalah keputusan yang tepat, karena jika ia mengambil program KKN gelombang kedua, maka ia baru bisa mengikutinya ketika liburan transisi semester dari enam ke tujuh nanti, saat kampus dan fakultas kami sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan dan mengadakan ospek yang kini disebut PBAK (Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan) untuk para mahasiswa baru.Se
Nurul Faizah Az-Zahra POVSesampainya di rumah, aku langsung mengecek ponselku. Hal yang tidak berani kulakukan saat masih berada di angkringan tadi. Takut apa yang dikatakan Selvi dan teman-temanku yang lain benar.Namun, begitu aku mengakses aplikasi Instagram, apa yang diceritakan Selvi dan yang lainnya ternyata benar adanya. Semua itu fakta.Tubuhku langsung lemas saat melihat Gus Furqon benar-benar me-repost story perempuan bernama Ziyana Nafisa itu pada Instagram story-nya.Tampak ia sedang membersihkan rumput di halaman sebuah bangunan masjid, yang kutahu pasti, itu merupakan salah satu program kerja KKN-nya karena aku sudah memantau Instagram resmi KKN mereka sejak lama, sedangkan perempuan bernama Ziyana Nafisa itu, ia berpose melakukan kiss tidak jauh dari Gus Furqon, dan seolah-olah, ciuman itu diberikan kepada Gus Furqon yang terlihat jelas tengah disorot perempuan itu dalam potretnya. Teman-teman mereka yang lain yang masuk ke dalam f